Sejak malam itu hubungan Lubna dan Riza benar benar berjarak. Lubna selalu menghindar dari Riza jika mereka bertemu. Bahkan saat sarapan pagi, Lubna akan langsung pergi jika Riza menghampiri. Hal itu membuat Riza merasa sangat tidak berdaya. Karena Riza sendiri bingung dan tidak tau harus bagaimana.
“Ya Tuhan.. Sakit banget...” Lirih Rana menatap lengan nya yang memar.
Ya, Rana tidak sengaja terbentur tembok kamar mandi saat hendak keluar dari kamar mandi. Akibatnya, kulit nya yang memang tidak boleh terkena benturan langsung memerah dan memar.
Riza yang melihat bagian lengan Rana memerah memar membulatkan kedua matanya. Pria itu bergegas bangkit dari duduknya di sofa tempat dirinya tidur menghampiri Rana yang sedang mengusap usap memar di lengan nya.
“Apa yang terjadi Rana? Kenapa dengan tangan kamu?” Tanya Riza dengan perasaan khawatir.
“Tidak apa apa. Hanya tadi kebentur sedikit. Kulitku memang cukup sensitif.” Jawab Rana pelan.
Riza menyentuh lengan memar Rana. Jika orang yang tidak penyakitan mungkin tidak akan sampai memar kemerahan begitu hanya karena benturan pelan. Apa lagi memar kemerahan itu langsung terlihat dengan sangat jelas. Tapi Rana, dia mengidap penyakit yang sangat serius dan sudah berada di stadium lanjut.
“Aku akan telepon dokter Sam.” Kata Riza.
Rana langsung menggelengkan kepalanya. Hari sudah malam. Dan Rana tidak ingin membuat dokter Sam khawatir mengingat dokter itu pasti sudah kelelahan setelah seharian bekerja sebagai dokter.
“Tidak, jangan menelpon dokter Sam. Ini hanya memar biasa. Nanti juga sembuh.” Ujar Rana.
“Tapi Rana...”
“Ada yang mau aku tanya sama kamu. Ini jauh lebih penting.” Sela Rana yang langsung membuat Riza diam.
“Ini tentang kamu dan Lubna.” Lanjut Rana.
Riza menelan ludah. Siapapun pasti menyadari sikap Lubna yang sengaja menjauh darinya.
“Aku bukan perempuan bodoh. Walaupun memang aku tidak selihai kalian dalam menjalani sebuah hubungan tapi aku tau karena aku juga pernah mempunyai hubungan dengan seseorang.”
Riza hanya diam saja. Dia tau apa yang akan Rana tanyakan padanya.
“Sepertinya hubungan kamu dan Lubna sedang tidak baik baik saja. Boleh aku tau karena apa? Apa itu ada hubungan nya dengan aku?”
Riza menghela napas pelan. Renggangnya hubungan nya dan Lubna memang ada kaitannya dengan Rana. Namun Riza juga tidak mungkin mengatakan nya dengan jujur pada Rana. Riza tau Rana pasti akan merasa bersalah dan terus memikirkan nya.
“Kami baik baik saja Rana. Seperti yang kamu tau, dalam berhubungan itu pasti ada pasang surutnya. Ada masalah yang akan menghiasi. Kalau tidak begitu hubungan yang kita jalani pasti akan sangat membosankan karena tidak adanya tantangan. Bukan begitu?” Senyum Riza berusaha untuk menutupi penyebab renggangnya hubungan nya dengan Lubna pada Rana.
“Ya, tapi pasti ada penyebabnya Za.. Katakan apa penyebabnya. Mungkin saja aku bisa membantu.”
Riza menatap Rana yang menatapnya dengan tatapan bingung sekaligus penasaran yang begitu kentara. Riza tidak akan mengatakan penyebab yang sebenarnya karena Riza tau apa yang Lubna lakukan juga semata mata karena Lubna yang sangat menyayangi Rana sebagai kakaknya.
“Hanya perbedaan pendapat saja. Tapi kamu nggak usah khawatir. Aku akan temui Lubna nanti untuk menyelesaikan masalah ini. Santai saja, kami sudah sering ribut gara gara masalah serupa kok.” Senyum Riza.
Rana menghela napas kemudian menganggukkan kepalanya paham. Rana benar benar sangat takut jika ternyata penyebab dari renggangnya hubungan Riza dan Lubna adalah dirinya.
“Aku berharap hubungan kalian selalu baik baik saja.” Ujar Rana pelan dan penuh harap.
Riza hanya bisa mengangguk dengan senyuman yang menghiasi bibirnya.
“Ya sudah kalau begitu aku bantu kamu olesin salep di lengan yang memar yuk?” Ajak Riza.
Rana menganggukkan kepalanya dengan senyuman. Dia mengikuti Riza yang melangkah kembali menuju sofa. Rana pasrah saja saat Riza mengoleskan salep di bagian lengannya yang memar.
Diam diam Rana memperhatikan Riza yang begitu telaten mengoleskan salep di lengan nya. Rana tidak menyangka Riza begitu perhatian dan baik padanya. Padahal pernikahan mereka adalah sesuatu yang tentu sangat tidak di inginkan oleh Riza. Tapi Riza tetap berusaha menjadi suami yang baik untuk nya.
-----------
Di kamarnya Lubna tidak berhenti menangis meratapi kesedihan hatinya karena terpaksa harus mengakhiri hubungan nya dengan Riza demi kakaknya Rana. Padahal mengakhiri hubungan dengan Riza bukanlah suatu yang pernah terlintas di benak Lubna. Tentu saja, siapapun pasti menginginkan hubungan cinta yang di rajut berakhir bahagia, menikah kemudian hidup bersama dalam suka maupun duka. Itulah sejatinya tujuan sebuah hubungan yang sehat. Namun Lubna merasa tidak bisa melanjutkan lagi apa yang menjadi cita cita cinta nya bersama Riza demi kebaikan dan kesembuhan sang kakak. Cinta dan kasih sayangnya begitu besar pada Rana, kakak satu satunya.
Sampai larut malam Lubna terus saja meneteskan air matanya dalam diam. Pikiran nya terus tertuju pada Riza yang entah sekarang sedang memikirkan nya atau justru merasa lega setelah Lubna mengakhiri semuanya mengingat Riza yang sama sekali tidak ada iktikad untuk membicarakan kembali tentang hubungan mereka. Di tambah sikap Riza yang seperti nya tidak merasa mempunyai masalah apapun.
“Una..”
Kedua mata Lubna melebar ketika mendengar suara berat Riza. Dengan cepat Lubna memutar tubuhnya. Dia terkejut saat mendapati Riza yang sudah berdiri di belakangnya.
“Kita harus bicara.” Lirih Riza menatap Lubna dengan tatapan memohon. Riza tidak ingin lagi Lubna menghindar darinya seperti yang Lubna lakukan beberapa hari ini.
“Tidak seharusnya kamu disini Riza. Kamu masuk ke kamarku tanpa mengetuk pintu. Itu sangat tidak sopan.” Marah Lubna.
Riza tersenyum miris. Sampai sekarang Riza benar benar tidak paham kenapa tiba tiba Lubna memutuskan mengakhiri hubungan yang sudah sekian lama mereka bina.
“Aku sudah mengetuk pintu beberapa kali tapi kamu tidak menyahut. Aku merasa ini tidak benar Lubna. Hubungan kita harus tetap baik baik saja apapun alasan nya. Jangan hanya karena Rana kamu memutuskan begitu saja hubungan kita. Ingat kesepakatan awal kita. Aku menikah dengan Rana supaya aku bisa menikahi kamu.” Ujar Riza yang merasa tidak bisa diam saja.
Lubna tersenyum miris dengan menggelengkan kepalanya.
“Aku ingin kak Rana sembuh. Aku tidak mau kehilangan kak Rana.”
“Itu harapan aku juga. Harapan mamah juga papah.”
Lubna diam. Dia sendiri bingung harus bagaimana.
“Aku akan mengatakan sama mamah dan papah. Aku akan menikahi kamu secepatnya.”
Lubna mendelik mendengar apa yang Riza katakan. Bagaimana mungkin Riza menikahi nya sementara Riza saja sudah memiliki Rana sebagai istrinya.
“Jangan gila kamu. Hubungan kita sudah berakhir. Kamu adalah suami kakak ku.”
“Itu menurut kamu. Tapi tidak bagi aku. Karena hubungan kita harus tetap terjalin dan terjaga dengan baik. Aku akan bicara sama Rana. Dia juga pasti akan setuju dengan apa yang aku putuskan.”
Riza berlalu begitu saja dari kamar Lubna setelah berkata. Pria itu tidak ingin mendengar penolakan apapun dari Lubna.
Sementara Lubna, dia menggelengkan kepalanya tidak percaya dengan apa yang di katakan oleh Riza. Bagaimana mungkin Riza akan menikahinya dan menjadikan nya madu untuk kakaknya sendiri.
“Ya Tuhan....”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments