Kata-kata itu seketika membuat Riyan jadi pusat perhatian. Anak dan istrinya langsung memberikan Riyan tatapan tajam yang sangat menusuk. Layaknya pemangsa yang sedang bertemu dengan mangsa empuk. Langsung ingin menerkam. Lalu, memakannya bulat-bulat.
"Maksud kamu apa, Pa? Kamu tidak suka kalau tuan Viar menikah dengan anakmu yang tidak jelas itu?"
"Iya, pa. Papa nggak suka kalau Bia menikah? Dia akan punya kehidupan yang menyenangkan lho, Pa."
"Bukan papa tidak senang akan hal itu, Siska. Tapi papa akan lebih senang jika itu kamu yang menikah dengan tuan Viar."
Sontak, ibu dan anak kompak langsung bangun dari duduk santai mereka. Tentu saja dengan tatapan marah, mereka kompak melihat ke arah Riyan.
"Apa! Papa ngomong apa barusan? Papa senang kalau yang menikah dengan tuan Viar itu aku? Apa papa tidak salah ucap, Pa? Papa nggak menginginkan aku lagi ada di sini?"
"Iya, Mas! Kamu sudah tidak punya pikiran waras ya? Kamu malah senang jika putri kita yang cantik ini menikah dengan pria kejam seperti tuan Viar. Ingat, Pa. Salbia belum tentu anak kamu seutuhnya. Ibunya Bia bukan wanita baik-baik."
"Ya Tuhan, kalian berdua ini belum apa-apa udah nyerang aku begini."
"Aku ingat akan semuanya, Ma."
"Lalu, kenapa malah ngomong hal yang tidak enak seperti barusan?" Siska masih terlihat gusar meski papanya menyangkal akan apa yang ia katakan barusan.
Riyan bangun dari duduknya. Lalu, menyentuh pelan pundak Siska yang saat ini masih berdiri tegap dengan tangan di lipatkan ke depan.
"Siska sayang. Maksud papa itu begini. Jika saja tuan Viar itu bukan monster, maka papa akan lebih bahagia jika yang menikah dengan tuan Viar itu kamu. Karena kamu yang cantik ini sangat pintar. Tidak seperti Salbia yang polos itu."
"Dengan menikah, keluarga kita pasti akan menerima kejayaan yang laur biasa. Ketenaran, dan nama yang besar. Tapi sayangnya, pernikahan tuan Viar dengan Bia tidak akan menghasilkan keluarga kita hal tersebut. Selain menjadi pelunas hutang, Salbia tidak akan bisa kita manfaat apapun lagi."
Tentu saja Siska dan mamanya langsung mengubah air wajah karena ucapan Riyan yang jujur barusan. Memang, Siska saja sangat menginginkan posisi sebagai nyonya Viar selama ini.
Hanya saja, dirinya lebih sayang dengan nyawa yang ia punya dari pada kekayaan yang dijanjikan. Lagipula, dia juga sangat takut dengan yang namanya Viar. Dia tidak ingin menghabiskan sisa hidupnya dengan menderita.
"Siapa yang rela melepaskan tuan Viar, coba Pa? Jika saja tuan Viar itu tidak seburuk rumor yang beredar, maka akulah yang akan menikah. Tidak perlu papa usulkan lagi, aku yang maju duluan."
"Tapi sayangnya, Tuan Viar itu sangat amat menakutkan. Dia monster menyeramkan yang tidak pernah terlihat setelah ia membunuh istri keduanya itu," kata Siska dengan wajah sedih dan kesal.
"Eish! Ya sudahlah, sayang. Cantik mama bisa mendapatkan pria kaya yang lainnya, bukan?" Mama Siska menyentuh pelan lengan anaknya. "Mama yakin seratus persen, kalau kamu pasti banyak yang suka. Pria mana saja yang kamu inginkan, pasti akan kamu dapatkan. Percaya deh sama mama."
Tentu saja pujian itu semakin membuat Siska besar kepala. Dengan senyum yang terlihat sekali bahwa dia bangga akan apa yang ia miliki, Siska menatap lurus ke depan.
Obrolan malam keluarga Riyan terus berlanjut hingga beberapa saat lamanya. Pujian akan Siska yang cantik, terus terdengar dari mama dan papanya yang memang begitu membanggakan dirinya sejak kecil hingga dewasa seperti saat ini.
Antara Salbia dan Siska, selalu mendapat perbandingan. Karena Siska anak kebanggan keluarga, sementara Bia anak terbuang. Tentu saja dia yang akan selalu di rendahkan.
Tapi pada dasarnya, Salbia lah yang selalu lebih unggul dari Siska. Bia pintar, selalu menerima peringkat pertama. Tapi, tetap tidak dikaui oleh keluarga. Termasuk, papanya sendiri.
Alasannya cukup sederhana. Karena Bia hanya bersekolah di sekolah sederhana dan swasta. Sedangkan Siska, dia bersekolah di sekolah negeri yang sangat elit. Makanya, nilai Bia tidak pernah di pandang.
Dari segi kemampuan, tentu saja Bia lebih baik dari Siska yang manja. Tapi sayangnya, Bia tidak pernah mendapatkan nilai dari itu, karena Siska selalu merusak segalanya. Sementara kecantikan, Bia juga lebih cantik dari Siska yang selalu berlebihan. Tapi tetap saja, Salbia tidak akan pernah terlihat baik di mata siapapun di dalam keluarga papanya.
Karena sebenarnya, nilai diri itu bisa terlihat pada tempat di mana kita dihargai, bukan di mana kita berusaha untuk dihargai. Karena orang yang tidak suka akan diri kita, tentu tidak akan mampu menghargai kita sebaik apapun diri kita yang sudah berusaha kita perlihatkan.
*
Paginya, seperti yang sudah dibicarakan sebelumnya, papa Bia datang ke kantor KUA untuk menjadi wali. Dia datang sendiri seperti yang Viar inginkan.
"Tuan Fahri, anda sudah datang? Di mana tuan Viar?" Papa Bia menyapa tangan kanan Viar dengan ramah.
"Tuan Riyan. Tuan Viar sudah ada di dalam. Tuan sudah menunggu anda sejak tadi."
"Aish! Maafkan saya karena jalanan agak macet tadi. Karena itu saja sedikit terlambat."
"Tidak masalah. Anda masih punya waktu untuk masuk ke dalam, tuan Riyan. Silahkan!"
Papa Bia melakukan apa yang Fahri katakan. Sejujurnya, dia agak kesal dengan sikap Fahri yang tidak sedikitpun menganggap tinggi dirinya. Fahri selalu mengabaikan dia. Padahal, Fahri hanya seorang asisten saja. Tidak lebih dari itu.
"Permisi. Maaf karena saya datang terlambat," ucap papa Bia mencoba untuk terlihat semanis mungkin di depan semua orang.
"Orangnya sudah datang, pak. Mari kita lakukan pernikahan secepatnya."
Sontak, pria yang membelakangi itu mengingatkan papa Bia akan tuan Viar. Karena itu, dia segera maju untuk melihat seperti apa tuan Viar yang sebenarnya.
"Tuan Vi .... "
Papa Bia tertegun ketika dia sudah berhasil melihat wajah orang yang selama ini ingin ia lihat. Wajah yang sangat jauh dari apa yang telah ia bayangkan sebelumnya. Bahkan, berbanding terbalik dengan apa yang ia pikirkan sebelumnya.
"Anda ... tu-- tuan Viar?" Papa Bia benar-benar tidak percaya kalau pria yang saat ini ada di hadapannya adalah tuan Viar yang paling terkenal.
Bagaimana tidak? Pria itu sangat tampan. Meski usia sudah cukup dewasa, tapi wajahnya sedikitpun tidak terpengaruh. Jauh. Sangata jauh dari apa yang dirumorkan.
"Ba-- bagaimana mungkin?" Lagi, papa Bia berucap membuat kesabaran Viar semakin menipis.
"Cukup, tuan Riyan. Aku paling tidak suka orang gagap bicara denganku. Sekarang, kamu ingin menikahkan putrimu dengan aku atau ingin menjemput putrimu untuk kamu bawa pulang?"
"Kamu bisa ambil pilihan dengan cepat. Namun, ingat juga apa kosekuensinya. Aku tidak suka bermain-main."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
ciru
cakeepp
2023-11-24
0
Patrick Khan
.maen tuker2 aja..di kira apa nie..pak tua gilaaaaaaaaaa..🤬😡
2023-10-10
1
Elena Sirregar
orang serakah kayak papa nya Biar memang gila. dah nampak muka Viar mau merubah fikiran tukar Biar sama Siska yg nikah sama Viar
2023-10-10
1