Malam ini sepulang dari tempat nya bekerja, Riza langsung mampir ke kediaman Wijaya. Ada rasa tidak biasa yang Riza rasakan di hati nya malam ini. Mungkin karena pria itu hendak mengatakan sesuatu yang serius pada kedua orang tua dari gadis yang sangat di cintai nya.
Riza menghentikan mobilnya di halaman luas kediaman kedua orang tua Lubna. Jika di pikir pikir memang rasanya sangat mustahil jika kedua orang tua Lubna menerima pinangan nya untuk putri mereka mengingat bagaimana kayanya keluarga itu. Sementara Riza sendiri hanya manager yang tentu tidak ada apa apanya bagi keluarga Wijaya. Tapi selama Riza berhubungan dengan Lubna, baik tuan dan nyonya Wijaya tidak pernah menentang yang artinya mereka menyetujui hubungan yang Riza dan Lubna jalani selama tiga tahun ini. Mereka juga sangat baik dan ramah pada Riza setiap kali Riza datang untuk main dan sekedar menjalin hubungan baik dengan keduanya.
Riza menarik napas dalam dalam kemudian menghembuskan nya perlahan. Pria itu berusaha untuk meyakinkan dirinya dan berpikir positif. Malam ini juga Riza harus berhasil mengutarakan niatnya untuk menikahi Lubna, gadis yang sangat di cintai nya.
Ketika Riza turun dari mobilnya, saat itu juga mobil kakak Lubna berhenti tepat di samping mobilnya. Riza tersenyum menatap mobil tersebut. Riza juga sudah mengenal kakak Lubna dengan baik walaupun memang dia sedikit dingin.
“Hay..” Sapa Riza begitu Rana turun dari mobilnya.
Rana menatap sebentar pada Riza sebelum akhirnya melangkah masuk ke dalam rumah.
Riza yang melihat itu hanya tertawa saja. Rana memang sangat irit bicara. Dia dingin pada orang yang menurutnya tidak terlalu penting untuk di ladeni namun juga baik pada siapapun yang di temuinya.
Merasa terbiasa dengan sikap Rana, Riza pun memutuskan untuk masuk ke dalam kediaman mewah Wijaya. Dia di sambut dengan hangat oleh Lubna yang memang sudah menunggu kedatangan nya sejak tadi. Lubna juga terlihat sudah cantik dan fresh.
“Akhirnya kamu sampe juga. Aku udah nungguin kamu dari tadi tau. Aku bahkan sampai mengundur jadwal pemotretan aku demi kamu.” Ujar Lubna melingkarkan kedua tangan nya di lengan Riza.
Riza tertawa pelan mendengarnya. Pria itu merasa sangat gemas jika Lubna sudah berceloteh.
“Aku juga udah nggak sabar ingin mengatakan keniatan aku untuk menikahi kamu sayang. Semoga saja om sama Tante mau menerima aku sebagai menantu di keluarga ini ya..”
“Itu pasti. Ya sudah kita langsung ke mamah sama papah yuk. Mereka udah nungguin dari tadi tau.”
“Oke.” Angguk Riza.
Mereka berdua kemudian melangkah menuju ruang keluarga dimana nyonya dan tuan Wijaya sudah menunggu. Sepasang suami istri itu sama sekali tidak menduga bahwa kedatangan Riza malam ini adalah untuk meminta izin pada mereka untuk menikahi Lubna.
Begitu sampai di depan keduanya, Riza segera menyaliminya bergantian lalu duduk sejajar dengan Lubna di sofa yang ada di depan sofa yang di duduki tuan dan nyonya Wijaya. Seperti biasa, keduanya selalu bersikap ramah dan baik pada kekasih dari putri bungsunya itu.
“Kamu baru pulang Za?” Tanya tuan Wijaya.
“Iya om.. Ini langsung mampir saja.” Jawab Riza dengan senyuman yang menghiasi bibirnya.
Tuan Wijaya mengangguk paham. Dia tau bagaimana sibuknya Riza yang berprofesi sebagai manager di perusahaan tempatnya bekerja.
“Gimana kedua orang tua kamu kabarnya?” Kali ini nyonya Wijaya yang bertanya pada Riza.
“Ayah sama ibu baik tante.” Jawab Riza menganggukkan kepala yang di sertai dengan senyuman di bibirnya.
“Syukurlah kalau begitu.”
“Ya tante..”
Riza menghela napas pelan. Dia menatap sebentar pada Lubna yang duduk di samping nya. Dan anggukan pelan kepala Lubna membuat Riza merasa semakin yakin.
“Jadi sebenarnya kedatangan saya kesini itu, saya mau meminta izin sekaligus meminta restu dari om dan tante.”
Nyonya dan tuan Wijaya saling menatap sebentar sebelum akhirnya kembali memusatkan perhatian nya pada Riza yang sedang berusaha mengutarakan keniatan nya.
“Saya mau menikahi Lubna om, tante.”
Hening
Tuan dan nyonya Wijaya terdiam begitu Riza selesai mengutarakan niatnya. Keduanya tidak langsung merespon apa yang Riza katakan. Dan itu berhasil membuat Lubna kebingungan. Padahal Lubna kira kedua orang tuanya akan langsung memberi restu mengingat keduanya yang tidak pernah merasa keberatan dengan hubungan yang mereka jalin selama tiga tahun ini.
Sementara Riza, pria itu mulai di rayapi rasa khawatir karena kedua orang tua kekasihnya yang tidak langsung merespon apa yang di katakan nya.
“Nak Riza, sebelumnya saya minta maaf. Saya memang merestui hubungan kalian berdua. Tapi untuk memberi restu kalian menikah jujur saya dan istri saya belum bisa memberikan nya pada kalian berdua. Bukan karena kami tidak setuju. Tapi karena Rana, kakaknya Lubna. Rana adalah putri sulung kami dan Lubna adalah adiknya. Pantang bagi kami menikahkan Lubna kalau Rana belum menikah.”
Ucapan tuan Wijaya membuat Lubna mematung. Bagaimana mungkin papahnya bisa mengatakan hal seperti itu hanya karena Rana belum menikah. Sementara Rana saja tidak punya kekasih. Rana selalu menyibukkan dirinya dengan pekerjaan tanpa memikirkan pasangan. Rana bahkan tidak pernah memberi respon kalau Lubna menanyakan tentang pasangan padanya.
“Pah tapi...”
“Una...” Sela nyonya Wijaya yang tidak ingin putrinya membantah dengan apa yang sudah menjadi keputusan papahnya.
Una kemudian berdecak. Gadis itu merasa kesal tapi tidak berani memberontak. Una tau papahnya selalu punya alasan kuat setiap kali mengambil keputusan.
“Kalau kamu mau, kamu bisa menikahi Rana dulu, setelah itu baru kamu nikahi Lubna.” Lanjut tuan Wijaya yang membuat kedua mata Lubna membulat dengan sempurna.
“Nggak bisa gitu dong pah. Yang pacarnya Riza kan aku, kenapa malah kak Rana yang harus di nikahi oleh Riza. Lagi pula kenapa papah nggak carikan saja calon suami untuk kak Rana. Kak Rana itu cantik, pinter, pasti banyak laki laki yang mau sama kak Rana pah.” Lubna yang sudah tidak bisa menahan diri pun bersuara dengan lantang. Kali ini dia benar benar marah karena merasa keberatan dengan apa yang di katakan oleh papahnya pada Riza.
“Laki laki yang mau sama Rana memang banyak. Tapi laki laki yang benar benar baik dan bertanggung jawab itu sangat susah untuk di cari Una. Dan papah tau kenapa kakak kamu Rana tidak pernah mau mencari pasangan. Papah harap kamu mengerti dengan maksud papah.” Ujar tuan Wijaya pelan.
Lubna tersenyum miris. Gadis itu merasa papahnya sangat tidak adil sekarang.
“Papah keterlaluan. Papah sama mamah cuma sayang sama kak Rana.” Gelengnya kemudian bangkit dari duduknya dan berlari begitu saja meninggalkan Riza yang masih mematung di tempatnya duduk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments