Riza termenung di ruangan nya. Pria itu kembali mengingat apa yang di katakan oleh tuan Wijaya semalam bahwa sebenarnya Rana mengidap penyakit serius dan sudah di vonis tidak akan hidup lama lagi. Itu adalah sebab utama tuan Wijaya mengajukan syarat agar Riza menikah lebih dulu dengan Rana sebelum menikah dengan Lubna. Tentu saja karena pria baya itu ingin melihat anaknya berumah tangga sebelum akhirnya Tuhan benar benar mengambil Mutiara hatinya yang sejak dulu dia jaga dan dia lindungi dengan baik. Dan Riza, sebagai pria yang punya hati dan rasa belas kasihan pun dengan berat hati terpaksa menyetujuinya. Selain karena ingin bisa hidup bahagia dengan Lubna, Riza juga ingin memberikan secercah kebahagiaan di sisa umur Rana yang hanya tinggal beberapa bulan lagi itu.
Riza sebenarnya bingung dan terus bertanya tanya apakah benar apa yang di katakan oleh tuan Wijaya, tapi jika di pikir lagi sangat mustahil rasanya kalau tuan Wijaya mengarang cerita. Apa lagi menyangkut nyawa dan kebahagiaan putrinya. Riza selalu percaya bahwa setiap ayah pasti menginginkan segala yang terbaik untuk anak anaknya.
“Tapi kenapa Lubna nggak pernah cerita sama aku tentang penyakit kakaknya? Apa mungkin sebenarnya Lubna juga tidak tau tentang penyakit yang di derita oleh Rana..?” Gumam Riza bertanya tanya sambil mengusap pelan janggutnya yang tidak berjenggot.
Lubna memang tidak pernah menceritakan apapun tentang Rana padanya. Lubna lebih suka menceritakan tentang aktivitas nya seharian di lokasi tempat nya bekerja tanpa sedikit pun menyerempet pada cerita tentang kakaknya ataupun kedua orang tuanya.
“Aku nggak bisa begini terus.. Aku harus bicara sama Lubna sekarang juga.” Putus Riza kemudian.
Siang itu juga Riza bergegas menuju lokasi pemotretan Lubna. Pria itu tidak bisa lagi menahan diri untuk mengatakan perihal tentang dirinya yang setuju untuk lebih dulu menikahi Rana. Riza juga akan mengatakan dengan jujur alasan dirinya menyetujui untuk menikah dengan Rana.
Dalam waktu singkat Riza sudah sampai di lokasi pemotretan Lubna. Pria itu harus sedikit sabar menunggu karena saat dirinya datang Lubna masih ada beberapa sesi pemotretan yang tidak bisa di tunda.
“Ada yang mau aku omongin sama kamu Una, ini tentang semalam.” Kata Riza begitu Lubna mendekat padanya.
Lubna menghela napas. Sudah pasti Riza akan membahas tentang syarat yang di ajukan oleh tuan Wijaya, papahnya.
“Kita cari tempat yang nyaman untuk ngobrol.” Riza meraih tangan Lubna dan menariknya lembut agar Lubna mengikuti nya. Riza tidak ingin ada orang lain yang mendengar percakapan nya dengan Lubna yang pasti akan menjadi gosip mengingat siapa Lubna.
Tidak ada tempat yang menurut Riza tertutup, akhirnya Riza memutuskan untuk mengajak Lubna berbicara di dalam mobil. Itu adalah satu satunya tempat yang aman menurut Riza mengingat di dalam mobilnya tidak mungkin akan ada orang yang mendengar obrolan serius mereka berdua.
Lubna masih tetap diam sampai mereka berdua duduk di dalam mobil Riza. Lubna sebenarnya ingin bertanya bagaimana keyakinan Riza sekarang tentang kelanjutan hubungan mereka, namun Lubna merasa ragu. Lubna takut jika ternyata Riza sudah berubah pikiran karena apa yang di katakan oleh papahnya semalam.
“Aku sudah mengambil keputusan Una...” Riza mulai membuka percakapan di antara mereka. Riza berharap kekasih tercintanya mengerti dengan maksud dan tujuan nya.
“Aku setuju untuk menikah lebih dulu dengan Rana sebelum akhirnya aku menikahi kamu.”
Kedua mata Lubna membulat dengan sempurna mendengar apa yang Riza katakan. Lubna tidak menyangka Riza akan menyetujui apa yang di katakan oleh papahnya semalam. Apa lagi untuk menikah dengan Rana, kakaknya.
“Gila, ini bener bener sudah gila. Kamu sama saja kaya papah.” Geleng Lubna merasa sangat miris. Lubna tentu tidak akan sanggup jika harus melihat Riza bersanding dengan wanita lain. Apa lagi jika wanita itu adalah kakaknya sendiri, Rana Pratiwi Wijaya.
“Una dengarkan aku dulu.” Riza hendak meraih tangan Lubna namun dengan cepat Lubna menghindar. Lubna benar benar merasa sangat kecewa sekarang. Karena sekarang bahkan Riza juga setuju untuk menikah dengan Rana, kakaknya.
Riza menghela napas pelan. Riza sudah menduga Lubna pasti akan salah paham. Dan Riza menebak itu karena Lubna yang belum tau penyebab kenapa papahnya menyuruh agar Riza lebih dulu menikah dengan Rana, kakaknya.
Lubna melengos membuang muka. Air matanya langsung menetes begitu deras membasahi kedua pipinya. Beruntung make up yang Lubna gunakan tidak luntur karena air mata yang begitu deras berlomba lomba menyebrangi kedua pipinya.
“Sayang.. Dengar. Aku punya alasan kuat kenapa aku setuju untuk menikah lebih dulu dengan Rana sebelum menikahi kamu. Dan om Wijaya sendiri yang mengatakan nya padaku. Rana, kakak kamu sudah mendapat vonis tidak akan hidup lama lagi karena penyakit yang di deritanya. Itu sebabnya om Wijaya, papah kamu ingin membuat Rana bahagia di sisa usianya yang katanya hanya tinggal beberapa bulan lagi itu.” Jelas Riza.
Bagai tersambar petir di siang bolong Lubna benar benar sangat terkejut mendengar apa yang Riza katakan. Rana menderita sakit serius Lubna sedikitpun tidak pernah tau. Karena baik Rana maupun kedua orang tua nya tidak pernah menceritakan tentang penyakit serius yang di derita oleh Rana selama ini.
Merasa membutuhkan penjelasan dari sang papah, siang itu juga Lubna langsung mendatangi tuan Wijaya ke perusahaan. Gadis itu berniat menanyakan secara langsung perihal tentang apa yang di katakan Riza padanya.
“Jadi benar apa yang Riza bilang tentang kak Rana dan alasan papah meminta Riza untuk menikah dengan kak Rana pah?” Lubna langsung menodongkan pertanyaan pada papahnya begitu sampai di perusahaan papahnya tepatnya di ruangan kerja sang papah.
Tuan Wijaya menghela napas berat. Menyembunyikan penyakit yang di derita oleh Rana selama ini dari Lubna bukanlah hal yang mudah. Selain harus banyak melontarkan kebohongan, tuan Wijaya juga harus pintar pintar mencari alasan setiap kali mengantar Rana untuk menjalani pengobatan di luar negeri. Pengobatan yang memang tidak pernah menunjukkan hasil yang di inginkan selama ini.
“Kenapa papah merahasiakan nya dari aku? Kenapa tidak ada yang memberitahu aku selama ini pah?” Air mata Lubna mulai menetes kembali. Lubna tidak pernah menyangka jika di balik sikap dingin dan tangguh kakaknya ternyata kakaknya begitu rapuh dan lemah.
“Kakak kamu yang meminta sama papah dan mamah untuk merahasiakan penyakitnya dari kamu nak. Papah harap kamu mengerti dengan maksud papah. Papah harap kamu juga mau membantu mamah sama papah untuk memberikan secercah kebahagiaan pada kakak kamu sebelum dia benar benar pergi meninggalkan kita.” Ujar tuan Wijaya dengan suara serak menahan tangis. Pria itu sebenarnya tidak kuat jika harus membayangkan putri bungsunya pergi meninggalkan nya untuk selamanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments