Memang benar apa yang dikatakan oleh paman Tomi, selama ini Genta dan Tera telah menyalurkan hobinya dalam bentuk karya-karya yang indah. Bahkan Tera telah berhasil menyelesaikan salah satu cerita di komik yang sudah ia rintis sejak duduk di bangku SMA. Namun, semua itu terasa biasa saja ketika mereka berdua tidak pernah menunjukkan karya-karya tersebut di hadapan orang lain selain dirinya.
Mau sebagus atau sejelek apapun karya yang mereka buat, tidak seorang pun tahu jika mereka tidak memberi tahunya. Jadi yang perlu mereka lakukan adalah mulai menunjukkan karya-karya mereka, tak penting bagaimana reaksi orang-orang diluar sana.
“Ya sudah, tidur, sudah malam, Paman keluar dulu, ya!” pamit paman Tomi, kali ia benar-benar keluar dari kamar itu.
...***...
Kicauan burung yang meriah menyambut mereka, setelah Genta membuka jendela kamar itu lebar-lebar. Udara pagi yang sejuk pun turut berhembus, meniup rambut Genta dengan lembut.
“Ter, bangun Ter!” Genta menepuk-nepuk tubuh Tera yang masih lelap dalam tidurnya.
Tera yang tidak memberikan reaksi apa-apa membuat Genta akhirnya membiarkannya sambil mendengus kesal. “Sayang banget, padahal pemandangannya lagi bagus.”
Genta mengambil peralatan lukisnya dan kanvas berukuran A4 yang ia bawa. Dengan suasana yang tenang ia mulai melukis di dekat jendela yang sudah terbuka. Genta yang sudah asyik dengan kuas dan kanvasnya tidak mempedulikan waktu yang terus berjalan dengan cepat itu.
Setelah beberapa jam berlalu, Genta akhirnya selesai dengan lukisannya, bersamaan dengan Tera yang bangun dari tidurnya. Jam sudah menunjukan pukul sembilan pagi, mereka berdua pun akhirnya memutuskan keluar dari kamar tersebut untuk sarapan, walau sudah terlambat.
"Aku mau tanya Paman dulu deh, makanan enak daerah sini dimana," ucap Tera sambil menutup pintu kamar itu dengan Genta yang sudah berada di baliknya.
Mereka berdua berjalan ke ruang tengah, tetapi tidak sesuai dugaan, paman Tomi tidak berada di sana. Lalu, keduanya membagi tugas untuk menyusuri setiap sudut di rumah besar itu.
"Paman Tomi kemana ya, kok dari tadi gak keliatan sih?" tanya Genta yang sudah mulai frustasi karena belum juga menemukan pamannya Tera di semua sudut ruangan.
Tera menggaruk kepalanya kesal, tapi tiba-tiba matanya tertuju pada sebuah anak tangga yang mengarah ke bawah tanah. "Gen, apa kita mau coba cari ke sana?" tunjuknya ragu.
"Eeh, apa gak apa-apa, Ter?"
Tera menghiraukan perkataan Genta lalu menghampiri anak tangga itu, diikuti dengan Genta di belakangnya. Mereka berdua pun turun perlahan ke ruangan bawah tanah itu sambil masih memanggil pamannya. Setelah melewati 13 anak tangga, mata mereka dibuat terbelalak dengan pemandangan ruangan bawah tanah yang dipenuhi oleh alat-alat laboratorium. Mulai dari labu erlenmeyer hingga mikroskop, semuanya lengkap di sana.
"Paman?" sahut mereka kompak.
"Eh, kalian sudah bangun rupanya," balas paman Tomi sambil menuangkan beberapa cairan kimia di tabung erlenmeyer.
Genta yang penasaran mendekati cairan-cairan itu, kedua matanya menjadi berbinar setelah pandangannya terfokus pada beraneka ragam warna di tabung-tabung kecil yang tersusun rapi. Pikirannya tiba-tiba melayang dengan bebas, "Ada gak sih ramuan yang bisa membantu seseorang mewujudkan impian?" tanyanya asal.
"Ada."
"Beneran?" tanya Genta memastikan dengan raut wajah yang tidak yakin.
Paman Tomi mengangguk,"Konon katanya ada sebuah museum seni kuno yang letaknya berada di distrik Bloom, museum itu menyimpan sebuah penawar rahasia, tidak ada yang mengetahui apa yang ada di dalam penawar tersebut, tetapi bagi mereka yang berhasil menemukan jalan dan meminumnya, otomatis apa yang mereka inginkan dapat terwujud."
"Kedengarannya seperti mitos yang begitu saja dipercaya oleh masyarakat di distrik itu, Paman," sangkal Tera dengan cepat.
"Aku setuju dengan apa yang Tera katakan, jika penawar itu memang benar-benar ada, mungkin saat ini semua orang akan berbondong-bondong pergi ke sana untuk memburunya, termasuk Paman," tambah Genta.
"Ya, persis seperti pemikiran kalian, aku pun berpikiran sama, begitu juga dengan orang-orang lainnya," sahut Paman Tera "Tidak ada seseorang pun yang tahu, kecuali beberapa masyarakat Bloom yang pernah pergi ke sana untuk membuktikan informasi angin tersebut, tidak semua, karena dibandingkan melakukan sebuah aksi orang-orang lebih cepat menilai, begitupun juga dengan aku," tambahnya.
"Apa kalian tertarik untuk pergi ke sana?"
Genta dan Tera menggeleng, "Sama seperti apa yang Paman dan orang lain pikirkan, aku juga tidak berkenan untuk pergi ke sana, karena hal itu mustahil," jelas Genta.
"Omong-omong kalian ada perlu apa sampai turun ke sini?" tanya Paman Tomi mengalihkan pembicaraan.
"Aah iya, tadi aku mau tanya beli sarapan yang lezat di sekitar sini itu di mana ya, Paman?," tanya Tera.
"Ooh, kalian sudah lapar, tidak usah beli makanan aneh-aneh, paman sudah siapkan makanan di meja makan," ucap Paman Tera sambil menggiring kedua pemuda di hadapannya untuk segera menaiki 13 anak tangga lagi menuju ruangan atas yang normal.
***
Sudah tiga hari sejak Paman Tomi menceritakan tentang distrik Bloom dan museum yang berada di sana, Genta dan Tera tidak dapat tidur dengan nyenyak. Mereka sangat ingin mewujudkan impian mereka dalam waktu yang dekat. Setiap malamnya mereka selalu didatangkan lewat mimpi tentang kenyataan adanya penawar rahasia yang ajaib itu. Beberapa kali memimpikan kejadian tersebut, sayangnya hanya menambahkan rasa penasaran karena kejadian yang berulang dan tak pernah tamat.
"Lo ngimpi aneh lagi, Gen?" tanya Tera ketika melihat Genta yang sudah kuyup dengan buliran keringatnya yang mengalir deras tiada henti.
Genta mengangguk. "Lo, juga,Ter?" Ia bertanya kembali. Di balas dengan anggukan Tera yang meyakinkan.
"Apa kita harus coba pergi ke sana untuk membuktikan kebenaran dari semua hal itu dengan mata kepala sendiri, Ter?" tanya Genta.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments