Mendengar anaknya masuk rumah sakit, tuan dan nyonya Wijaya segera bergegas menuju rumah sakit tempat dokter Sam membawa Rana.
Lubna dan Riza yang juga mendengar secara langsung saat tuan Wijaya di hubungi oleh supirnya pun mengikuti tuan dan nyonya Wijaya dari belakang dengan menggunakan mobil Riza. Dan di dalam perjalan menuju rumah sakit Lubna tidak henti-hentinya menangis. Begitu juga dengan Riza yang terus merutuki dirinya sendiri. Riza tidak menyangka hal buruk akan menimpa Rana setelah apa yang dia bicarakan di meja makan saat sarapan tadi.
Sesampainya di rumah sakit, tuan dan nyonya Wijaya juga Riza dan Lubna langsung menuju ruangan dimana Lubna sedang di tangani. Karena sebelumnya dokter Sam juga sudah lebih dulu memberitahu tuan Wijaya tentang di ruangan mana Rana di tangani di rumah sakit itu.
Mereka berlarian di koridor rumah sakit bahkan sampai beberapa kali hampir menabrak orang orang yang berlalu lalang di rumah tersebut.
“Dokter.”
Tepat saat dokter Sam keluar dari ruangan tempat Rana berada, nyonya dan tuan Wijaya sampai diikuti Riza dan Lubna yang terus saja menangis di belakang mereka.
“Bagaimana keadaan Rana dok? Rana baik baik saja kan dok? Rana tidak apa apa kan?” Dengan sangat tidak sabaran tuan Wijaya bertanya pada dokter Sam. Pria itu benar benar takut kondisi putrinya akan semakin buruk.
“Kondisi Rana cukup memperihatinkan tuan. Ah ya, boleh saya berbicara berdua saja dengan anda?”
“Tentu saja.” Jawab cepat dokter Sam.
“Kalau begitu kita ke ruangan saya saja tuan. Dan untuk kalian, mohon jangan mengganggu Rana dulu. Biarkan Rana istirahat untuk saat ini.”
Setelah berkata seperti itu, dokter Sam mengajak tuan Wijaya menuju ruangan nya. Sementara nyonya Wijaya, dia hanya bisa menangis sambil berpelukan dengan Lubna yang juga menangisi keadaan kakaknya sekarang.
Riza yang melihat kekasih dan mamah mertuanya menangis hanya bisa diam saja. Hatinya juga sesak dan sakit sebenarnya dengan keadaan Rana sekarang. Riza juga merasa bersalah karena sudah membuat semuanya menjadi kacau.
--------
Di ruangan dokter Sam, tuan Wijaya mendudukkan dirinya di kursi yang ada di depan meja kerja dokter Sam. Tentunya setelah dokter Sam mempersilahkan.
“Sebelumnya saya minta maaf tuan. Tapi tadi Rana datang ke rumah saya dengan keadaan pingsan dan hidung yang mengeluarkan darah. Supir anda yang membawanya. Sebagai dokter yang menangani Rana, saya juga merasa bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada Rana. Saya juga sudah menganggap Rana seperti anak saya sendiri. Jadi boleh saya tau apa yang terjadi sebenarnya tuan?”
Tuan Wijaya menghela napas berat. Pria itu sangat yakin kondisi Rana memburuk pasti karena apa Riza katakan di meja makan tadi pagi saat sarapan. Tuan Wijaya juga sadar dirinya tidak bisa menyalahkan Riza begitu saja dengan apa yang menimpa Rana. Karena dari awal memang semua adalah salahnya. Tuan Wijaya yang mengajukan syarat pada Riza agar menikahi Rana sebelum menikahi Lubna. Jadi tidak salah memang kalau Riza menuntut untuk menikah dengan Lubna. Dan akibat dari kesalahan nya sekarang putri bungsunya lah yang menanggung sakitnya. Rana yang menjadi korban atas keegoisan tuan Wijaya sendiri.
“Semua ini salah saya dokter. Kalau saja saya tidak egois dengan menyuruh Riza menikahi Rana mungkin ini tidak akan terjadi.” Lirih tuan Wijaya.
Dokter Sam mengernyit bingung.
“Jadi maksudnya..”
“Ya dokter, Riza menikahi Rana karena saya yang menyuruh nya. Itu sebagai syarat yang saya ajukan sebelum Riza menikahi Lubna. Dan tadi pagi Riza tiba tiba mengatakan pada saya akan segera menikahi Lubna di depan Rana. Rana seperti nya merasa tersinggung dan marah. Dia berlalu pergi saja tanpa menyentuh makanan di piringnya dan...” Tuan Wijaya menggelengkan kepalanya tidak mampu melanjutkan ucapan nya. Pria itu benar benar tidak menyangka Rana akan drop karena pembicaraan di meja makan tadi pagi.
Dokter Sam menghela napas pelan. Dia tau maksud tuan Wijaya pasti baik meski memang caranya sangat salah karena justru Rana lah yang menjadi korban sekarang. Di tambah lagi cara tuan Wijaya pasti membuat perasaan putri bungsunya juga hancur.
“Saya bingung dokter. Saat itu yang saya pikirkan hanya saya ingin ada laki laki baik yang bisa membuat Rana semangat untuk sembuh. Saya hanya ingin ada laki laki yang memberikan support pada Rana dokter.” Tangis tuan Wijaya.
Dokter Sam mengangguk pelan. Dia paham dan mengerti, karena memang tidak ada orang tua yang mau kehilangan anaknya apapun alasan nya.
“Saya mengerti tuan. Saya juga sangat menyayangi Rana. Dia anak yang baik.”
“Keadaan Rana yang drop mungkin memang karena Rana yang terlalu memikirkan apa yang tadi pagi baru saja di bicarakan. Dan menurut saya untuk saat ini ada baiknya kalau kita mengikuti apa saja yang Rana inginkan. Jujur saya sendiri juga sudah tidak tahu harus melakukan apa lagi tuan. Ini sangat berat, tapi saya harus mengatakan nya. Seorang yang sudah menderita leukimia stadium lanjut sangat kecil kemungkinannya untuk bisa sembuh tuan.”
Tuan Wijaya memejamkan kedua matanya. Dia juga tau itu. Hanya saja tuan Wijaya selalu berusaha untuk percaya bahwa Tuhan pasti mau memberikan kesempatan untuk putri sulungnya bisa sembuh. Tuan Wijaya selalu berusaha untuk percaya bahwa Tuhan sangat menyayangi nya juga keluarga nya. Tuhan tidak akan membiarkan keluarga nya sedih dan sakit secara bersamaan karena kehilangan Rana.
“Untuk sekarang kita hanya bisa pasrah tuan. Kita harus yakin apapun keputusan Tuhan nanti itu pasti adalah yang terbaik. Terbaik untuk kita semua dan tentunya juga yang paling terbaik untuk Rana.” Lanjut dokter Sam.
Tuan Wijaya memejamkan kedua matanya. Dengan sangat berat hati pria itu mengangguk pelan. Harapan nya memang sangat besar untuk kesembuhan putri nya. Harapan yang jika di pikir pikir memang sangat mustahil. Harapan yang juga bisa saja membuat rasa sakitnya akan semakin parah.
“Anda harus sabar dan lapang dada menerima semua ini tuan. Tuhan selalu punya alasan baik jika memberikan ujian pada setiap hambanya.” Dokter Sam kembali berkata. Pria itu berusaha memberi ketenangan pada tuan Wijaya dalam menghadapi ujian berat yang selama bertahun tahun Tuhan berikan padanya. Yaitu dengan kondisi Rana yang tidak pernah benar benar baik sejak dia kecil.
“Ya dokter... Saya paham.” Angguk tuan Wijaya membuka kedua matanya kemudian tersenyum dengan air mata yang menetes membasahi kedua pipinya.
“Ya sudah kalau begitu saya ingin melihat keadaan Rana dokter. Permisi.” Ujar tuan Wijaya sembari mengusap air mata yang membasahi pipinya.
“Ya tuan, silahkan.” Angguk dokter Sam mempersilahkan.
Tuan Wijaya bangkit dari duduknya kemudian dengan langkah berat keluar dari ruangan dokter Sam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Safitri Anisa Desi
ayoo up lagu min😍😍
2023-10-14
0