Tidak mau menunda dan membiarkan masalahnya berlarut larut, pagi itu juga Riza langsung mengutarakan niatnya pada kedua mertuanya. Riza melakukan itu karena tidak ingin jika hubungan nya dan Lubna benar benar berakhir. Riza sangat mencintai Lubna dan sedikitpun tidak ingin kehilangan gadis itu.
“Apa maksud kamu Riza? kamu mau menjadikan Lubna menjadi madu Rana? Apa kamu gila?”
Tuan Wijaya merasa sangat geram mendengar apa yang Riza katakan. Pria itu merasa tidak terima dengan apa yang akan Riza lakukan dengan memperistri kedua putrinya sekaligus.
Nyonya Wijaya yang juga terkejut dengan apa yang Riza katakan hanya diam saja. Wanita itu paham karena memang dari awal yang ingin Riza nikahi bukanlah Rana melainkan Lubna. Walaupun memang nyonya Wijaya juga merasa sangat keberatan dengan keniatan Riza.
Untuk Rana, dia sebenarnya juga sangat terkejut mendengar nya. Namun Rana berusaha untuk tenang dalam diamnya. Rana mengerti dan paham dengan perasaan Riza yang sejati nya memang tidak mempunyai perasaan apapun padanya sedikitpun.
Sedangkan Lubna, dia memejamkan kedua matanya tidak menyangka jika ternyata Riza memang benar benar akan mengatakan pada kedua orang tuanya apa yang semalam dia katakan padanya.
“Sebelumnya saya minta maaf pah. Tapi dari awal saya datang kesini juga saya berniat menikahi Lubna, bukan Rana.”
Entah kenapa mendengar itu Rana merasakan hatinya berdenyut ngilu. Rana tidak menyangka Riza akan mengungkit hal itu di depan nya.
“Papah sendiri kan yang bilang kalau setelah saya menikahi Rana saya bisa menikahi Lubna. Saya sudah menuruti apa yang papah dan mamah mau yaitu dengan menikahi Rana. Jadi tolong izinkan saya menikahi Lubna.”
Kedua tangan tuan Wijaya mengepal erat mendengarnya. Pria itu merasa sangat marah karena Riza begitu blak blakan mengatakan hal itu di depan Rana tanpa sedikitpun memikirkan bagaimana perasaan Rana sekarang.
“Saya dan Lubna saling mencintai sejak dulu mah pah.. Tolong restui hubungan kami.” Mohon Riza pada kedua mertuanya.
Merasa tidak kuat menahan semuanya, Rana merasa napasnya tiba tiba sesak. Namun hal itu sama sekali tidak di sadari oleh siapapun yang ada di meja makan. Dan Rana, dia berusaha untuk tenang dan menutupi apa yang sedang di rasakan nya pada siapapun. Dari Lubna dan Riza, juga kedua orang tuanya.
Tidak hanya napasnya yang terasa sesak, Rana juga merasakan kepalanya pusing dan perutnya mual.
Tidak mau sampai tumbang di depan kedua orang tua juga adik dan suaminya, Rana pun segera bangkit dari duduknya.
“Aku sudah telat.” Katanya kemudian berlalu begitu saja dari meja makan.
Semua yang ada di meja makan terdiam menatap Rana yang berlalu dari meja makan. Mereka merasa ada yang aneh dari sikap Rana yang tiba tiba saja berlalu padahal makanan nya masih utuh dan sama sekali belum dia sentuh di piringnya.
“Setidaknya tolong kamu hargai perasaan Rana, Riza. Walaupun kalian berdua tidak saling mencintai, tapi status kalian berdua sudah menjadi suami istri yang sah.” Ujar nyonya Wijaya pelan.
Riza diam. Tiba tiba saja dia merasa sangat bersalah karena sebelumnya tidak membicarakan nya lebih dulu dengan Rana. Padahal seharusnya sebelum mengatakan pada kedua mertuanya, seharusnya Riza lebih dulu membicarakan nya berdua dengan Rana.
Khawatir pada Rana, Riza pun bergegas bangkit dan berlalu dari meja makan menyusul Rana. Pria itu benar benar merasa sangat menyesal karena sudah gegabah.
Saat Riza sampai di depan rumah, Riza sudah tidak lagi mendapati mobil Rana yang artinya Rana sudah pergi sejak tadi.
“Ya Tuhan... Kenapa aku begitu bodoh...” Gumam Riza penuh rasa sesal.
------------
“Apa nona baik baik saja?” Tanya supir yang biasa mengantar jemput tuan Wijaya. Ya, Rana memang sengaja menyuruh supir sang papah untuk mengemudikan mobilnya. Semua itu Rana lakukan demi keselamatan nya sendiri. Rana tidak mau mengambil resiko dirinya celaka jika harus mengemudikan mobil sendiri mengingat keadaan nya yang sedang tidak baik baik saja sekarang.
“Saya tidak apa apa. Tolong cepat sedikit.” Jawab Rana pelan. Sebenarnya Rana sudah tidak bisa lagi menahan rasa sakit di tubuhnya. Namun Rana tetap berusaha tegar di depan orang lain. Semua itu Rana lakukan agar tidak ada yang menganggap dirinya lemah.
“Baik non...” Jawab supir tersenyum menurut saja.
Supir itu menuruti saja apa yang Rana perintahkan dengan menambah kecepatan laju mobil Rana yang dia kemudikan. Selain karena takut sesuatu terjadi pada Rana yang sudah jelas terlihat sangat lemah saat itu, supir tersebut juga tau penyakit apa yang di derita oleh Rana. Itu karena memang supir tersebut sudah lama bekerja pada tuan Wijaya.
“Aku harus memberitahu tuan.” Gumamnya sambil sesekali menatap Rana dari kaca mobil memastikan kondisi Rana masih aman.
Tidak lama kemudian mobil Rana sampai tepat di depan kediaman mewah dokter Sam. Kebetulan saat itu dokter Sam sudah hendak berangkat ke rumah sakit untuk menunaikan tugas nya sebagai tenaga kesehatan di rumah sakit tempat nya bekerja.
Dokter Sam mengernyit bingung begitu melihat mobil Rana. Apa lagi saat supir tuan Wijaya yang turun dari mobil tersebut.
“Dokter, dokter nona Rana dokter.” Kata supir itu panik.
Dokter Sam yang ikut panik langsung berlari menuju mobil Rana. Dan begitu pintu mobil bagian belakang di buka, Rana sudah tidak sadarkan diri.
“Ya Tuhan.. Rana, Rana bangun nak..” Dokter Sam berusaha membangunkan Rana dengan menepuk nepuk pipi Rana. Namun itu tidak berhasil. Apa lagi darah juga sudah keluar dari hidung Rana. Wajahnya yang cantik juga terlihat sangat pucat dengan kedua mata yang terpejam begitu tenang.
“Ada apa ini? Apa yang terjadi pada Rana?” Tanya dokter Sam pada supir itu dengan nada galak. Pria itu memang sudah sangat menyayangi Rana seperti menyayangi anaknya sendiri. Tidak heran jika marah melihat keadaan Rana yang seperti sekarang.
“Sa saya juga tidak tau dokter. Tadi saat saya sedang mencuci mobil tuan tiba tiba non Rana keluar dari rumah dan meminta pada saya untuk menyupirinya.” Jawab supir itu takut jika di salahkan.
Dokter Sam berdecak. Pria itu benar benar penasaran kenapa Rana bisa sampai dalam keadaaan seperti sekarang di depan rumahnya.
“Ya sudah kamu segera telepon tuan Wijaya. Saya akan membawa Rana ke rumah sakit.” Perintah dokter Sam pada supir tersebut.
“Baik dokter.”
Setelah memberi perintah, dokter Sam pun segera masuk ke dalam mobil Rana. Pria baya itu mengemudikan mobil Rana dengan kecepatan di atas rata rata. Dokter Sam tidak mau jika sampai sesuatu yang tidak di inginkan terjadi pada pasien yang selalu di harapkan kesembuhan nya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments