Ketiga pria itu akhirnya dengan serempak memasuki ballroom museum dengan gagah seperti pemeran utama di dalam drama-drama romansa. Genta dan Tera menyetujui persyaratan tersebut dan memerintahkan Rui untuk menunggu di dalam mobil. Mereka sangat yakin bahwa pencarian penawar rahasia itu tidak akan berlangsung lama.
Bola-bola seperti lampion menghiasi atap museum yang cukup tinggi. Meski hanya berjumlah delapan buah, tetapi keindahannya tidak dapat ditandingkan. Setiap sisi yang berada dalam ballroom yang cukup luas itu dilengkapi dengan pintu-pintu buatan yang membuat siapa saja yang melihatnya akan menerka-nerka yang mana salah satu dari belasan pintu itu yang benar-benar pintu dengan fungsi yang normal.
Tepat memotong ruangan yang berbentuk oval itu, terdapat tangga yang anak tangganya tidak terlalu banyak dan tujuannya tidak jelas ke mana, sebab museum stone tidak bertingkat. Ruangannya yang luas hanya dipenuhi sekat sehingga membuat mereka seperti berada di labirin.
Meski begitu, Museum Bloom termasuk museum terbesar diantara museum-museum lainya yang berada di ketiga distrik. Hampir semua karya dari pelukis-pelukis terkenal di dunia terpajang di sana. Hal itu membuat Genta dan Tera tidak henti-hentinya memandangi satu-persatu karya di sana dengan tatapan kagum dan sedikit memecah konsentrasinya untuk menemukan penawar rahasia yang mereka idamkan.
Pria bertubuh langsing dengan gayanya yang nyentrik sebagai pemandu perjalanan mereka untuk menemukan penawar rahasia itu, tidak berkata banyak hal. Ia hanya menikmati kekaguman Genta dan Tera terhadap karya-karya para maestro yang terkumpul di ruangan yang luas itu.
Setelah hampir setengah jam berlalu, pria itu tiba-tiba saja merasa bosan dibuatnya oleh kedua pemuda yang akan diantar nya itu. Genta dan Tera masih saja sibuk mengamati lukisan-lukisan di sana.
“Ehm,” deham pria itu dari balik tubuh Genta dan Tera yang berhasil membuat mereka berdua terkejut. “Sudah cukup main-mainnya, kali ini giliran aku yang akan memandu kalian. Jadi, berhentilah melihat karya-karya dan ikuti aku dari belakang,” tambahnya dengan nada yang sedikit ketus. Lalu, berjalan mendahului mereka.
Langkah pria itu, terhenti pada sebuah pintu yang berada di sisi paling kanan ruangan. Ukurannya memang lebih kecil dari pintu-pintu lainnya, tetapi sepertinya jika dilihat dari ukiran pintu yang antik membuatnya seperti pintu yang paling banyak menyimpan kenangan.
“Dengar ya anak muda! Aku hanya mengantar kalian sampai sini saja. Namun, sebelum pergi meninggalkan kalian berdua, aku akan memberikan beberapa clue yang ada,” papar pria itu.
“Apa itu?” tanya Genta dan Tera kompak.
“Jalan saja, baca, dan jangan mundur!"
Belum saja Genta dan Tera memahami maksud tersebut lebih lanjut, pria yang mengantar mereka sudah menghilang begitu saja.
"Eh, kok bisa?" tanya Tera terheran-heran, sampai Genta yang sama terkejutnya tidak bisa berkomentar apa-apa sambil menaikan bahunya.
Sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh pria misterius tadi, Genta dan Tera mendekat pada pintu paling kecil bertuliskan angka satu itu. Mereka berdua mencari-cari apa yang bisa mereka baca sesuai dengan clue tadi. Susah payah mencari ke semua sela di pintu itu, ternyata petunjuk yang dimaksud berada di balik kertas kecil bertuliskan satu yang menempel pada permukaan pintu.
"Gimana sih, Ter…Ter…," ledek Genta sedikit frustasi pada pintu pertamanya menuju tempat di mana penawar rahasia itu tersimpan.
Petunjuk dalam kertas kecil itu berisi:
Masuklah!
Pilihlah jawaban yang menurutmu benar dalam waktu dua menit!
Dahi mereka mengernyit, dengan waktu sesingkat itu bagaimana mungkin mereka dapat berpikir jernih. Bahkan ini lebih sulit dibanding dengan mengerjakan soal Ujian Akhir Semester di sekolah. Genta menelan ludah, membasahi tenggorokannya yang kering karena panik.
"Lo siap, Gen?" tanya Tera yang berdiri di belakang Genta yang mematung.
"Siap gak siap harus siap sih. Perhatiin deh Ter sejak kita cabut kertas bernomor itu timer yang ada di atas pintu udah jalan mundur,” ucap Genta yang tiba-tiba menyadari detail pintu tersebut.
"Wah, kalau gitu kita gak boleh kelamaan, Gen." Tera menarik kerah baju Genta berusaha membawanya segera masuk ke dalam pintu pertama itu.
Bukan Matematika apalagi Kimia. Disana mereka disuguhkan sebuah soal yang tidak memiliki jawaban yang pasti. Mereka harus menjawab pertanyaan tersebut sesuai dengan apa yang mereka rasakan, opsi yang tersedia hanya iya atau tidak. Pintu bertuliskan kata “Iya” terletak disebelah kiri dan “Tidak” di sisi kanan ruangan. Soal itu bertuliskan,
“Apa kata hatimu?”
"Kita harus pilih apa nih,Ter? Gimana kalau pilihan kita salah, terus kejebak ditempat ini? Gak bisa gue gak bisa!" keluh Genta dengan segala pikiran-pikiran buruk yang membuatnya kembali tidak percaya diri.
"Gen, tenang dulu. Kita harus ingat apa yang udah Rui ajarin. Kalau pun jawaban kita salah kita gak boleh kecewa yang penting udah coba kan. Lagian clue-nya juga gak ngebolehin kita buat putar balik,Gen” ujar Tera berupaya menenangkan temannya.
“Iya juga ya.”
Mereka memejamkan mata untuk berpikir jernih sejenak. Setelah itu, tepat pada perhitungan timer di sepuluh detik terakhir mereka memilih pintu dihadapan mereka yang bertuliskan kata “Tidak” dengan kompak. Lalu, sisi pintu tiba-tiba memancarkan cahaya berwarna hijau dan mereka pun berhasil menyelesaikan misi di dalam ruangan dengan pintu bernomor satu.
Setelah melangkahkan kaki untuk keluar dari ruangan tersebut, tatapan mereka dibuat membeku karena masih ada pintu di hadapan mereka yang ditempeli dengan kertas kecil bertuliskan angka dua. Karena sudah dapat pengalaman dari pintu pertama, mereka tidak lagi kebingungan mencari dimana petunjuk tantangan selanjutnya yang akan mereka hadapi. Namun, sayangnya setelah Genta mengambil kertas tersebut tidak ada petunjuk apapun yang tertera di sana. Meski begitu mereka tetap melangkah maju untuk memasuki pintu kedua tersebut.
Dibalik pintu kedua itu, terdapat ruangan yang terisi dengan lima lubang perosotan yang tidak diketahui kemana tujuannya. Jika pada tantangan pertama mereka dituntut untuk memilih pintu yang bertuliskan ya atau tidak. Kali ini mereka dituntut untuk memilih salah satu lubang dari kelima lubang perosotan yang ada. Kedua tantangan ini sama-sama menguji keberanian mereka untuk mengambil keputusan. Sesulit apapun pilihan yang tersedia dalam menjalani kehidupan di dunia nyata, tetap harus satu yang harus dipilih tidak ada alasan untuk kembali ke masa lalu jika pilihan itu terasa berat saat dijalani .
Mereka kembali memejamkan mata dan menunjuk salah satu jalan. Jari telunjuk Genta mengarah pada lubang kedua dari sisi kiri sedangkan Tera memilih lubang kedua dari sisi kanan. Genta menghitung sampai tiga, lalu keduanya sama-sama membuka mata mereka.
“Yahhh, Gen pilihan kita beda,”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments