Chapter 8: Sebuah Rencana

Meja panjang yang biasanya mempertemukan ketiga orang dalam ruangan yang sangat besar itu untuk sarapan kini menjadi kosong. Sejak kepergian Genta dari rumah, ibu dan ayahnya tidak lagi sarapan bersama saking sibuknya. Setiap pagi, pegawai di rumah itu selalu menghidangkan berbagai macam makanan, tapi tidak satupun dari makanan tersebut tersentuh.

Hari itu ibu Genta yang sibuk menyadari bahwa sudah beberapa hari belakangan ini anak semata wayangnya tidak turun untuk sarapan, begitu juga dengan suaminya. Berbeda dengan suaminya yang masih ia lihat kehadirannya di perusahaan, Genta tidak terlihat sama sekali di semua sudut ruangan yang berada di rumah.

Karena penasaran ia memanggil salah satu pegawai terpercayanya dan menanyakan tentang keberadaan anaknya yang belum ia lihat lagi. Pegawai yang ditanya hanya bisa menggeleng sebab ia juga tak tau apa-apa soal itu, ia mengira bahwa Genta hanya pergi sebentar untuk menenangkan diri di sebuah penginapan di distrik Barren. Karena dari pengalaman sebelumnya, Genta juga pernah pergi seperti itu dan kembali lagi setelah tiga hari.

“Perasaan saya ga enak, coba nanti kamu hubungi dia ya, saya harus kembali bekerja, kalau sudah ada kabar langsung kamu hubungi saya,” pinta Anantari sebelum akhirnya ia pergi meninggalkan pegawainya yang masih berdiri.

Setelah sebuah mobil berwarna putih menjemput wanita yang sudah rapi dengan setelannya yang serasi dari atas ke bawah, pegawai itu langsung merogoh saku di jas hitamnya dan mengambil smartphone-nya keluar. Jemarinya dengan cepat mengetikkan nama Genta pada kolom pencarian kontaknya, lalu menekan ikon berbentuk telepon yang berwarna hijau.

...***...

Dering panggilan dengan volume penuh membangunkan Tera dari tidurnya. Setelah menempuh berpuluh-puluh kilometer yang melelahkan membuat ia bersama Genta memilih untuk memarkirkan mobilnya di pinggir jalan lalu beristirahat semalaman di sana.

“Gen, bangun Gen, HP lo bunyi tuh," kata Tera dengan malas karena masih lelah setelah sampai pukul satu malam hari masih harus bergantian mengemudi dengan Genta.

Bukannya langsung mengangkat panggilan tersebut genta dengan santainya hanya bertanya “Dari siapa itu?” dengan mata yang masih sama-sama lengket.

Tera menyipitkan matanya agar angka-angka yang tertulis kecil di layar smartphone temannya itu dapat ia baca, lalu ia menyebutkan bahwa nomor yang memanggilnya itu tidak dikenal, mendengar jawaban Tera, Genta langsung acuh dan melanjutkan tidurnya,

“Eh Gen, gak diangkat dulu siapa tau penting, tuh,” omel Tera, meski matanya juga kembali terpejam.

“Udah gausah, palingan juga pegawainya ibu, biarin aja,”

lalu keduanya melanjutkan tidur.

Pegawai yang sudah berkali-kali menelepon tetapi tidak kunjung diangkat akhirnya menyerah dan berhenti meleponi anak majikannya itu. Ia pun kembali melakukan pekerjaan lain.

...***...

Setelah beberapa jam berlalu, sebuah dering smartphone yang merupakan alarm milik Tera berdering, membangunkan keduanya tepat di pukul sembilan pagi. Mereka berdua lalu membasuh wajah mereka agar segar menggunakan persediaan air mineral yang mereka bawa. Dilanjutkan dengan memakan beberapa cemilan untuk sekedar mengganjal perut mereka yang lapar.

"Perjalanannya masih jauh gak sih, Ter?" tanya Genta sambil mengunyah roti gandum dengan selain kacang di atasnya.

"Mana gue tau Gen, gue aja belum pernah keluar distrik, ini baru pertama kalinya," sahut Tera dengan mulut yang juga penuh dengan makanan yang ia kunyah.

"Tanya orang aja deh, lo inget nama paman lo kan?" usul Genta.

"Gimana mau nanya, orang dari tadi aja gak ada mobil lewat selain mobil ini, Gen"

“Lagi lo gimana, sih! Udah tahu mau pergi jauh, alamat gak dibawa pinter banget," oceh Genta gregetan dengan sifat pelupa Tera yang belum saja hilang.

"Ya maaf, Gen, namanya waktu itu kegirangan jadi lupa mau langsung disimpan di tas deh," ujarnya dengan rasa bersalah.

Seketika suasana mobil menjadi hening, "Tapi kayaknya gue punya ide, Gen," spontan Tera. Terkadang di keadaan yang genting seperti ini otaknya akan bekerja lebih cerdas dari biasanya, Tera punya 1001 ide-ide ajaib yang terkadang juga terasa tidak masuk akal.

"Apa?" tanya Genta singkat, berharap apa yang temannya pikirkan itu dapat membantu.

"Kita minta tolong pegawai orang tua kita untuk saling kerja sama aja," saran Tera bersemangat.

"Hah! Gimana kalau mereka malah ikut dan suruh kita pulang? Lo gila ya? Please- lah, Ter," ucap Genta tak habis pikir.

“Tenang aja, bukannya lo punya asisten yang lo percaya banget ya, Gen, dari kecil?”

Genta mengangguk, ia memang memiliki orang kepercayaan yang disewa orang tuanya untuk menemaninya sejak usia 10 tahun. Namanya Hana, meski ia juga sering membantu urusan ibunya akan tetapi apapun rahasia yang diceritakan Genta kepadanya tidak pernah bocor.

“Nah, kalau begitu gue perlu Mbak Hana untuk bantuin misi ini,” pintanya.

“Jadi, gimana rencananya?” Genta penasaran.

“Hari ini gue tau baget kalau orang tua gue dua-duanya lagi di rumah, karena ini emang jadwal mereka libur. Gue butuh Mbak Hana buat ngalihin perhatian mereka, biar asisten gue ini bisa masuk ke kamar dan kirim foto alamat yang ada di kasur gue,” terang Tera.

“Terus nanti Mbak Hana harus bilang apa? Gimana kalau orang tua lo malah curiga?” sahur Genta khawatir.

“Tenang aja, orang tua gue gak curigaan kok. Mbak Hana bisa pura-pura jadi sales yang nawarin barang dengan begitu asisten gue bisa masuk diam-diam ke kamar," jelas Tera.

"Hmm, oke boleh juga."

Dering ponsel Genta tiba-tiba berbunyi, sehingga membuat ia dengan sigap mengangkatnya tanpa melihat lagi siapa orang yang menghubunginya itu.

“Ya, halo Mbak!” saa Genta kegirangan.

“Mbak? ini Ibu Gen, kamu di mana?” tanya seorang wanita dari sambungan telepon yang ternyata bukan Mbak Hana, melainkan ibunya sendiri.

“Aku lagi di jalan, Bu,” ucap Genta yang seketika gugup sendiri.

“Mau kemana emangnya?” tanya Ibu Genta lagi.

Genta memutar kedua matanya, mencari alasan yang tepat agar ibunya tidak curiga, “Healing, Bu,” jawabnya asal.

“Ohh, ya sudah, hati-hati ya!”

Kemudian sambungan itu terputus. Tidak seperti respon yang dibayangkan Genta, tumben sekali ibunya tidak memarahinya tentang kepergiannya yang sudah beberapa hari itu tidak kembali ke rumh. Genta pun tidak terlalu memikirkan hal itu, lalu ia menghubungi nomor tidak kenal yang masuk pagi ini. Ia sudah hafal betul kalau itu adalah nomor asisten terpercayanya yang sengaja tak ia simpan kontaknya. Kemudian ia bersama Tera mensosialisasikan rencananya tadi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!