ANTARA MIMPI DAN KENYATAAN

Aril tidak melihat apa-apa di sana, tapi dalam hatinya timbul perasaan, bahwa ada sesuatu yang sedang mengawasinya saat ini, dan jumlahnya semakin bertambah banyak.

Tiba-tiba bulu kuduk Aril merinding.

"Blrrrrrhhh ...!" Aril bergidik.

Karena rasa takut semakin bertambah, dengan cepat Aril membuka resleting celananya, kemudian kencing mengarah pada lubang toilet.

Baru saja Aril selesai melaksanakan hajatnya, tiba-tiba ....

"Tokekkkk tokekkk ...!"

Aril terlonjak kaget, makian pun keluar dari mulut remaja itu.

Suara tokek yang berbunyi dengan

tiba-tiba, membuat Aril tersentak dan gelagapan. Ketika matanya menatap ke arah asal suara tersebut, makian yang tak jelas masih keluar dari mulutnya.

Kepala Aril mendongak memperhatikan dengan cermat bagian loteng. Tapi dia tidak melihat apa-apa di sana.

Mungkin tokek itu sedang bersembunyi, sebentar lagi pasti akan bersuara kembali, pikir Aril.

Cukup lama Aril menunggu suara tokek tersebut, hanya untuk sekedar menghilangkan rasa penasarannya. Tapi sejauh ini, tokek itu tidak pernah muncul dan berbunyi kembali. Akhirnya Aril jenuh.

Dari pada berlama-lama di kamar mandi, hanya untuk menunggu bunyi tokek dengan diliputi rasa takut, mendingan kembali ke kamar, pikir Aril.

"Dasar makhluk aneh!"

Aril menggerutu, ketika kakinya baru saja keluar dari kamar mandi.

"Makhluk anehhhh ... makhluk anehhhh ... makhluk anehhhh ...!"

Tiba-tiba terdengar seperti suara orang berbisik, menirukan dua kata dari kalimat yang diucapkan Aril tadi. Intonasinya agak tebal dengan mendes4h. Aril semakin merinding, bulu di seluruh tubuhnya seperti berdiri.

Karena rasa takut, mata Aril semakin liar mengawasi ruang yang menjadi pemisah. Pemisah antara kamar tidur dengan dapur, serta kamar mandi.

"Makhluk anehhhh ...."

"Makhluk anehhhh ...."

Mata Aril tidak menemukan apa-apa, tapi suara itu masih saja berdengung di seantero ruangan.

Mungkin bisikkan itu keluar dari puluhan mulut, sehingga bunyinya mendengung seperti ini, yang membuat kuping Aril seperti dikerubutin puluhan tawon.

Karena rasa penasarannya tidak terjawab, membuat rasa takut semakin bertambah di hati Aril. Akhirnya dia bergegas kembali ke kamar. Dia hendak berlari, tapi langkahnya terasa berat.

Ketakutan Aril semakin menjadi, ketika dia merasakan, seperti ada sesuatu yang mengikutinya dari belakang.

Saking takutnya, Aril menoleh ke belakang, ingin memastikan kebenaran sesuatu yang mengikutinya itu. Dia berpikir, jika dia tidak melihat apa-apa, tentu rasa takutnya akan berlalu.

Tapi kalau memang ada sesuatu, Aril bertekat akan ambil langkah seribu. Keluar dari ruangan ini, dan berlari masuk ke kamar Dara ... eh tidak! Ke kamar pak Sarwo maksudnya ... untuk minta bantuan.

Ketika Aril menoleh, tak ada makhluk apapun yang dia lihat, selain dari onggokkan perabot dalam remangnya cahaya lampu. Namun, bukan rasa takut Aril yang hilang, malah tengkuknya semakin merinding, bahkan tubuhnya pun mulai dibasahi keringat dingin.

Aril bergegas menuju pintu kamar. Dia ingin segera berada di atas kasur, dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Siapa tahu, dengan cara seperti itu rasa takutnya akan hilang.

Kanehan yang tak kalah horornya kembali terjadi. Baru saja Aril berada di depan pintu kamar. Pintu yang tertutup, tiba-tiba terbuka dengan sendirinya. Terbuka dengan perlahan seperti ada yang mendorong daun pintu tersebut.

Kriiiieetttttttt ...!

Suara deritan pintu tersebut benar-benar menciptakan sesansi, yang membuat bulu di tubuh Aril tambah berdiri.

Ketika gerakkan pintu itu telah berhenti, dengan cepat Aril melompat memasuki kamar, dan menutupnya dengan cepat.

Setelah pintu tertutup, Aril bersandar di daun pintu dengan mata terpejam. Dia bersandar seakan menahan pintu dari dorongan agar tidak terbuka. Kedua tangannya merentang, dengan napas ngos-ngosan, dan mata masih terpejam.

Cukup lama Aril berada dalam posisi seperti itu, sampai akhirnya dia bisa menguasai diri, dan napasnya kembali mereda. Pelan-pelan dia membuka mata.

Baru saja matanya terbuka, pandangan Aril langsung berbenturan dengan sosok yang sedang duduk di atas jendela.

Entah sejak kapan jendela kamar itu terbuka, Aril tidak sempat memikirkannya, karena matanya kini sedang terbelalak dengan mulut menganga, tak ada suara yang keluar dari mulutnya.

Wajah Aril menjadi kaku, dengan mata tidak lepas dari makhluk yang duduk sambil menjuntaikan kedua kakinya tersebut.

Makhluk itu menatap Aril tanpa ekspresi. Diam, dengan kaki terus bergerak, berayun seperti mengikuti irama musik. Sangat santai.

Antara sadar dan tidak, Aril sempat melihat makhluk tersebut menyeringai ke arahnya, yang membuat Aril semakin menggigil, dan akhirnya jatuh ke lantai.

Pingsan ....

****

Aril menggeliat ketika ada tepukkan lembut di kakinya.

"Mas ... Mas ... bangun, Mas!"

Lapat-lapat terdengar suara panggilan memasuki indra pendengarannya. Aril membuka mata perlahan.

Pandangan Aril menyentuh sosok Dara, yang sedang berdiri dengan agak membukuk di sisi ranjang, dekat kaki Aril.

Dara sampai membungkuk seperti itu, mungkin karena dia baru saja membangunkan Aril, dengan cara menepuk-nepuk bagian kaki pemuda tanggung tersebut.

"Ayo bangun, Mas! Udah hampir jam sebelas!" titah Dara, ketika melihat mata Aril telah terbuka. Senyum tersungging di bibir gadis yang memiliki riasan tipis itu.

Walau riasannya sangat minimalis, tapi mampu menguatkan pesona Dara, sebagai seorang gadis yang telah menginjak remaja.

"Jam sebelas?" tanya Aril dalam gumam.

"Iya, hampir jam sebelas. Kelihatannya Mas tidur begitu pulas, mungkin karena pengaruh obat yang diminum semalam," jawab Dara, dengan penjelasan.

Dara berjalan ke arah meja yang di atasnya ada beberapa guci, cangkir dan termos. Kemudian dia mulai sibuk dengan benda-benda tersebut, tanpa menghiraukan Aril.

Pulas ...?

Pertanyaan itu hanya diungkapkan Aril dalam hati.

Bisa jadi apa yang dikatakan Dara itu benar. Dia tidur begitu nyenyak sehingga menyebabkannya bangun kesiangan.

Tapi kenapa seluruh badannya terasa pegal? Bukankah kalau kita tidur dalam keadaan nyenyak atau pulas, akan membuat badan lebih segar?

Pertanyaan-pertanyaan yang muncul, membuat Aril mulai mengingat apa yang dia alami semalam.

Suara-suara itu ....

Ya, suara!

Suara seperti berbisik dengan kalimat yang hampir semuanya tidak dipahami Aril. Otak Aril bekerja, memutar kembali rincian peristiwa yang dia alami semalam. Dia berusaha keras untuk mengingatnya.

"Siapa yang memindahkan saya ke atas ranjang?" tanya Aril, ketika ingatannya sampai pada peristiwa terakhir yang dia alami semalam.

Jelas waktu itu dia jatuh di lantai kamar, yang membuat dia tidak sadarkan diri.

"Memindahkan?" Dara menjawab pertanyaan Aril dengan pertanyaan pula.

Keningnya agak berkerut, sehingga membuat kedua alisnya yang rapi seperti bertaut. Pandangannya beralih pada Aril dengan tatapan heran.

"Iya, semalam saya jatuh di depan pintu, sehabis dari kamar mandi. Saya rasa ... semalam saya pingsan," terang Aril.

"Mungkin itu hanya mimpi."

Dara menggeser kursi, merapatkannya ke ranjang, kemudian dia duduk di sana, di samping Aril.

"Saat ini, ingatan Mas mulai berangsur pulih, sehingga apa yang pernah dialami akan kembali lagi ke dalam ingatan itu. Mungkin hal inilah yang membuat Mas seperti bermimpi," lanjut Dara.

Aril cuma mendengarkan apa yang diucapkan Dara, dengan melongo seperti orang bingung.

"Saya yang pertama memasuki kamar ini. Saya melihat Mas masih terlelap di atas ranjang. Karena Mas memang harus banyak istirahat, makanya saya biarkan. Baru sekarang saya berani membangunkan, itu pun karena Mas harus mandi jam dua belas siang nanti, dengan air ramuan yang dibuat Bapak semalam," terang Dara cukup panjang.

Aril mendengarkan dengan otak terus berpikir, sambil mencerna semua kalimat yang disampaikan Dara.

Mungkin apa yang disampaikan Dara itu benar. Namun, semua yang dialami Aril semalam terasa begitu nyata. Hal ini membuat Aril menjadi ragu.

Mata Aril beralih ke jendela yang masih tertutup. Ingatannya kembali pada makhluk menyeramkan, yang duduk berjuntai di atas jendela itu.

"Apakah jendela itu selalu tertutup?" tanya Aril kemudian.

Dia sengaja bertanya seperti itu, karena jendela ini memang belum pernah dilihatnya dalam keadaan terbuka.

Kemaren ketika Aril mencoba membukanya, ia mengalami kejadian yang sangat aneh. Namun waktu itu, Dara bisa memberikan keterangan yang masuk akal.

Tapi, semalam ...?

Bukankah awalnya suara itu terdengar dari arah jendela? Kemudian baru berlanjut pada hal-hal aneh berikutnya. Aril yakin, ketika peristiwa itu terjadi, dia dalam keadaan sadar. Karena semua terasa begitu nyata.

"Tidak, tadi jendela itu sengaja tidak saya buka, karena Mas masih tidur," jawab Dara.

Matanya ikut mengarah di mana jendela itu berada.

"Tadi ketika kamu masuk, apakah jendela itu terbuka?" selidik Aril.

"Tidak, malah jendela itu tertutup dari kemaren."

Dara menatap Aril lekat-lekat, seakan mencoba meyakinkan Aril, dengan apa yang dia katakan.

"Biar saya buka sekarang," lanjutnya kemudian sambil bangkit, lalu berjalan menuju ke arah jendela yang sedang mereka bicarakan.

Mata Aril mengikuti gadis itu, dengan hati yang masih penasaran.

Daun jendela terbuka, angin semilir memasuki ruangan, membawa aroma khas tanah pedesaan. Tentu saja aroma itu telah menyatu dengan bau parfum milik Dara, sebelum singgah di hidung Aril.

BERSAMBUNG

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!