Episode 14

Setelah Rana tidak lagi marah padanya, Riza pun mengajak Rana makan siang lebih dulu sebelum akhirnya mengajak Rana pulang. Dan dalam perjalanan pulang Rana sudah tidak lagi merajuk padanya dan mau duduk di samping kemudi Riza lagi.

Khawatir Rana kelelahan, Riza pun langsung mengantar Rana ke kamar begitu sampai di rumah. Nyonya Wijaya dan Lubna yang melihat itu tersenyum. Keduanya berharap perhatian Riza bisa membuat semangat Rana untuk sembuh semakin besar. Karena memang jika di lihat dari kondisi Rana rasanya sangat mustahil kesembuhan itu ada. Kecuali jika Tuhan yang menghendaki.

“Riza memang laki laki yang baik.” Gumam nyonya Wijaya.

Lubna menganggukkan kepalanya setuju. Itulah yang membuat Lubna sangat mencintai pria itu. Riza mungkin tidak sempurna, tapi setidaknya Riza mau berusaha yang terbaik untuk membuat semua orang bahagia.

“Ya mah.. Itu sebabnya Una sangat mencintai Riza.” Senyum Lubna.

Ekspresi nyonya Wijaya berubah sesaat mendengar Lubna mengatakan hal tersebut. Wanita itu merasa tidak nyaman dengan apa yang putri bungsunya katakan mengingat siapa Riza sekarang. Apa lagi status Rana dan Riza sudah sah secara agama maupun hukum.

“Ya udah mah.. Una ke kamar ya.. Mau siap siap abis ini ada meet and great sama fans.”

Tidak mau Lubna menyadari perubahan pikiran nya, nyonya Wijaya pun buru buru mengembangkan kembali senyuman di bibirnya untuk putri bungsunya itu.

“Ya sudah.. Kamu hati hati ya sayang..” Ujar nyonya Wijaya mengusap lembut rambut panjang Lubna yang di gerai.

“Ya mah..” Angguk Lubna yang kemudian berlalu dari samping sang mamah.

Nyonya Wijaya menghela napas pelan menatap punggung Lubna yang semakin menjauh darinya. Wanita itu tidak mengerti kenapa pikiran nya tiba tiba berubah. Padahal di awal mereka sepakat bahwa Riza menikahi Rana hanya untuk sementara untuk kemudian menikah dengan Lubna. Namun seiring berjalannya waktu, nyonya Wijaya merasa tidak nyaman dengan hubungan Lubna dan Riza yang sebenarnya sudah lebih dulu terjalin. Nyonya Wijaya lebih mendukung Riza terus menemani Rana dan melupakan Lubna sebagai kekasihnya.

“Ya Tuhan.. Apa yang aku pikirkan. Lubna maafin mamah sayang..” Batin nyonya Wijaya merasa bersalah pada putrinya sendiri.

Nyonya Wijaya merasa dirinya sangat tidak adil karena sepakat dengan suaminya agar Riza lebih dulu menikah dengan Rana. Padahal kedatangan Riza malam itu adalah untuk meminta restu menikahi Lubna. Tapi tuan dan nyonya Wijaya malah menyuruh nya untuk lebih dulu menikahi Rana, putri sulungnya.

Nyonya Wijaya menghela napas. Wanita itu benar benar tidak bermaksud menyakiti salah satu dari kedua putrinya. Namun jika memikirkan kondisi Rana, baik nyonya maupun tuan Wijaya keduanya langsung berpusat pada kebahagiaan Rana yang usianya sudah di vonis tidak akan lama lagi itu.

Waktu terus berjalan, tidak terasa dua bulan berlalu. Hubungan Lubna dan Riza tetap terjalin dengan baik. Mereka juga sering meluangkan waktu berdua dengan sepengetahuan Rana. Rana yang memang menyadari bahwa pernikahan nya dengan Riza hanya sementara saja tentu tidak merasa keberatan sedikitpun. Rana justru selalu membantu Riza mempersiapkan hadiah untuk Lubna, adiknya. Rana mendukung penuh hubungan Riza dan Lubna.

Namun tidak dengan nyonya dan tuan Wijaya. Keduanya merasa tidak nyaman dengan hubungan Lubna dan Riza yang terlalu terang terangan. Mereka menganggap Riza dan Lubna seperti tidak menghargai pernikahan antara Riza dan Rana.

“Rana berangkat ya mah..” Senyum Rana bangkit dari meja makan setelah menghabiskan sarapan paginya.

Ya, mulai hari ini Rana akan kembali menjalani aktivitas nya di perusahaan tempat nya bekerja. Rana merasa dirinya sudah baikan karena tidak lagi mengeluh sakit kepala ataupun sakit di kulitnya saat di sentuh. Hampir satu bulan mengerjakan semuanya dari rumah membuat Rana merasa tidak enak hati pada pemilik perusahaan yang sudah mempercayakan kepemimpinan padanya. Apa lagi si pemilik juga sudah sangat baik dengan selalu memaklumi keadaan Rana.

“Ya sayang.. Hati hati ya.. Jangan lupa makan siang. Kalau kamu merasa tidak enak badan hubungi mamah atau papah, oke?”

Rana tertawa geli namun tetap menganggukkan kepalanya. Rana tau kedua orang tuanya sangat menyayangi nya. Mereka berdua sangat mengkhawatirkannya sehingga bersikap terlalu over.

“Ya mamahku sayang. Ya udah Rana pamit yah.. Lubna, kakak duluan ya..” Rana menatap Lubna yang masih menikmati sandwich nya dengan senyuman yang menghiasi bibirnya.

“Oke.. Hati hati kak.” Balas Lubna tersenyum juga.

Rana hanya mengangguk saja. Setelah itu Rana berlalu dari meja makan meninggalkan adik dan kedua orang tuanya yang masih menikmati sarapan paginya.

Untuk Riza, pria itu sedang di luar kota sejak kemarin dan baru akan pulang besok malam. Itupun jika tidak ada perubahan jadwal.

“Ekhem, Una.. Boleh mamah sama papah ngomong sesuatu sama kamu?”

Lubna langsung berhenti mengunyah makanan dalam mulutnya begitu mendengar pertanyaan dari sang mamah. Gadis itu mengeryit merasa bingung karena pertanyaan tersebut.

“Mau ngomong apa mah?” Tanya nya pelan.

Nyonya dan tuan Wijaya saling menatap sesaat sebelum kembali menatap pada Lubna yang sedang menunggu apa yang hendak di pertanyakan padanya.

“Ini tentang kamu dan Riza.”

Lubna menelan makanan yang sudah selesai dia kunyah. Jika sudah menyangkut tentang dirinya dan Riza, pastilah juga menyangkut tentang Rana, kakaknya.

“Seperti yang kita semua tau nak, dari luar mungkin kakak kamu terlihat baik baik saja. Dia terlihat segar dan bugar. Dia seperti bukan orang penyakitan. Tapi kamu tau kan apa yang terjadi sebenarnya. Tubuh nya bahkan mengalami penurunan yang cukup drastis akhir akhir ini. Ingatan nya mulai melemah pertanda kanker yang ada di tubuh Rana semakin mengganas. Maka dari itu mamah sama papah minta sama kamu juga Riza untuk lebih menjaga perasaan kakak kamu. Mamah sama papah tau kamu dan Riza saling mencintai dan Rana, dia sama sekali tidak mencintai Riza. Itu jelas terlihat dari tatapan dan sikap Rana yang selalu santai saat melihat kalian bersama. Tapi setidaknya kalian sabarlah dulu, jangan terlalu mengumbar kemesraan di depan Rana. Yah.. Setidaknya sampai waktu itu tiba.” Suara nyonya Wijaya hampir tidak terdengar di akhir kalimatnya karena tidak kuasa menahan sesak dan sakit di dadanya.

Tuan Wijaya yang mendengar itu hanya diam saja. Sedangkan Lubna, dia menggelengkan kepalanya tidak menyangka mamah akan berpikir seperti itu. Padahal Lubna pikir semua nya tidak keberatan dengan kenyataan bahwa dirinya dan Riza masih berhubungan.

“Mamah mohon sama kamu sayang..” Lanjut nyonya Wijaya. Kali ini air mata sudah menetes membasahi kedua pipinya.

Lubna tidak tau harus berkata apa. Perasaan nya mulai kembali di lema antara meneruskan atau menyudahi saja hubungan nya dengan Riza demi kakaknya.

Episodes
1 Episode 1
2 Episode 2
3 Episode 3
4 Episode 4
5 Episode 5
6 Episode 6
7 Episode 7
8 Episode 8
9 Episode 9
10 Episode 10
11 Episode 11
12 Episode 12
13 Episode 13
14 Episode 14
15 Episode 15
16 Episode 16
17 Episode 17
18 Episode 18
19 Episode 19
20 Episode 20
21 Episode 21
22 Episode 22
23 Episode 23
24 Episode 24
25 Episode 25
26 Episode 26
27 Episode 27
28 Episode 28
29 Episode 29
30 Episode 30
31 Episode 31
32 Episode 32
33 Episode 33
34 Episode 34
35 Episode 35
36 Episode 36
37 Episode 37
38 Episode 38
39 Episode 39
40 Episode 40
41 Episode 41
42 Episode 42
43 Episode 43
44 Episode 44
45 Episode 45
46 Episode 46
47 Episode 47
48 Episode 48
49 Episode 49
50 Episode 50
51 Episode 51
52 Episode 52
53 Episode 53
54 Episode 54
55 Episode 55
56 Episode 56
57 Episode 57
58 Episode 58
59 Episode 59
60 Episode 60
61 Episode 61
62 Episode 62
63 Episode 63
64 Episode 64
65 Episode 65
66 Episode 66
67 Episode 67
68 Episode 68
69 Episode 69
70 Episode 70
71 Episode 71
72 Episode 72
73 Episode 73
74 Episode 74
75 Episode 75
76 Episode 76
77 Episode 77
78 Episode 78
79 Episode 79
80 Episode 80
81 Episode 81
82 Episode 82
83 Episode 83
84 Episode 84
85 Episode 85
86 Episode 86
87 Episode 87
88 Episode 88
89 Episode 89
90 Episode 90
91 Episode 91
92 Episode 92
93 Episode 93
94 Episode 94
95 Episode 95
Episodes

Updated 95 Episodes

1
Episode 1
2
Episode 2
3
Episode 3
4
Episode 4
5
Episode 5
6
Episode 6
7
Episode 7
8
Episode 8
9
Episode 9
10
Episode 10
11
Episode 11
12
Episode 12
13
Episode 13
14
Episode 14
15
Episode 15
16
Episode 16
17
Episode 17
18
Episode 18
19
Episode 19
20
Episode 20
21
Episode 21
22
Episode 22
23
Episode 23
24
Episode 24
25
Episode 25
26
Episode 26
27
Episode 27
28
Episode 28
29
Episode 29
30
Episode 30
31
Episode 31
32
Episode 32
33
Episode 33
34
Episode 34
35
Episode 35
36
Episode 36
37
Episode 37
38
Episode 38
39
Episode 39
40
Episode 40
41
Episode 41
42
Episode 42
43
Episode 43
44
Episode 44
45
Episode 45
46
Episode 46
47
Episode 47
48
Episode 48
49
Episode 49
50
Episode 50
51
Episode 51
52
Episode 52
53
Episode 53
54
Episode 54
55
Episode 55
56
Episode 56
57
Episode 57
58
Episode 58
59
Episode 59
60
Episode 60
61
Episode 61
62
Episode 62
63
Episode 63
64
Episode 64
65
Episode 65
66
Episode 66
67
Episode 67
68
Episode 68
69
Episode 69
70
Episode 70
71
Episode 71
72
Episode 72
73
Episode 73
74
Episode 74
75
Episode 75
76
Episode 76
77
Episode 77
78
Episode 78
79
Episode 79
80
Episode 80
81
Episode 81
82
Episode 82
83
Episode 83
84
Episode 84
85
Episode 85
86
Episode 86
87
Episode 87
88
Episode 88
89
Episode 89
90
Episode 90
91
Episode 91
92
Episode 92
93
Episode 93
94
Episode 94
95
Episode 95

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!