8

"Kamu bisa ambil pilihan dengan cepat. Namun, ingat juga apa konsekuensinya. Aku tidak suka bermain-main."

Dengan perasaan yang campur aduk, akhirnya, papa Bia meminta maaf dengan cepat. Bagaimana tidak? Dia sangat amat takut jika tuan Viar membatalkan pernikahan. Karena sekali ia batalkan, maka tidak akan ada untuk yang ke dua kalinya.

Pernikahan Salbia dengan Viar pun berjalan lancar. Tidak butuh waktu lama untuk Viar meresmikan Salbia sebagai istrinya. Karena ini bukan pernikahan yang pertama buat Viar. Melainkan, sudah pernikahan yang kedua kalinya.

"Urusanmu di sini sudah tidak ada lagi, tuan Riyan. Kamu bisa pergi sekarang juga!"

"Tapi, tuan Viar. Izinkan saya bicara dengan anak saya sebentar."

Viar melirik Bia yang saat ini ada di sampingnya. Dengan sedikit gelengan dari Bia, Viar mengerti kalau Bia tidak ingin berbicara dengan papanya.

"Tidak bisa, tuan Riyan. Salbia sekarang bukan anakmu lagi. Apa kamu tidak ingat dengan apa yang sudah aku katakan beberapa hari yang lalu tentang itu?"

Wajah papa Bia seketika terlihat tidak enak. Dia rencananya ingin mengancam Bia lagi sebelum ia meninggalkan kantor ini. Sayangnya, itu sulit untuk ia lakukan sekarang.

"Ta-- tapi ... tuan .... "

"Cukup! Jangan bicara yang sudah tidak perlu untuk dibahas. Aku ingin kamu melupakan Bia seperti kamu yang sudah menganggap ia tidak ada lagi di dunia ini untuk selamanya. Karena dia, sudah bukan bagian dari keluarga kalian lagi. Kamu paham apa yang aku maksudkan, bukan?"

Mau tidak mau, papa Bia harus mengalah. Dia pun beranjak meninggalkan ruangan tersebut setelah meminta maaf pada tuan Viar.

"Dasar sial! Semua ini gara-gara Salbia yang begitu tidak bersahabat. Jika saja ia menjadi anak yang sedikit berbakti padaku, pasti semua akan baik-baik saja tadi. Sungguh menyebalkan!"

Papa Bia memukul stir mobil berulang kali. Dia yang kesal akhirnya memutuskan untuk kembali ke rumah buat menceritakan apa yang baru saja ia alami pagi ini.

"Udah selesai, Pa? Tumben nggak langsung ke kantor," ucap mama Siska yang saat ini duduk di sofa ruang tamu dengan ponsel di tangannya.

"Nggak. Hatiku lagi kesal, nggak bisa langsung ke kantor setelah urusan selesai. Di mana Siska?"

"Siska jalan sama temannya. Kesal kenapa coba? Apa soal Salbia yang resmi menikah dengan tuan Viar? Kamu ngerasa kalau dia tidak cocok? Iya, pa?"

Tanggapan acuh dari Fatma, istrinya membuat Riyan merasa semakin kesal. Dengan tatapan tajam, ia menatap Fatma selama beberapa saat.

"Kau sungguh tidak ingin tahu seperti apa wajah yang tuan Viar miliki, Ma? Sungguh tidak merasa penasaran dengan kabar yang aku punya?"

Papa Bia berusaha memancing rasa penasaran dari sang istri. Karena sejujurnya, dia juga sedang sangat ingin berbagi kabar yang menurutnya cukup mengejutkan ini.

"Nggak, tuh. Aku udah tahu gimana wajah tuan Viar. Jadi, nggak penasaran lagi."

"Kamu tahu? Beneran? Kapan kamu lihatnya, Ma? Aku saja baru kali ini bertemu dengan tuan Viar. Dan ternyata, dia itu tidaklah buruk rupa. Melainkan, cukup tampan untuk ukuran pria dewasa."

Sontak, Fatma langsung menyemburkan air jus yang baru saja ia minum. "Uf ... uhuk-uhuk."

"Kamu apa-apaan sih, Ma. Jorok banget tahu nggak?" Riyan kesal dengan tingkah Fatma yang langsung menyemburkan minuman ke lengannya.

"Uhuk! Apa kamu bilang? Tampan? Yang benar saja." Dengan wajah sangat tak percaya, juga napas yang masih belum stabil, Fatma berucap sambil menatap lekat ke arah Riyan.

"Ya. Kenapa? Kaget? Katanya udah tahu gimana wajah tuan Viar. Lah sekarang, kenapa malah terkejut?"

"Kamu nggak bohong, kan pa? Wajah ... tuan Viar itu tampan? Lah bukannya dia dikabarkan buruk rupa, Pa?"

Syok. Tentu saja Fatma sangat amat syok dengan kabar yang suaminya bawa. Karena sebelumnya, dia juga belum pernah melihat wajah Viar yang di rumorkan buruk rupa dan menyeramkan itu.

Papa Bia lalu menceritakan semuanya. Bagaimana keadaan Viar yang jauh dari bayangan mereka. Sementara Fatma, dia mendengarkan dengan seksama. Kini, perasaan tak percaya itu sudah lenyap seketika ketika suaminya bercerita dengan wajah yang sangat serius.

"Jadi, tuan Viar itu kenyataannya tampan, pa?"

"Iya, Ma. Tampan. Tidak sedikitpun ada cacat di wajahnya."

"Tapi ... walaupun dia tampan, dia tetap punya rumor lain yang menakutkan, pa. Dia seorang monster yang sudah membunuh kedua istrinya. Dia tetap tidak layak untuk Siska kita."

Si suami hanya memberikan anggukan pelan saja. Pikirannya masih teringat akan apa yang sudah ia lihat pagi ini. Sepertinya, Salbia terlihat masih baik-baik saja. Bahkan, Bia malah terlihat cukup bahagia ketika lepas dari tangannya. Karena itu, satu pertanyaan kembali muncul dalam benak papa Bia. Yaitu, apakah benar kalau tuan Viar itu monster? Atau, malah itu hanya rumor bohong belaka. Sama seperti rumor tentang wajah tuan Viar yang menyeramkan. Hanya sebatas rumor tanpa landasan saja.

*

"Itu ... makam mama kamu, Bia?"

"Iya, tuan. Ee ... mas Viar. Itu makam mamaku. Mas Viar bisa tetap di sini. Biar aku sendiri yang pergi. Atau, jika mas takut aku kabur, bisa izinkan aku pergi dengan salah satu penjaga yang mas bawa," kata Bia dengan tenang.

Viar memberikan tatapan tajam ke arah Bia.

"Siapa bilang aku takut kamu kabur? Nggak. Karena aku jamin, kamu nggak akan bisa kabur dariku."

"Ya sudah kalo gitu, izinkan aku pergi sekarang."

"Aku juga ikut."

"Ikut?" Wajah Bia terlihat sangat amat tak percaya saat Viar mengatakan ingin turun di tempat umum seperti pemakaman ini. Karena yang Bia tahu, Viar itu sangat amat sulit untuk menampakkan dirinya di muka umum.

"Iya. Ikut kamu ke makam mamamu. Kenapa, Bia? Kamu tidak bersedia aku ikut berziarah?"

"Bu-- bukan gitu. Aku ... aku tidak yakin kamu beneran akan turun, Mas Viar. Ini tempat umum. Kenapa tiba-tiba ingin menampakkan wajah di tempat seperti ini?"

Viar malah tersenyum kecil akan apa yang baru saja Bia katakan. "Jawabannya simpel, nona Bia. Aku sudah menampakkan diri di kantor urusan agama. Jadi, sekarang tidak ada alasan untuk aku menutup diri dari dunia lagi."

Bia semakin kebingungan sekarang. Jawaban yang Viar berikan bukan malah mengobati rasa penasaran, tapi malah sebaliknya. Menambah rasa penasaran yang sudah ada sehingga menumpuk tinggi.

"Maksudnya?"

"Turun sekarang atau kau akan aku ajak pulang sekarang. Pilih mau yang mana."

Karena ucapan itu, Bia langsung memilih turun dengan cepat. Sementara Viar, mengikuti apa yang Bia lakukan dengan senyum kecil di bibirnya.

Usai melakukan ziarah, mereka segera kembali ke rumah. Sepanjang perjalanan hanya diam tanpa bicara. Baik Bia maupun Viar, mereka sibuk dengan pikiran masing-masing.

Terpopuler

Comments

Eric ardy Yahya

Eric ardy Yahya

Bapak laknat , beraninya dia mengancam anaknya sendiri hanya karena gak dapat apa yang dia mau , dasar Tau Bangka Matre

2024-01-27

0

ciru

ciru

cakeep

2023-11-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!