'Dan lagi, tuan Viar juga tidak bilang harus anak yang mana. Dia hanya minta anak aku saja kemarin. Tidak bilang kalau itu Siska, bukan? Bia dan Siska juga anak yang sama-sama aku besarkan di rumah yang sama meski dengan cara yang berbeda.'
Papa Bia kembali berucap dalam hati. Dia berusaha meyakinkan dirinya sendiri, kalau apa yang telah ia lakukan sekarang itu sudah benar. Menukar Salbia dengan hutang besar keluarga mereka. Dengan begitu, tidak sis-sia juga ia membesarkan Salbia yang belum tentu juga adalah anak kandungnya.
"Tanda tangani berkas yang Fahri berikan sekarang juga! Setelah itu, kamu bisa segera pergi dari kediamanku secepatnya."
Terdengar lagi suara bariton yang langsung membuat tubuh papa Bia bergetar hebat karena takut. Dengan gugup, dia menerima berkas yang saat ini masih berada di tangan orang kepercayaan tuan Viar. Lalu, membubuhkan tanda tangan di atas kertas tersebut tanpa membaca isi dari kertas itu terlebih dahulu.
"Su-- sudah saya ... tanda tangani, tuan Viar."
"Kamu bisa pergi sekarang! Tinggalkan putri pelunas hutangmu di sini. Ingat! Setelah kamu pergi, maka hubunganmu dengannya sudah tidak ada lagi. Alias, kalian sudah putus hubungan. Kamu mengerti?"
Pernyataan itu membuat Salbia ingin menangis. Namun, sekuat tenaga ia tahan. Mengingat, di rumah papanya, dia juga tak pernah dianggap ada selama ini. Jadi, untuk apa dirinya merasa sedih sekarang?
Yah, meskipun pada kenyataannya, hati Salbia juga merasa sangat teriris oleh perbuatan sang papa. Dirinya dijadikan sesuatu untuk membayar hutang keluarga. Sungguh sangat memilukan sekali nasibnya.
Setelah kepergian papanya, Salbia merasa semakin tak karuan. Dia seperti jadi patung pajangan yang dilihat oleh banyak mata saja sekarang. Padahal, tidak ada satupun mata yang melihat ke arahnya.
Di ruangan ini memang ada dua orang. Tapi, satu fokus dengan dokumen yang ada di depannya. Sedangkan yang satu lagi malah sibuk membelakangi sampai detik ini. Salbia yang sejak tadi diam mematung, kini tetap dengan posisi sebelumnya.
Beberapa detik kemudian, Fahri mengangkat wajahnya. Namun, tidak melirik Bia sedikitpun. Pandangan matanya malah tertuju ke arah kursi putar yang saat ini masih membelakangi mereka.
"Tuan Riyan sudah sampai ke lantai bawah, Tuan."
Ucapan itu membuat Salbia melirik ke arah Fahri seketika. Salbia begitu tak habis pikir, kenapa papanya begitu di awasi dengan ketat. Ada apa sebenarnya? Pertanyaan itu muncul membuat perasaan Bia begitu tidak nyaman.
Tapi, belum juga ia bisa memikirkan semua dengan baik. Kursi putar yang awalnya membelakangi mereka sejak tadi, kini tiba-tiba saja bergerak setelah beberapa kata yang baru saja Fahri ucapkan.
Tuan Viar kini memutar pelan kursinya. Hal itu mendadak membuat perasaan Bia terasa begitu gugup. Antara takut, dengan ingin segera melihat seperti apa sebenarnya wajah taun Viar yang di kabarkan begitu menyeramkan.
'Tenanglah, Bia! Tenang! Wajah seram juga tidak boleh membuat kamu merasa takut, oke. Karena yang menakutkan itu sebenarnya bukan fisik. Melainkan, hati manusia yang busuk. Yang sulit untuk ditebak,' kata Salbia dalam hati sambil menggenggam erat tangannya.
Walau sudah berusaha keras untuk menguatkan hati, pada dasarnya, Bia masih saja tetap merasa takut. Dia yang gugup itu malah memilih menundukkan pandangan sedalam mungkin.
"Angkat wajahmu!"
Suara itu membuat Salbia semakin gugup saja. Ternyata, Tuan Viar sudah sejak beberapa detik yang lalu memperhatikan Salbia yang tertunduk ketika kursi putarnya sudah menghadap ke arah Salbia sepenuhnya.
"Kenapa kamu terlihat begitu gugup? Kamu begitu takut kah padaku?"
Pertanyaan lagi. Pertanyaan yang membuat Salbia merasa tidak enak hati. Bia pun langsung mengangkat wajah dengan mantap sambil mengangkat bibir untuk berucap. Tapi, seketika bibirnya terasa berat untuk mengeluarkan satu patah katapun.
Saat mata Bia terbuka, dia langsung terpaku ketika melihat sosok yang ada di hadapannya saat ini. Sosok yang di kabarkan sangat menakutkan. Yang sangat sulit untuk dilihat oleh orang lain. Yang menyebabkan rumor mengerikan. Tapi pada kenyataannya, rumor yang beredar sungguh sangat jauh dari kenyataan. Tuan Viar tidaklah buruk rupa. Melainkan, sebaliknya.
Memang, tuan Viar sedikit terlihat dewasa di mata Bia. Tapi, dia juga tidak jelek. Wajahnya tidak menakutkan. Melainkan, sangat tampan dengan garis wajah yang terlukis indah. Mata hitam bercahaya, tubuh tegap dengan dada bidang yang sangat gagah. Wajah tampan yang memukau.
Pokoknya, sangat jauh dari gambaran yang selama ini Bia dengar. Sampai-sampai, Bia sendiri tidak bisa mempercayai apa yang matanya lihat saat ini. Bahkan, karena rasa tak percaya itu, Salbia malah reflek mengucek matanya dengan kedua tangan.
"Kenapa?" Suara bariton yang langsung membuat Salbia salah tingkah itu terdengar lagi.
"It-- ti-- tidak. Tidak ada apa-apa. Ma-- maaf, tuan."
Salbia menarik-narik ujung pakaian yang membuat ia merasa tidak nyaman. Apalagi saat tuan Viar sedang melihat ke arahnya. Pakaian kekurangan bahan itu semakin membuat Bia merasa sangat amat malu.
"Katakan namamu!"
"Bi-- Bia."
"Jangan gagap! Atau aku akan pulangkan kamu ke rumah papamu kembali."
Mendengar hal itu, satu gambaran yang langsung muncul dalan benak Bia. Hal itu tak lain adalah, ancaman sang papa yang akan membongkar makan mamanya. Membuat makam sang mama hilang sehingga Bia tidak bisa menemukan tempat peristirahatan terakhir sang mama.
"Jangan tuan! Aku mohon." Bia berucap cepat karena ia tidak ingin tuan Viar benar-benar memulangkan dirinya ke rumah itu lagi.
"Kenapa? Kamu begitu ingin tetap berada di sisiku setelah melihat wajahku? Atau ... karena aku memiliki kekayaan? Katakan alasan yang bisa membuat aku bahagia! Jika tidak, aku akan pulangkan kamu ke rumah orang tuamu kembali. Lalu, aku akan menuntut papamu agar membalikkan hutang dua kali lipat."
Mata Salbia membulat. Dia tidak tahu harus memberikan jawaban apa agar tuan Viar merasa bahagia. Ditambah lagi, saat ini dia sedang begitu panik. Haruskah ia bohong dengan menjawab hal yang tidak-tidak. Atau ... memberikan jawaban yang jujur. Tapi, jawaban jujur belum tentu akan membuat pria yang ada di hadapannya ini bahagia. Itu yang membuat Salbia merasa sangat ragu sekarang.
"Hei! Aku tidak minta kamu bengong. Aku minta kamu menjawab pertanyaan yang aku berikan. Apa itu sulit? Tinggal jawab saja! Jangan buat aku menunggu lama. Karena aku sangat tidak suka."
'Jika jawabanmu diluar kemauan dan harapanku, maka aku akan membuat kamu membayar mahal hari ini juga. Tapi jika sebaliknya, kamu bisa bikin hati ini merasa kalau kamu benar-benar spesial dan berbeda dari yang lainnya. Maka aku akan pertahankan kamu di sisiku sekarang.' Tuan Viar berkata dalam hati sambil membalas tatapan tajam yang Bia lontarkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
ciru
cakeep
2023-11-24
0
sella surya amanda
lanjut
2023-10-09
2
Patrick Khan
,lanjut kak
2023-10-08
2