Episode 19

Hampir seharian memejamkan kedua matanya, Rana pun akhirnya pelan pelan membuka kedua matanya. Dia mulai tersadar dari tidurnya yang terasa sangat lama bagi semua orang tuanya yang menantikan kesadaran nya.

Ketika hendak menggerakkan jari tangan nya, Rana merasakan genggaman erat sebuah tangan besar yang begitu hangat dan lembut.

Rana menoleh pelan. Dia tersenyum ketika mendapati sang papah yang tertidur dengan kepala menelungkup. Sedang tangan besarnya terus menggenggam tangan kecil Rana.

“Papah...” Gumam Rana hampir tidak terdengar.

Rana kemudian mengedarkan pandangan ke seluruh sudut ruangan tempat nya sekarang berada. Saat itu lah Rana sadar bahwa dirinya sedang berada di rumah sakit. Rana sendiri tidak tahu kenapa dirinya bisa berada di sana. Yang Rana ingat hanya dirinya yang berlalu dari meja makan meninggalkan obrolan yang membuat dadanya terasa berdenyut ngilu.

Rana ingat sekarang. Dia pingsan saat memasuki gerbang kompleks perumahan tempat dokter Sam tinggal. Semua itu karena Rana yang tidak bisa menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya.

Rana menghela napas pelan. Pikiran nya kembali berpusat pada Riza, suaminya. Rana sedikitpun tidak merasa mencintai pria itu. Tapi entah kenapa Rana merasakan sakit di hatinya begitu mendengar Riza akan menikahi Lubna, adiknya. Padahal Rana sendiri juga tau bahwa keduanya adalah sepasang kekasih yang saling mencintai. Apa lagi Rana juga sering membantu Riza saat Riza hendak kencan dengan Lubna. Itu semua benar benar tidak masuk akal menurut Rana. Dirinya marah pada waktu yang sangat tidak tepat. Seharusnya Rana senang mendengar Riza berencana menikahi adiknya. Karena memang dari awal yang berencana menikah adalah mereka berdua.

“Kamu sudah bangun?”

Suara Riza berhasil mengalihkan perhatian Rana. Pria itu baru saja masuk ke dalam ruang rawat Rana dengan membawa kresek putih di tangan nya yang tidak Rana tau apa isinya.

Rana berusaha mengukir senyuman di bibirnya untuk Riza. Rana tidak bisa menyalahkan Riza atau siapapun. Karena semua yang terjadi bukanlah kehendak Riza, Lubna, ataupun dirinya. Semua itu adalah permintaan papahnya yang menginginkan nya bahagia.

Riza melangkah mendekat ke brankar Rana. Pria itu tersenyum merasa sangat lega melihat Rana yang sudah membuka kedua matanya.

“Kamu membuat kita semua khawatir Rana..” Ujar Riza mengusap lembut rambut Rana.

“Maaf...” Lirih Rana balas tersenyum.

Riza kemudian menggeleng menolak permintaan maaf dari Rana.

“Aku yang harusnya minta maaf sama kamu. Maaf sudah membuat kamu menjadi seperti ini.” Katanya menatap Rana dengan tatapan penuh rasa bersalah juga menyesal.

Rana tersenyum.

“Aku mengerti. Dan aku sedikitpun tidak merasa keberatan apa lagi marah dengan keniatan kamu Za. Aku...”

“Ssshhttt.. Jangan bahas itu dulu yah.. Lebih baik sekarang kamu makan dulu. Aku siapin, oke? Setelah itu baru kamu minum obat.” Sela Riza menempelkan jari telunjuk nya di depan bibir Rana.

Rana diam. Sikap Riza membuatnya kadang merasa seperti di beri harapan. Namun kenyataan Riza sama sekali tidak mencintai nya juga kadang menyadarkan nya bahwa Rana tidak akan bisa memiliki Riza selayaknya seorang istri yang merasa memiliki suami nya.

“Aku bawain kamu makanan kesukaan kamu. Tapi kali ini nggak pedes yah, kata dokter Sam kamu nggak boleh makan pedes dulu.” Ujar Riza sambil menaruh dan membuka kresek putih yang di bawanya mengeluarkan isinya.

Rana tidak berkata apa apa. Dia benar benar tidak bisa menebak apa yang sedang di pikirkan oleh Riza sekarang.

Tidak bisa menolak, Rana pun menerima saja perlakuan baik, lembut dan penuh perhatian Riza padanya. Rana menghabiskan makanan yang di suapkan Riza padanya. Mereka mengobrol ringan yang akhirnya membuat tuan Wijaya yang tertidur sembari menggenggam tangan Rana terbangun.

Tidak lama masuklah Lubna dan nyonya Wijaya. Mereka berdua membawa masing masing bingkisan berisi makanan yang di niatkan untuk Rana dan tuan Wijaya.

“Ya Tuhan.. Kamu sudah bangun sayang.. Mamah khawatir banget sama kamu.” Ujar nyonya Wijaya yang kembali meneteskan air matanya.

Rana hanya bisa tersenyum. Dia tidak bermaksud membuat kedua orang tuanya khawatir. Tapi kondisinya yang membuat Rana terkadang tidak bisa bertahan. Dan Rana tidak tahu itu akan berlangsung sampai kapan. Mungkin sampai waktunya habis.

“Kak, Aku beliin makanan kesukaan kakak. Aku tau kakak nggak suka makanan disini kan? Jadi aku beliin sepesial untuk kakak. Aku suapin yah..” Senyum Lubna menunjukan bingkisan makanan yang di bawanya pada Rana.

Rana sesaat terdiam. Dia sama sekali tidak ingin membuat adiknya kecewa dengan tidak menerima tawaran baik itu, hanya saja Rana sudah sangat kenyang setelah di suapi oleh Riza tadi.

“Eum.. Rana sudah makan tadi. Aku yang nyiapin dia.” Ujar Riza dengan senyuman yang menghiasi bibirnya.

Senyuman di bibir Lubna seketika pudar saat mendengar apa yang Riza katakan. Gadis itu tidak menyangka Riza akan begitu sangat perhatian pada Rana, kakaknya. Padahal Lubna pikir Riza pergi untuk bekerja, bukan untuk mencari makanan untuk Rana.

“Oh begitu, syukurlah kalau begitu.” Senyum tipis Lubna. Lubna merasa kecewa juga cemburu. Kecewa karena niat baiknya pada Rana ternyata sudah di dahului oleh Riza. Dan cemburu karena perhatian Riza pada Rana.

“Ya sudah kalau begitu mending kamu sama mamah juga papah makan dulu saja. Kalian pasti belum makan kan? Rana biar aku yang jagain.” Senyum Riza kemudian.

Tuan dan nyonya Wijaya menganggukkan kepalanya setuju. Mereka kemudian mengajak Lubna untuk sama sama memakan apa yang nyonya Wijaya dan Lubna beli tadi. Mereka bertiga sedikit menjauh dari Rana dan Riza dengan duduk di sofa yang ada di ruang rawat Rana.

Lubna sesekali menatap Rana dan Riza yang asik mengobrol. Entah kenapa akhir akhir ini Lubna sering merasa cemburu dengan perhatian Riza pada Rana. Padahal Lubna sendiri selalu percaya dan yakin bahwa satu satunya yang Riza cintai hanya dirinya, bukan Rana kakaknya atau wanita manapun.

“Kenapa sayang? Makanannya nggak enak yah? Mau mamah beliin yang lain saja?” Tanya nyonya Wijaya yang menyadari Lubna yang seperti nya sama sekali tidak bernafsu menyantap makanan yang ada di depannya.

“Eh enggak kok mah. Makanan nya enak. Hanya saja bau obat di ruangan ini lumayan menyengat. Jadi rasanya sedikit mual.” Jawab Lubna beralasan.

“Iya juga sih. Ya sudah lebih baik kita makan di kantin rumah sakit saja. Rana ada yang jagain ini. Ayo sayang..”

Lubna tergagap. Bukan itu maksud dia beralasan. Lubna hanya tidak ingin mamah juga papahnya menyadari rasa cemburu dan iri yang sedang bersarang di benaknya.

“Tap tapi...”

“Nak.. Kamu nggak boleh telat makan. Mamah nggak mau kamu kenapa napa.” Sela nyonya Wijaya.

Lubna hanya bisa menghela napas kemudian mengangguk. Mereka kemudian keluar dari ruang rawat Rana, meninggalkan Rana berdua dengan Riza. Namun sebelum itu tuan Wijaya lebih dulu menitipkan Rana pada Riza.

Episodes
1 Episode 1
2 Episode 2
3 Episode 3
4 Episode 4
5 Episode 5
6 Episode 6
7 Episode 7
8 Episode 8
9 Episode 9
10 Episode 10
11 Episode 11
12 Episode 12
13 Episode 13
14 Episode 14
15 Episode 15
16 Episode 16
17 Episode 17
18 Episode 18
19 Episode 19
20 Episode 20
21 Episode 21
22 Episode 22
23 Episode 23
24 Episode 24
25 Episode 25
26 Episode 26
27 Episode 27
28 Episode 28
29 Episode 29
30 Episode 30
31 Episode 31
32 Episode 32
33 Episode 33
34 Episode 34
35 Episode 35
36 Episode 36
37 Episode 37
38 Episode 38
39 Episode 39
40 Episode 40
41 Episode 41
42 Episode 42
43 Episode 43
44 Episode 44
45 Episode 45
46 Episode 46
47 Episode 47
48 Episode 48
49 Episode 49
50 Episode 50
51 Episode 51
52 Episode 52
53 Episode 53
54 Episode 54
55 Episode 55
56 Episode 56
57 Episode 57
58 Episode 58
59 Episode 59
60 Episode 60
61 Episode 61
62 Episode 62
63 Episode 63
64 Episode 64
65 Episode 65
66 Episode 66
67 Episode 67
68 Episode 68
69 Episode 69
70 Episode 70
71 Episode 71
72 Episode 72
73 Episode 73
74 Episode 74
75 Episode 75
76 Episode 76
77 Episode 77
78 Episode 78
79 Episode 79
80 Episode 80
81 Episode 81
82 Episode 82
83 Episode 83
84 Episode 84
85 Episode 85
86 Episode 86
87 Episode 87
88 Episode 88
89 Episode 89
90 Episode 90
91 Episode 91
92 Episode 92
93 Episode 93
94 Episode 94
95 Episode 95
Episodes

Updated 95 Episodes

1
Episode 1
2
Episode 2
3
Episode 3
4
Episode 4
5
Episode 5
6
Episode 6
7
Episode 7
8
Episode 8
9
Episode 9
10
Episode 10
11
Episode 11
12
Episode 12
13
Episode 13
14
Episode 14
15
Episode 15
16
Episode 16
17
Episode 17
18
Episode 18
19
Episode 19
20
Episode 20
21
Episode 21
22
Episode 22
23
Episode 23
24
Episode 24
25
Episode 25
26
Episode 26
27
Episode 27
28
Episode 28
29
Episode 29
30
Episode 30
31
Episode 31
32
Episode 32
33
Episode 33
34
Episode 34
35
Episode 35
36
Episode 36
37
Episode 37
38
Episode 38
39
Episode 39
40
Episode 40
41
Episode 41
42
Episode 42
43
Episode 43
44
Episode 44
45
Episode 45
46
Episode 46
47
Episode 47
48
Episode 48
49
Episode 49
50
Episode 50
51
Episode 51
52
Episode 52
53
Episode 53
54
Episode 54
55
Episode 55
56
Episode 56
57
Episode 57
58
Episode 58
59
Episode 59
60
Episode 60
61
Episode 61
62
Episode 62
63
Episode 63
64
Episode 64
65
Episode 65
66
Episode 66
67
Episode 67
68
Episode 68
69
Episode 69
70
Episode 70
71
Episode 71
72
Episode 72
73
Episode 73
74
Episode 74
75
Episode 75
76
Episode 76
77
Episode 77
78
Episode 78
79
Episode 79
80
Episode 80
81
Episode 81
82
Episode 82
83
Episode 83
84
Episode 84
85
Episode 85
86
Episode 86
87
Episode 87
88
Episode 88
89
Episode 89
90
Episode 90
91
Episode 91
92
Episode 92
93
Episode 93
94
Episode 94
95
Episode 95

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!