Pembelaan dari Salbia langsung membuat Viar merasa geli hati. Tanpa aba-aba lagi, Viar langsung melepaskan tawa renyah yang langsung membuat Bia terpaku. Kali ini, bukan karena takut, melainkan, karena kagum akan keindahan yang ada di depan mata.
Keindahan akan seorang pria. Meskipun sudah disebut pria dewasa, tapi ketampanan yang ia perlihatkan tidak bisa dikalahkan oleh umurnya sendiri. Wajah itu seperti baru berusia dua puluh tujuh atau dua puluh delapan tahun saja. Karena terlihat dari guratan indah yang masih awet dan muda.
"Salbia-Salbia. Kamu itu belum genap satu hari tinggal bersamaku di sini, sudah bisa memuji aku. Sungguh luar biasa yah. Aku penasaran, bagaimana jika kamu tinggal bersamaku selama satu atau dua bulan? Apa kamu akan terus jadi penjilat yang setia terhadap aku?"
Penjilat. Kata itu langsung membuat kekaguman yang sebelumnya ada dalam hati Bia lenyap seketika. Dengan wajah kesal, Bia mengalihkan pandangan dari Viar.
"Ya Tuhan. Salah aku barusan itu mengagumi pria ini. Fisiknya memang tidak sama dengan apa yang orang-orang bicarakan. Tapi ucapannya, sungguh luar biasa berbisa. Sama persis dengan yang orang luar katakan. Sungguh menyebalkan."
Meskipun Bia berucap dengan suara pelan, tapi tetap saja, ucapan itu masih bisa Viar dengar dengan baik. Dan tentu, ucapan Bia barusan langsung membuat Viar memberikan tatapan tajam ke arah Bia.
"Ngomong apa kamu barusan, Salbia? Kamu ngomongin aku? Berani sekali kamu yah."
"Eh ... nggak kok, Tuan Viar. Aku nggak lagi ngomongin kamu."
"Kamu pikir aku budeg ya, Salbia? Jelas-jelas aku dengar kamu lagi ngomongin aku barusan."
"Ya habisnya, kamu bilang aku penjilat. Enak saja ngatain aku seperti itu. Meskipun aku ini hanya sebatas gadis pelunas hutang, tapi aku bukan penjilat, tuan Viar. Aku hanya berucap sesuai dengan apa yang hatiku rasakan. Sesuai dengan apa yang aku pikirkan. Tidak bicara omong kosong hanya untuk membuat orang lain merasa bahagia dengan apa yang aku katakan."
Yah ... Salbia yang semakin berani ini malah membuat Viar terdiam. Tapi, hal itu malah yang Viar harapkan. Keberanian Salbia dihadapannya. Dia semakin merasa kalau Salbia sama persis dengan orang yang ia sayangi. Meisya.
'Salbia. Kamu yang seperti ini semakin terlihat mirip Meisya. Aku semakin merindukan dirinya, Tuhan. Merindukan canda tawa dan kedekatan Meisya.'
Tapi, walau bagaimanapun, Viar sadar. Bia dan Meisya adalah dua manusia yang berbeda. Tidak mungkin punya sifat yang sama persis satu dengan yang lain.
Sambil bangun dari duduknya, Viar berucap. "Salbia. Lupakan apa yang sebelumnya telah kita bicarakan. Sekarang, aku ingin kamu mengatakan apa yang kamu inginkan dari aku sebagai imbalan atas pernikahan yang sebentar lagi akan terjadi diantara kita."
Salbia menatap lekat Viar. "Imbalan? Maksudnya?"
"Katakan apa yang kamu inginkan! Apapun itu, akan aku berikan. Karena aku tidak suka bekerja sama tapi tidak memberikan imbalan yang berarti buat orang yang sedang bekerja sama denganku."
Pertanyaan yang sama dengan sebelumnya. Jika tadi Bia bingung dengan apa yang paling ia inginkan dari pertanyaan ini, tapi sekarang, dia sudah sangat yakin dengan apa yang akan ia jawab dari pertanyaan tersebut.
"Tuan Viar, aku ingin tuan menjaga makam mamaku. Pastikan kalau papa atau siapapun tidak bisa menyentuh makam itu. Karena hanya itu yang aku punya dalam hidup ini. Tempat peristirahatan terakhir mama."
Viar langsung memutar tubuhnya untuk melihat Bia. Dengan tatapan tak percaya, dia menatap lekat wajah Salbia yang terlihat begitu polos di depannya.
"Apa ... apa hanya itu yang kamu inginkan dari aku, Salbia?"
"Ya. Hanya itu saja."
"Kenapa kamu tidak minta rumah? Mobil? Perhiasan? Atau ... uang dan kekayaan lainnya? Kenapa hanya minta aku menjaga makam mamamu yang bahkan jika dipikir-pikir, tidak akan ada yang ingin mengganggunya."
"Anda salah, tuan Viar. Aku datang hari ini ke kediaman anda juga karena aku takut makam mamaku di rusak oleh orang yang tidak punya perasaan. Karena itu, aku minta anda menjaganya. Karena tempat itu adalah tempat yang paling berharga buat aku."
Tiba di titik ini, Viar baru mengerti alasan Bia bisa ada di kediamannya. Dia pun berjanji pada Bia untuk memenuhi apa yang Bia inginkan.
"Kamu bisa kembali sekarang, Bia. Pembicaraan kita sudah selesai."
"Baik."
Setelah kepergian Bia meninggalkan taman tersebut, Viar lalu memanggil Fahri dengan cepat.
"Ya, Tuan."
"Fahri. Selidiki lagi tentang gadis pelunas hutang yang tuan Riyan antar kan ke kediaman ini. Aku ingin tahu semuanya. Semua hal kecil sekalipun."
"Baik, tuan. Akan saya lakukan."
"Ee ... maaf, saya juga punya kabar lain untuk, Tuan."
"Kabar apa? Katakan dengan jelas!"
"Ini soal nenek tuan yang akan mempercepat hari kepulangan. Tidak hanya itu saja. Nenek juga datang bersama nona Feby, Tuan Viar."
"Feby?" Nama itu seketika mengubah wajah Viar menjadi agak kesal.
"Ya, tuan Viar. Nona Feby juga ikut kembali."
*
Semua surat menyurat sudah siap. Sekarang, Viar hanya perlu menikah dengan Bia saja lagi. Karena pernikahan butuh wali, bagaimanapun, papa Salbia terpaksa di panggil datang kembali oleh Viar untuk menjadi wali nikahnya dengan Salbia.
"Tuan Viar meminta anda datang ke kantor KUA besok pagi. Karena besok, tuan Viar akan menikah dengan nona Salbia."
Tentu saja pesan yang di sampaikan kepala pelayan itu membuat terkejut seisi rumah. Namun, belum sempat ada yang mengeluarkan suara, kepala pelayan itu malah mengangkat bibir lagi untuk melanjutkan pesan dari majikannya.
"Tidak ada yang boleh ikut ke pernikahan tuan Viar. Tuan Riyan hanya diizinkan datang sendiri."
"Tapi .... " Mama Siska ingin membantah. Namun ucapannya langsung tertahan saat papa Bia memberikan tatapan tajam ke arah perempuan itu.
"Jangan ada yang membantah ucapan tuan Viar. Jika tidak, kalian semua akan berada dalam keadaan sulit."
"Baiklah. Kami tidak akan membantah. Saya akan datang sendirian esok pagi. Tidak perlu cemas."
Setelah semua urusan beres, kepala pelayan itu pamit dari kediaman papa Bia. Tentu saja keributan langsung tercipta setelah kepala pelayan itu meninggalkan rumah tersebut.
"Aish, akhirnya ... Salbia akan dinikahkan juga oleh tuan Viar. Dengan begini, aku bisa tidur nyenyak malam ini," kata Siska dengan rasa lega.
Bagaimana tidak? Selama pernikahan belum terjadi, maka hatinya akan terus merasa takut. Ia takut jika tuan Viar tidak akan menerima Salbia yang mereka tukar dengan hutang besar dari keluarga ini. Karena bagaimanapun, Salbia tidaklah seberharga dirinya menurut Siska.
"Iya, Sis. Mama juga bisa tidur nyenyak malam ini. Akhirnya, kekhawatiran kita lenyap juga."
"Tapi aku tidak."
Kata-kata itu seketika membuat Riyan jadi pusat perhatian. Anak dan istrinya langsung memberikan Riyan tatapan tajam yang sangat menusuk. Layaknya pemangsa yang sedang bertemu dengan mangsa empuk. Langsung ingin menerkam. Lalu, memakannya bulat-bulat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
ciru
cakeep
2023-11-24
0
Elena Sirregar
kenapa ibu tiri dan kakak tiri selalu tidak baik dalam cerita novel tapi ga semua sih
2023-10-10
1