Lubna menceritakan apa yang dia tau dari sang mamah pada Riza siang itu juga. Sambil menangis terisak Lubna mengatakan semuanya pada Riza. Riza yang memang sudah menebak dari awal tentang hal tersebut hanya bisa diam saja. Siapapun tau penyakit kanker darah atau Leukimia bukan penyakit biasa apa lagi jika sudah stadium lanjut. Mustahil rasanya jika si penderita bisa sembuh total. Apa lagi jika vonis kematian sudah ada untuk si penderita.
Karena itu Riza menjadi tidak fokus bekerja. Bayangan Rana yang tertawa dan tersenyum manis terus saja di depan matanya. Pikiran Riza terus saja tertuju pada Rana yang memang sudah tidak bisa di katakan baik baik saja.
Karena kondisinya yang memburuk, Rana terpaksa harus mengerjakan pekerjaan nya dari rumah sampai berhari hari. Namun karena memang sel kanker yang berada di dalam tubuhnya sudah menyebar sampai ke otak, itu membuat daya ingat Rana melemah. Bahkan perkara menyimpan pulpen yang jelas jelas ada di depan nya saja Rana bisa lupa.
Tok tok tok
Suara ketukan pintu membuat Rana yang sedang fokus membaca laporan yang di kirim melalui email mengalihkan perhatian nya.
“Masuk..” Katanya memberi aba aba pada si pengetuk pintu.
Pintu terbuka memunculkan sosok dokter Sam yang membuat Rana langsung mengembangkan senyuman manis di bibirnya. Rana memang sangat dekat dengan dokter Sam. Bahkan hubungan nya dengan dokter Sam sudah seperti anak dan ayah.
“Dokter...” Gumam Rana pelan.
Dokter Sam melangkahkan kakinya mendekat pada Rana yang kemudian langsung bangkit dari duduknya untuk menyambut kedatangan dokter itu.
“Apa aku mengganggumu?” Tanya dokter Sam begitu sampai tepat di depan meja kerja Rana.
Rana tertawa pelan. Meskipun memang dirinya sedang sibuk, namun Rana tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya mengingat bagaimana baik dan perhatian nya dokter Sam padanya.
“Jangan berlebihan dokter, aku hanya sedang mengisi waktu luang. Dari pada hanya duduk merenung kan? Bukankah lebih baik kita melakukan hal yang positif?”
Dokter Sam tertawa dan menganggukkan kepalanya setuju dengan apa yang Rana katakan. Pria itu tau Rana memang bukan tipe orang yang suka membuang buang waktu untuk hal yang tidak berguna. Buktinya meskipun sakit Rana tetap menjalani kehidupan normal seperti orang pada umumnya dan sekalipun tidak pernah mengeluh dengan kondisinya. Tidak heran jika tidak ada orang yang tau tentang penyakit yang di derita Rana sejak kecil termasuk adiknya sendiri Lubna.
“Ya itu memang benar.” Dokter Sam mendudukan dirinya di kursi yang ada di depan meja kerja Rana. Pria itu menghela napas pelan kemudian memusatkan penuh perhatian nya pada Rana.
“Bagaimana keadaan kamu sekarang? Apa kulitmu masih terasa sakit saat di sentuh?” Tanya dokter Sam langsung ke inti pertanyaan yang dia maksud.
Rana menelan ludah. Jika mengingat kondisinya yang lemah rasanya Rana sudah tidak lagi memiliki semangat untuk melanjutkan hidup. Namun jika melihat bagaimana kedua orang tuanya yang memiliki harapan besar untuk kesembuhan nya Rana selalu percaya bahwa keajaiban itu pasti ada dan berlaku untuk dirinya.
“Sudah tidak terlalu sakit dok. Kepalaku juga sudah tidak lagi pusing.” Senyum Rana berkata yang sebenarnya.
“Syukurlah kalau begitu. Rana.. Aku pikir kita..”
“Tidak dokter. Biarkan saja begini. Aku tidak mau menjalani kemoterapi. Tolong mengerti.” Sela Rana yang tau apa yang ingin di katakan oleh dokter Sam. Dia berpikir jika melakukan kemoterapi malah akan membuatnya semakin terlihat lemah. Belum lagi efek dari kemoterapi yang bisa membuatnya kehilangan mahkota terindahnya.
Dokter Sam mengangguk pelan. Bukan sekali dua kali dia berusaha membujuk Rana untuk melakukan kemoterapi. Tapi Rana selalu menolak dan mengatakan untuk jangan memaksa nya.
“Aku memang penyakitan. Tapi aku juga ingin orang orang tidak memandangku lemah dokter. Aku ingin mereka semua memandangku seperti memandang orang sehat pada umumnya. Dokter mengerti kan maksud saya?” Rana berkata dengan senyuman yang menghiasi bibirnya. Dia tidak mau membuat dokter Sam yang begitu baik padanya merasa tersinggung karena Rana yang terus terusan menolak usulan darinya.
“Baiklah kalau memang itu yang menjadi keputusan mutlak kamu nak. Tapi ingat untuk selalu semangat sembuh karena kami semua disini sangat menyayangi kamu.” Lirih dokter Sam. Sebenarnya dokter Sam ingin sekali merengkuh tubuh Rana ke dalam pelukannya untuk memberikan semangat. Tapi itu tidak mungkin mengingat Rana pasti akan kesakitan jika di kulit tubuhnya tersentuh.
“Itu pasti dokter.” Angguk Rana mantap.
Setelah berkata demikian, dokter Sam pun pamit untuk menjalani aktivitas nya di rumah sakit seperti biasanya.
Rana menghela napas pelan setelah kepergian dokter Sam. Rana selalu percaya bahwa Tuhan itu adil. Buktinya meski kanker itu menggerogotinya sejak kecil dirinya masih bisa bertahan dan tampak bugar sampai menginjak usia dewasa seperti sekarang.
Tidak mau pusing memikirkan penyakit yang di deritanya, Rana pun memilih kembali untuk fokus dengan pekerjaan nya.
--------------
“Cut !!”
Lubna menghela napas kasar di sertai decakan pelan. Ini sudah yang kesekian kalinya sutradara menghentikan akting yang sedang di lakoninya di depan kamera. Dan Lubna tau itu pasti karena akting nya yang di anggap kurang totalitas.
“Come on Lubna. Ini sudah hampir dua jam kamu salah salah terus dengan adegan ini. Kalau kamu ada masalah tolong jangan di bawa bawa ke pekerjaan. Professional dong.” Marah sutradara pada Lubna.
“Ya om, maaf.”
“Oke, satu kali lagi. Kalau kamu masih saja tidak bisa fokus lebih baik kamu pulang saja.” Tegas sutradara itu.
“Ya om..”
Adegan kembali dilakukan dan beruntung nya Lubna benar benar bisa totalitas menjalankan perannya sehingga sutradara tidak lagi marah padanya.
Lubna mendudukan dirinya di sofa panjang. Pikiran nya terus saja tertuju pada Rana, kakaknya. Apa lagi sudah beberapa hari ini Rana selalu di rumah yang menandakan bahwa tubuh kakaknya itu sedang benar benar lemah.
“Ekhem !!”
Lubna menoleh saat tiba tiba ada seseorang yang duduk di samping nya. Dia adalah Sultan, teman seprofesinya yang juga adalah pasangan Lubna dalam film yang sedang di buat itu.
“Sultan.” Gumam Lubna tersenyum tipis.
“Seorang aktris cantik dan pandai berakting dalam film dan sinetron apapun tiba tiba menjadi pelupa seperti orang linglung. Pasti ada penyebabnya.”
Lubna hanya tersenyum miris. Ketidak fokusan nya kali ini benar benar membuat semua nya kacau.
“Kita sudah cukup lama mengenal Lubna. Kamu bisa cerita sama aku kalau memang kamu sedang ada masalah. Siapa tau aku bisa bantu.”
Lubna tertawa pelan. Tidak ada seorang pun yang bisa membantu menenangkan pikiran nya sekarang bahkan Riza sekalipun.
“Aku tidak apa apa kok. Mungkin hanya sedikit lelah dan butuh istirahat.” Jawab Lubna.
Sultan mengernyit. Pria itu berpikir apa yang sedang Lubna pikirkan tidak lain adalah karena kekasihnya Riza yang menikah dengan Rana, kakaknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments