"Tuan Viar. Nona Salbia sudah tiba."
"Ya. Kamu bisa pergi." Tuan Viar berucap tanpa mengalihkan pandangan sedikitpun dari apa yang sedang ia perhatikan.
"Baik, Tuan. Permisi."
"Mm."
Setelah beberapa detik dari kepergian bi Nunung, Viar baru mengalihkan pandangannya dari apa yang ia lihat tadi. Seketika, dia diam terpaku saat melihat Bia dengan tampilan berbeda sekarang.
Wajah polos dengan polesan bedak tipis, plus, pelembab bibir pink cair yang sedikit menghidupkan aura wajah Salbia yang memang sudah cantik pada dasarnya. Hal itu membuat Viar tidak bisa langsung mengalihkan pandangan dari gadis muda yang saat ini ada dihadapannya.
"Tu-- tuan ... Viar. Apa ... apa ada yang salah dengan tampilan saya sekarang?" Dengar berani Salbia melontarkan pertanyaan.
Sebenarnya, dia juga sangat gugup saat mengatakan apa yang baru saja ia ucapkan. Namun, rasa penasaran akan ekspresi dari tuan Viar sekarang membuat pertanyaan itu tidak bisa Bia tahan.
Sementara itu, pertanyaan yang Bia lontarkan langsung menyadarkan Viar dari apa yang baru saja ia lakukan. Secepat kilat ia berusaha mengalihkan pandangannya dari Bia.
"Apa yang kamu tanyakan barusan? Tidak ada yang salah. Lagipula, apa perduli nya aku dengan penampilan yang kamu perlihatkan?"
"Namun, penampilan ini jauh lebih baik dari sebelumnya. Jauh lebih segar untuk dilihat. Dari pada penampilan kamu tadi pagi, bikin mataku berkunang-kunang saja."
"Lain kali, baju kekurangan bahan kek gitu tidak perlu kamu pakai. Karena di tempatku, masih banyak baju normal yang bisa kamu kenakan sesuka hati."
Mendengar ocehan tuan Viar, Bia hanya diam saja. Dia tidak ingin menjawab setiap kata yang dia anggap sedikit berbeda dengan yang lainnya.
'Ya ampun, katanya tidak peduli dengan penampilan. Tapi nyatanya, kata-kata berikutnya malah jauh berbeda dengan yang pertama ia ucapkan. Apakah memang seperti ini manusia yang ada di hadapanku sekarang?' Bia berucap dalam hati sambil mendengus pelan.
"Hei! Kamu dengar apa yang aku katakan, bukan?"
Seketika, Bia langsung dibuat terkejut dengan pertanyaan barusan. Dia pun langsung memfokuskan kembali pandangannya ke arah pria bermulut emak-emak yang saat ini sedang menatap tajam ke arahnya.
"Iy-- iya, Tuan. Saya ... dengar."
"Jangan gagap, Salbia. Aku tidak suka."
"Dan lagi, jangan panggil aku tuan. Kau bukan pelayan ku. Aku bukan majikan mu sekarang."
"Tapi nyatanya, aku .... "
"Kau ingin aku pulangkan kembali ke rumah orang tuamu sekarang juga, Bia? Jika iya, maka bantahlah apa yang sedang aku katakan."
"Tidak. Maafkan aku, Tuan ... itu, anu ... maafkan aku m-- mas ... mas ... Viar."
Berat sekali buat Bia untuk meloloskan kata-kata panggilan baru itu untuk Viar. Tapi akhirnya, lolos juga meski harus ia perjuangkan sekuat tenaga. Tapi sepertinya, perjuangan itu belum berakhir buat Bia. Karena setelah nama panggilan itu berhasil, tuan Viar malah memberikannya tatapan tajam yang menusuk.
"Apa aku begitu tidak cocok dengan panggilan itu, Bia? Sampai-sampai, kamu harus berjuang mati-matian untuk meloloskan kata itu dari bibirmu?"
"Tidak. Bukan begitu." Bia dengan wajah bersalahnya menjawab cepat.
"Lalu?"
"Aku hanya butuh waktu, Tuan Viar. Aku harap, anda mengerti dengan apa yang aku rasakan."
Viar menatap Bia dengan tatapan lekat. Dalam hati, ia membenarkan apa yang baru saja Bia katakan. 'Ya Tuhan, aku yang terlalu gegabah ternyata. Dia bukan Meisya. Sudah pasti ia butuh banyak waktu untuk beradaptasi dengan dunia barunya ini.'
Viar lalu mengusap kasar wajahnya sesaat. Kemudian, ia kembali mendudukkan bokongnya di atas kursi taman yang ada di belakangnya.
"Ya sudah. Sekarang, duduk dulu kamu. Aku ingin bahas apa saja yang harus kamu lakukan selama menjadi istriku nanti."
"Nih, baca!" Viar menyodorkan selembar kertas ke arah Bia yang baru saja duduk di depan Viar.
"Kamu hanya perlu bersikap sebagai istriku di depan keluarga saja. Sedangkan di depan orang lain, sepertinya tidak perlu. Lagipula, aku juga tidak akan bertemu banyak orang. Karena aku tidak suka dengan keramaian dan orang asing."
Salbia pun melirik Viar sesaat. Kemudian, dia kembali fokus dengan surat perjanjian yang saat ini ada di tangannya.
"Apakah ... kamu ingin menikah hanya karena keluargamu yang memaksa, Tuan?"
"Iya. Aku menikah karena nenek yang mengharapkan pernikahan ini. Nenek akan kembali minggu depan, karena itu, aku menikah sekarang. Sebab, setelah nenek kembali, maka aku sudah punya istri. Kamu juga sudah terbiasa dengan rumah ini. Jadi, nenek gak akan curiga jika aku menikah hanya karena sebatas menikah saja."
"Kenapa kamu tidak benar-benar mencarikan istri yang tulus untukmu, tuan? Kenapa malah mencari dari gadis terbuang seperti aku? Yang hanya seorang gadis pelunas hutang saja?"
Entah kenapa, kejujuran Viar barusan membuat Bia begitu berani. Tanpa rasa takut sedikitpun lagi, dia melepaskan apa yang ingin ia lepas.
Apa yang ingin ia ketahui, langsung saja ia utarakan dengan berani. Sangat berbeda jauh dari sebelumnya. Saat di mana ia merasa sedikit takut untuk berucap.
Viar tidak langsung menjawab pertanyaan Bia. Ia malah menatap lekat Bia selama sesaat. Rasa itu, rasa tenang yang entah kenapa bisa muncul, yang membuat Viar serasa berpindah ke waktu sebelumnya. Waktu di masa lalu. Di mana gadis yang sama juga berada di hadapannya.
"Meisya."
Tanpa sadar, nama itu lolos begitu saja dari bibir Viar. Membuat Bia langsung menatap bingung ke arahnya.
"Meisya? Siapa? Aku Salbia? Apa anda lupa, tuan Viar? Namaku Salbia."
"Ah! Aku tidak lupa dengan namamu. Kamu Salbia, aku sudah tahu. Tidak perlu kau ulangi lagi. Aku hanya salah menyebut. Tapi ... ah! Jangan bahas kesalahanku. Karena aku adalah orang yang paling berkuasa di sini."
Salbia hanya tersenyum kecil. Entah kenapa, barusan ia merasa kalau Viar yang agung itu sepertinya sedang gugup. Dan gugupnya itu terasa sangat lucu bagi Bia. Rasanya, ingin sekali Bia tertawa. Tapi, dia tidak melakukannya. Karena ia masih sadar di mana batasan diri yang harus ia jaga.
"Ya, maafkan saya."
"Ya sudah, tidak perlu dibahas lagi. Untuk pertanyaan mu kenapa aku malah memilih istri dari gadis pelunas hutang? Ya itu seharusnya kamu juga tahu jika namaku di luar sana tidaklah bagus. Rumor tentang aku sungguh sangat buruk sehingga tidak memungkinkan untuk aku mencari seorang istri. Jangankan yang tulus, yang ingin mengejar harta saja tidak akan rela."
"Tapi ... rumor itu tidak benar. Karena dirimu yang aku lihat sekarang, tidak sama dengan yang orang lain ceritakan."
Pembelaan dari Salbia langsung membuat Viar merasa geli hati. Tanpa aba-aba lagi, Viar langsung melepaskan tawa renyah yang langsung membuat Bia terpaku. Kali ini, bukan karena takut, melainkan, karena kagum akan keindahan yang ada di depan mata.
__________________________________________
*Catatan kecil.
Up pelan ya teman-teman. Sabar .... Hehehe.
Yang komen masih belum ku balas, harap sabar juga yah. Lagi banyak kerjaan soalnya. Hihihi ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
ciru
cakeep.
2023-11-24
0
Cahaya_nur
Meisya siapa ya? Perempuan dimasa lalu nya Viar kah atau mungkin orang yang Viar suka lagi 🤔🤔🤔🤔
2023-10-10
1
Sarah Kareem
gak sabar nunggu sama2 bucin.. 😁
2023-10-09
1