Chapter 9: D-Day

Seorang wanita dan pria bersatu dari arah yang berbeda. Mereka masing-masing keluar dari mobil berwarna hitam yang mengkilap tepat di depan rumah besar bertingkat tiga. Keduanya berkumpul di titik yang sudah mereka rencanakan sebelumnya.

“Perkenalkan saya Bayu, asisten pribadi Tera,” salam Bayu membuka percakapan di tengah kecanggungan yang ada.

“Salam kenal,” balas Hana canggung sambil menyambut jabatan tangan dari pria di hadapannya itu.

Setelah perkenalan itu berakhir, Hana kembali ke dalam mobil menyiapkan barang-barang yang akan dibawanya ke dalam rumah besar tersebut, sedangkan Bayu masuk lebih awal dan melakukan aktivitas sehari-harinya sebagai asisten Tera di rumah.

“Pagi, Pak, Bu,” sapanya sedikit menunduk lalu berjalan mengarah ke ruangan kerjanya yang berhadapan tepat dengan kamar Tera.

Kedua orang tua Tera hanya melemparkan senyum, kemudian keduanya kembali sibuk dengan laptopnya masing-masing. Seperti yang sudah diduga sebelumnya oleh Tera dan Bayu, walaupun ini adalah hari libur kedua orang tuanya, tetapi mereka masih mengerjakan urusan perusahaan dan duduk di perbatasan antara ruang kerja Bayu dan kamar tidur milih Tera. Hal itulah yang membuat Tera mengajak Mbak Hana, asisten sahabatnya untuk ikut terlibat dalam misi ini.

Pasalnya kedua orang tua Tera akan memecat siapa saja pegawainya yang masuk ke kamar tidur yang ada di rumah itu. Baik itu milik Tera dan mereka berdua. Bagi mereka hal itu adalah perbuatan yang tidak sopan dan paling lancang, makanya hukuman yang mereka jatuhkan kepada orang yang melanggar juga tidak main-main.

Setelah mengulur waktu agar tidak dicurigai, Bayu akhirnya mengabari Hana yang masih berada di luar untuk segera masuk dan mengalihkan perhatian kedua majikannya itu agar bisa beranjak dari ruang tengah. Dengan begitu ia bisa masuk ke kamar Tera tanpa sepengetahuan mereka berdua dan mencari barang yang saat ini dibutuhkannya.

“Barang sudah siap?” ketik Bayu di ponselnya dan mengirim pesan itu kepada Hana.

“Aman,” balas Hana singkat ditambah dengan tiga emoji jempol.

Hana membuang nafas dengan kasar agar gugup yang ia rasakan dapat mereda. Kemudian, ia menekan tombol kecil yang berada di depan pintu rumah besar itu.

Ding..Dong…Ding…Dong

“Lho, tumben ada tamu jam segini,” ujar mamah Tera sambil melihat jam di laptopnya yang baru saja menunjukkan pukul 12 siang.

“Sebentar deh aku cek dulu,” Ayah Tera beranjak dari duduknya, lalu ia berjalan mendekati pintu masuk untuk melihat siapa tamu yang datang itu dari kamera CCTV yang dipasang di balik pintu berwarna coklat tua itu.

“Permisi, saya ingin menawarkan produk,” ucap Hana sambil menunjukkan sejumlah produk kesehatan yang ia bawa ke arah kamera.

Melihat itu ayah Tera pun langsung mengizinkan Hana masuk dan mempersilakannya duduk di sofa ruang tamunya yang empuk.

“Saya izin untuk mendemokan produk kesehatan saya ini, Pak,” pinta Hana lagi.

“Sebentar ya, saya panggilkan istri saya dulu, akhir-akhir ini saya dan istri saya ini memang sering sakit karena terlalu sibuk menghandle pekerjaan, siapa tau dia juga mau lihat bagaimana cara penggunaannya dan syukur-syukur tertarik,” ujar Ayah Tera dengan sangat ramah.

“Siapa sih, Yah?” tanya istrinya setelah melihat suaminya kembali ke ruang tengah tersebut.

“Oh itu, ada sales produk kesehatan yang mau mendemokan cara kerja alatnya,” jawab Ayah Tera.

“Kok pas banget gitu ya, akhir-akhir inikan kesehatan kita kata dokter menurun karena terlalu sibuk, jadi harus banyak istirahat. Siapa tau itu alat bisa bantu kita tetap fit tanpa istirahat,” ucap Mamah Tera yang senang atas kehadiran Hana.

Sebelumnya mereka memang sudah lama ingin membeli barang-barang kesehatan, tapi karena tidak punya banyak waktu mereka tidak sempat membelinya. Selain itu mereka juga bukan orang yang mudah percaya dengan orang lain, sehingga tidak pernah menitip untuk minta dibelikan oleh para pegawainya.

Keduanya pun akhirnya beranjak meninggalkan ruang tengah, meninggalkan Bayu seorang diri di ruangan kerjanya. Layaknya maling yang sedang menyelundup masuk ke rumah orang yang menjadi sasarannya, Bayu melangkah dengan penuh hati-hati menuju  kamar Tera yang sama sekali tidak terkunci. Ia menekan gagang pintu kamar itu dengan sangat lembut, sampai-sampai tidak ada suara yang keluar dari gesekan itu sama sekali.

“Huuuft, semudah ini ternyata,” gumam Bayu bangga setelah berhasil memasuki kamar yang serba hitam itu.

Tanpa lama, ia langsung mencari dengan cepat benda yang dibutuhkan oleh majikannya. Sesuai dengan instruksi Tera yang pertama, ia lebih dulu mengecek kasur yang sedikit berantakan itu. Pertama-tama, Bayu merapikan kasur tersebut agar mudah menemukan secarik alamat rumah paman Tera. Setelah merapikan kasur itu dengan susah payah, yang dicari malah tidak muncul juga, membuatnya sedikit panik karena tidak memiliki  waktu yang banyak di dalam sana.

Sementara itu, Hana masih sibuk menjelaskan tentang produk yang berusaha ia jual. Ucapannya terbata-bata, karena selain grogi yang bukan main, ia sendiri belum tahu betul tentang produk yang akan ia demokan tersebut.

“Jadi, ini itu apa Mbak dan cara pakainya bagaimana?” tanya Mamah Tera yang sudah terlanjur excited dengan kehadirannya itu.

“Aah, ini namanya kalung kesehatan, Bu, cara pakainya…,” Hana kembali berpikir apa yang akan dikatakannya setelah ini.

Berbeda dengan wajah Mamah Tera yang terlihat masih sabar menunggu kata demi kata yang akan terlontar dari mulut wanita di hadapannya ini, wajah Ayah Tera sudah berubah datar. Ia paling tidak suka hal-hal yang yang dapat mengganggu waktunya, dengan bicara Hana yang terkesan lama dan terbata-bata itu memuat Ayah Tera akhirnya angkat suara dengan nada yang ketus, “Kapan-kapan kalau mau menawarkan produk minimal dikuasai dulu lah product knowledge-nya, Mbak!”

“Kok kamu ngomongnya kasar gitu sih, Yah?” balas Mamah Tera yang tidak terima dengan ucapan suaminya yang terkesan memojokkan.

...***...

Bayu masih mencari secarik alamat yang belum kunjung terlihat di semua sudut ruangan itu. Keringat di dahinya bercucuran deras, karena jika misi ini gagal, hal terburuk yang akan diterimanya adalah kehilangan pekerjaan. Selain itu, nama baik keluarganya yang terkenal sebagai orang kepercayaan para pemerintah distrik juga ikut tercoreng. Setelah kembali mencari alamat tersebut dan tidak ada perubahan, Bayu akhirnya putus asa dan memilih untuk mengabari Tera akan hal itu.

“Ter, kamu yakin kalau alamat itu tertinggal di kamar?” tanya Bayu memastikan, seingatnya, majikan muda ini seringkali lupa menaruh sesuatu.

“Yakin banget Yu, gue yakin banget, soalnya di tas gue gak ada,” sahut Tera dari sambungan ponselnya.

“Ini soalnya saya cari kemana-mana gak ketemu Ter, barangkali keselip sama kamu, coba dicek lagi,” lapor Bayu dengan nada yang sedikit emosi.

Mendengar laporan itu, Tera mengecek kembali seluruh tasnya perlahan dan merogoh semua saku yang ada, mulai dari saku kemeja hitam yang ia pakai hingga saku celananya. Dan benar saja seperti apa yang dikatakan oleh Bayu. Cepat-cepat ia mengabari asisten andalannya itu lewat saluran ponsel.

“Bay, hehe, ini alamatnya beneran ada di gue,” terangnya dengan sedikit tawa malu.

Bayu menghela napas lega sambil memutar bola matanya, “Kaan, saya bilang juga apa,” ucapnya, lalu Tera mematikan sambungan itu setelah berterima kasih dan menyemangati asistennya itu.

Bayu segera mendekati pintu di ruangan 4x4 meter itu untuk keluar dari sana, tetapi alangkah tidak beruntungnya ia ketika mendengar langkah kaki kedua orang tua Tera yang sudah kembali ke ruang tengah.

“Bay, gimana nih, mereka keburu ngusir saya,” adu Hana dalam pesan yang ia kirimkan ke Bayu.

Bayu yang sudah lega, kembali panik. Jantungnya kembali berdegup dengan kencang, tidak ada hal yang bisa ia lakukan di dalam sana, kecuali berdoa agar orang tua Tera tidak mengecek raung kerjanya yang kosong itu.

‘Ding…Dong…’

Suara bel rumah kembali terdengar, membuat kedua orang tua Tera kembali ke ruang tamu untuk melihat siapa yang masih ada di depan rumahnya itu. Dengan cepat, Hana mengabari Bayu untuk keluar, setelah ia melihat kedua orang tua Tera menghampirinya ke depan.

“Kamu mau apa lagi?” tanya Ayah Tera dengan ketus.

Hana melemparkan senyuman, setelah ia mengecek kembali barang-barang yang ada di tasnya, ternyata ada satu barang yang tertinggal di meja ruang tamu itu. “Maaf, Pak, Bu, barang saya ada yang tertinggal,” jawabnya sambil menunjuk benda yang tertinggal tersebut. Ibu Tera pun membantu mengambilkan barang tersebut dan memberikannya ke Hana dengan ramah. Di saat yang bersamaan, Bayu keluar dengan hati-hati dari kamar Tera dan kembali ke ruangannya sebelum kedua orang tua itu kembali lagi ke ruang tengah.

“Sudah tidak ada lagi yang tertinggal, Mbak?” tanya Mamah Tera lembut.

“Sudah, Bu” jawab Hana, setelah itu ia berpamitan untuk pulang dan meminta maaf kepada pasangan paruh baya itu karena telah mengganggu waktu kerja mereka.

Hana kembali ke mobilnya dengan perasaan yang lega.Sedangkan Bayu kembali melakukan aktivitasnya seperti tidak terjadi apa-apa. Sejak kerja sama tersebut kedua asisten kepercayaan itu menjadi memiliki hubungan yang baik. Hari ini, misi Tera sukses, walaupun pada akhirnya apa yang ia perintahkan itu sia-sia, karena kecerobohannya dan hanya menambah spot jantung untuk Bayu. Namun, berkat misi Tera ia dapat mengenalkan asisten terpercayanya dengan asisten terpercaya Genta satu sama lain.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!