Happy reading!❤🩹
•
•
•
Suara gaduh terdengar dipenjuru ruangan, banyak murid berbondong - bondong menuju kantin guna mengisi perut mereka.
Tapi tidak dengan Ara, gadis itu tengah membenamkan wajahnya diantara lipatan tangan, sangat malas untuk beranjak dari kelas.
Dia masih memikirkan perkataan ayahnya semalam, membuat dua gadis itu tengah menatapnya khawatir.
Devina terus membujuk gadis itu untuk berbicara, tapi yang dia dapat hanya jawab singkat dari gadis itu.
Kemarin saja Ara baik - baik saja bahkan dia sangat ceria tapi lihat sekarang wajah gadis itu seperti tidak memiliki gairah hidup.
"Ra lo beneran nggak papa kan?" tanya Devina dengan hati-hati.
"Gue gak papa." Singkat gadis itu tanpa mengalihkan pandangannya.
Feby menghela nafas pelan, " yaudah gue sama Devina mau ke kantin... lo beneran gak mau nitip sesuatu Ra?"
"Gak laper."
"Kita ke kantin dulu ya," lanjut Feby.
Ara hanya berdeham kecil sebagai jawaban, gadis itu masih setia dengan posisinya.
Kedua gadis itu meninggalkan Ara dikelas, sebenarnya mereka ingin menemani gadis itu, tapi perut Devina sudah berbunyi sejak tadi.
"Kerja kelompoknya jadi di rumah lo Dev," tanya Feby.
Devina mengangguk, "iya udah pada setuju di rumah gue."
Devina dan Feby tengah berjalan menuju kantin, lorong sekolah terlihat lumayan sepi, hanya terlihat beberapa orang saja.
"Menurut lo Ara kenapa Dev?"
"Mana gue tahu," sahut Devina dengan wajah tidak biasa.
"Ya biasa aja monyet." name tag dengan nama Feby Febiola menjitak kepala Devina sedikit keras, membuat gadis itu mengaduh di tempat.
"Heh sakit bego," omel Devina. Wajahnya terlihat memerah menahan kesal.
Setelah sampai di kantin, kedua gadis itu menghela nafas kasar, suara riuh terdengar sangat jelas.
Devina menatap sekitar, mencari tempat duduk yang tersisa, setelah menemukannya segera gadis itu menuju meja yang dia cari.
Sedangkan Feby rela mengantri memesan makanan, kalau Devina ikut mengantri mereka pasti tidak mendapatkan tempat duduk.
Hampir 10 menit Feby mengantri, akhirnya gadis itu berjalan membawa nampan pesanannya, menuju meja yang diduduki Devina.
"Akhirnya soto gue dateng," girang Devina.
Feby tidak hanya membeli makanan untuk Devina dan dirinya saja, tapi dia juga membeli roti untuk Ara agar bisa mengganjal perut gadis itu, kedua gadis itu tidak mau Ara sakit.
Devina mengerucutkan bibirnya sedih, "gue khawatir sama Ara, tumben - tumbenan dia kaya gitu."
Sebenarnya tadi pagi Devina ingin mengatakan sesuatu, tapi melihat wajah murung gadis itu dia merasa tidak tega, Mungkin Devina bisa membicarakannya kepada Ara lain waktu walaupun terlambat.
"Mungkin Ara belum siap buat cerita... kita bisa bujuk nanti," balas Feby.
"Tapi Feb--" terpotong karena Feby menyerah ucapannya.
"Stop! kita gak punya waktu lama Dev.. sekarang abisin makanan lo, masalah Ara kita bicarain nanti," sela Devina.
Gadis itu melanjutkan acara makannya yang tertunda, sedangkan Devina hanya diam menurut.
......................
"Farhan bantu cari materinya dong," gerutu Devina.
Kini mereka tengah di rumah Devina, mengerjakan tugas kelompok biologi, Ara dan Feby bertugas untuk mencatat, Devina mencari materi, sedangkan Deon dan Farhan hanya menumpang nama saja.
Farhan menatap Devina yang didepannya, "kan udah gue bantu tadi."
"Bantu apa?" tanya Feby dengan wajah bingung.
"Bantu doa," celetuk Farhan.
Feby yang kesal, melempar buku tipis ke wajah Farhan membuat cowok itu mengumpat.
"Heh... apa ini kok ribut - ribut." Kedatangan Rania, membuat mereka menghentikan pekerjaannya, menatap wanita cantik berumur 48 tahun yang tengah berjalan membawa cemilan,diikuti bik inem dari belakang.
"Eh tante cantik," goda Deon. Menunjukan wajah tengilnya, membuat Rania tersenyum malu.
"Aduh ngerepotin... jadi enak deh tan."
"Bisa aja kamu han... kalian lanjutin, tante mau kebelakang dulu ya."
"Terimakasih tante," ucap mereka serentak.
Devina menutup buku cetaknya, "istirahat dulu... nanti kita lanjutin lagi."
Sedangkan gadis itu hanya menatap Ara yang tetap diam sejak tadi, berbicara pun hanya seadanya. Devina bingung, apa yang terjadi pada Ara.
......................
Ara tengah menatap pantulan wajahnya dicermin. membenarkan letak rambutnya yang sedikit menutupi mata bulat gadis itu.
Malam ini dia akan segera bertemu calon suaminya, rasanya Ara ingin menangis, harus menerima lamaran orang yang sama sekali belum pernah dia temui, bahkan dia harus melupakan cinta pertamanya.
Ara sudah memutuskan untuk menerima perjodohannya, demi ayah dan almarhum kakeknya.
Ketukan pintu mengganggu penghuni kamar, gadis itu segera merapikan diri, mengecek kembali penampilannya, setelah merasa cukup Ara menuju pintu lalu membukanya.
Aditama menatap kagum Ara, "masya Allah...putri ayah cantik sekali."
"Makasih ayah."
"Ara sudah siap kan?" tanya Aditama memastikan.
Ara menghela nafas pelan dan menganggukkan kepalanya.
"Ayo sayang.. mereka sudah datang."
Segera Aditama menggandeng tangan putrinya, menuntun Ara menuju ruang tamu untuk menemui calon suaminya.
"Ara!" panggilan seorang gadis yang dia kenal membuat Ara yang awalnya menunduk, langsung mengangkat wajahnya kedepan.
Menatap semua orang disana, membuat mata Ara membelalak kaget. Kenapa Devina, Darren dan kedua orang tua mereka disini?
Ara menatap wajah Aditama meminta penjelasan, "maksudnya apa ayah?"
"Ara duduk dulu sayang," sahut Rania lembut.
Aditama menuntun putrinya untuk duduk disebelah Darren, Ara hanya diam menurut, gadis itu masih mencoba mencerna apa yang terjadi.
"Jadi gini Ara... almarhum orang tua ayahmu dan om dulu sepakat untuk menjodohkan kalian berdua, karna itu sudah tradisi zaman dahulu. Sejak kematian ayah saya, saya beserta istri dan anak memiliki untuk pindah ke Singapore.. dan sejak saat itu saya kehilangan kabar tentang ayahmu... bahkan waktu ibumu sudah meninggal saya sama sekali tidak tahu,"-- David menjeda ucapannya--" tapi karena urusan bisnis saya harus kembali ke Indonesia dan tidak sengaja saya bertemu Aditama... kita membicarakan perjodohan kamu dan Darren sudah sangat lama, tapi kita menunggu waktu yang tepat." Jelas David.
"Tidak perlu khawatir Ara..kamu dan Darren bisa melangsungkan pernikahan saat kamu sudah lulus SMA dan bisa melanjutkan kuliah kamu," lanjut David menjelaskan.
"Bagaimana Ara.. mau menerima perjodohan ini?"
Ara seperti orang linglung sekarang menatap mereka bergantian, tatapannya tertuju pada Devina, gadis itu tengah tersenyum lebar pada gadis itu.
Jujur Devina baru mengetahui calon istri Darren saat mobil mereka terparkir di rumah Ara, Awalnya gadis itu hanya mengetahui Darren dijodohkan dengan teman rekan kerja ayahnya, bahkan Devina juga baru mengetahui orangtuanya mengenal ayah Ara.
Cukup lama menunggu jawaban dari gadis itu, membuat Darren sedikit kesal.
"Ara," gumam Darren yang masih dapat didengar gadis disebelahnya.
Ara meremas dress yang dia pakai," I-ya aku mau."
Setelah ketegangan yang terjadi tadi, mereka sekarang bisa menghela nafas lega. Devina dengan senang berhambur ke pelukan Ara.
......................
Halo semua maaf banget aku baru update, karena ya baru selesai nulis..
Tolong vote, like dan komentarnya yaaaa, biar aku semangat nulis lagi....
komen next kalau kalian mau aku besok update..
terimakasih ❤🩹❤🩹❤🩹
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Aînée
sebentar lagi aku update yaa!
2023-10-18
2