"Makanya Ibu bilang apa? Jangan mandi di telaga itu! Batunya licin!"
Suara itu memenuhi seluruh ruangan, ketika kaki seorang wanita baru saja memasuki kamar Aril.
"Akhirnya kejadian sekarang ... sakit kan? Bandel sih!" Perempuan itu menoel bahu Aril dengan geregetan.
Aril hanya meringis. Tapi dia patut bersyukur, karena tidak dihadiahi cubitan. Biasanya cubitan pasti akan bersarang di paha, bila dia tertangkap basah melanggar larangan ibu. Ya, perempuan itu adalah ibunya Aril.
Mungkin karena goresan luka yang dia derita membuat ibu jadi kasihan, sehingga Aril selamat dari cubitannya.
Begitulah seorang ibu ....
Dia akan melarang, bahkan bisa marah, ketika anaknya melakukan sesuatu yang berbahaya. Tapi ketika anaknya melanggar larangan tersebut, dan hal yang membahayakan itu akhirnya pun terjadi. Maka kecemasan dan rasa kasihanlah yang akan keluar dari hati sang ibu.
Ibu Aril duduk di sisi ranjang, kemudian membersihkan luka gores di kaki anaknya dengan kapas, yang telah dibasahi cairan revanol.
"Lihat kakinya? Pada lebam semua!"
Volume suara ibu masih level sepuluh.
Aril diam tak menjawab. Sebab, apapun yang diucapkan Aril nantinya, percuma saja. Justru itu akan mengundang geregetan dari ibu, dan bisa saja berbuah cubitan.
Sudah bisa dipastikan, semua ibu akan melarang anaknya agar tidak bermain di tempat yang berbahaya. Namun, meskipun mereka telah wanti-wanti mencegah anaknya dengan berbagai nasehat dan ancaman.
Sang anak tetap saja bandel. Malah semakin dilarang semakin menjadi. Tidak jarang, sang ibu memberi hukuman dengan cubitan pada anaknya yang bandel tersebut.
Hukuman atau cubitan itu bukanlah bentuk kekej4man, atau pertanda jahatnya seorang ibu. Tapi hukuman yang mereka berikan, adalah bentuk kasih sayang, dalam menjaga dan melindungi anaknya. Biar ada efek jera.
Tidak hanya ibu, kemungkinan Tuhan juga seperti itu. Sebab, cinta dan kasih sayang Tuhan terhadap manusia, melebihi cinta dan kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya.
Bisa jadi, untuk mencegah manusia dari sifat zholim dan mungkar, Tuhan justru melindungi dengan cara memberikan musibah atau kesusahan pada manusia itu.
Musibah sakit, misalnya.
Mungkin Tuhan sedang mencubit manusia dengan penyakit tersebut, agar manusia bisa intropeksi diri. Atau bisa juga rasa sakit itu adalah cara Tuhan menghukum manusia, untuk mengurangi dosa-dosa mereka.
Begitu pula dengan kemiskinan.
Mungkin begitu cara Tuhan mencegah manusia agar terhindar dari sifat sombong. Sebab, orang miskin tak mungkin akan sombong.
Jika masih ada orang miskin yang sombong, itu mah 'terlalu!' Kata Bang Haji.
Tapi, terkadang manusia atau sang anak tidak pernah kapok. Contohnya Aril end the gang.
Setelah terjadi apa yang dikhawatirkan para ibu menimpa mereka. Mereka memang menyesal dan menangis, bahkan berjanji tidak akan melakukan hal yang sama lagi.
Namun, janji itu hanya berlaku sampai ada kesempatan, atau ada teman lain yang mengajak si anak untuk mengulanginya. Selanjutnya mereka akan kembali melakukan perbuatan tersebut.
Mungkin karena hal itulah, terkadang sang ibu memberi hukuman atau cubitan pada sang anak. Hukuman atau cubitan karena kasih sayang dalam menjaga si buah hati.
Begitu pula yang terjadi dengan Aril. Ini sudah untuk kesekian kalinya dia melanggar larangan ibu, dan untuk kesekian kali pula dia harus menanggung resikonya.
Diomelin dan dimarahin, tapi kali ini ada bonusnya, dengan beberapa lebam dan goresan di tubuh, akibat kebandelannya sendiri.
Tadi dia pergi berenang ke telaga bersama teman-temanya. Telaga yang selalu bikin para ibu-ibu marah, bila mengetahui anak mereka bermain di sana.
Tapi bagi Aril dan teman sebayanya, justru telaga itulah tempat pavorit untuk bermain. Mungkin karena airnya yang sejuk dan panoramanya yang indah.
Apalagi di telaga itu banyak batu-batu kali yang berserakkan. Sehingga membuat mereka betah berlama-lama di sana.
Inilah yang terkadang membuat Aril bingung, kenapa para ibu paling suka melarang anak-anaknya bermain di tempat yang mereka sukai.
Tidak hanya ibu Aril ... ibu Aldo, ibu Basri, ibu Topan, bahkan ibu-ibu yang lain juga pada begitu.
Berenang sambil main kejar-kejaran, melompat dari satu batu ke batu lainnya, adalah sesuatu yang paling mereka senangi, sehingga membuat mereka sering lupa waktu.
Tapi, apa yang mereka senangi itu, justru sesuatu yang tidak disukai oleh orang tua mereka. Bahkan, tidak jarang orang tua mereka datang menyantroni, di saat mereka sedang asyik bermain di telaga itu.
Bahkan ibu-ibu tersebut menjemput mereka sambil membawa lidi di tangan.
Kebahagiaan anak-anak seketika berubah, yang tadi penuh gelak tawa, berganti menjadi tangis dan isakan. Karena rasa perihnya lidi di kaki, dan pedihnya jeweran ibu, yang mendarat di kuping mereka masing-masing.
Namun, ada juga yang sukses kabur melarikan diri, dan terjadilah aksi kejar-kejaran antara ibu dan anak.
Memang untuk sementara si anak selamat. Sebab, bocah yang rata-rata dibawah sepuluh tahun itu, lebih gesit dari ibunya masing-masing.
Tapi itu hanya penyelamatan sementara, karena di rumah, hukuman pasti akan mereka terima. Namun, anak-anak yang seperti ini lebih beruntung, ketika ayah mereka ada di rumah.
Tentu sang ayah akan membela mereka di kala sang ibu akan menjatuhkan hukuman. Lumayan, dapat keringanan dikit.
Meskipun demikian, mereka tidak pernah jera, dua atau tiga hari kemudian mereka akan kembali lagi ke telaga itu. Seperti itulah kelakuan Aril waktu kecil. Tapi kali ini dia kena batunya.
"Aduhhhh ... perih, Bu!" jerit Aril ketika ibunya meneteskan obat luka, di bagian kaki Aril yang tergores.
"Tahan ... perihnya cuma sebentar. Makanya jangan bandel. Ikuti apa yang dikatakan orang tua! Kalau sudah begini, baru tahu rasa!" omel ibu, tapi tangannya mengusap lembut punggung Aril.
"Aku tidak usah ke langgar ya, Bu? Kaki rasanya perih sekali!" pinta Aril dengan merajuk, setelah beberapa saat goresan yang ada di tubuhnya diobati.
Aril ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk tidak salat berjama'ah di langgar. Sebab, malam ini, imamnya Buya Labai. Aril paling malas bila bermakmum kepada Buya Labai.
Suka lama baca ayatnya!
Sudah membacanya pelan, ayatnya panjang-panjang lagi. Terkadang malah pakai batuk segala. Membosankan dan bikin ngantuk.
"Ya, udah salat di rumah aja. Tapi habis Maghrib kamu harus membaca dan menghapal surat An-Nas, sampai waktu Isya datang! Itu hukuman yang ibu berikan untukmu," kata ibu, sambil menyodorkan buku Juz-Ama pada Aril.
"Ahhhhhh ...!"
Walau mendes4h kesal, tangan Aril tetap meraih buku yang diberikan ibunya.
Sebenarnya Aril paling malas kalau disuruh mengafal surat seperti itu. Jangankan untuk mengafal, sekedar membaca saja dia enggan.
Soalnya membaca tulisan Arab adalah sesuatu yang rumit bagi Aril. Sudah bahasanya tidak dimengerti, hurufnya keriting pula.
Bikin mumet!
Tapi dari pada disuruh ke langgar dengan kaki seperti ini, dan imamnya Buya Labai. Aril lebih memilih duduk di rumah. Meskipun harus terpaksa belajar membaca surat An-Nas bersama ibu.
"Kamu harus hapal surat ini, karena dalam surat ini ada permintaan kita pada Tuhan, agar terlindung dari kejahatan jin dan manusia."
Mendengar kata-kata jin, Aril tersentak.
Bersamaan dengan itu, tiba-tiba di sekelilingnya bermunculan makhluk dengan bentuk yang aneh dan menyeramkan. Tidak mungkin makhluk yang berujud seperti itu adalah manusia.
Apakah makhluk itu sebangsa jin?
Anehnya lagi, ketika makhluk-makhluk tersebut bermunculan, ibunya pun menghilang. Raib entah ke mana. Seolah-olah beliau tidak ada di sini dari tadi.
Aril memandang sekeliling, tapi dia tetap tidak melihat ibunya. Hanya makhluk aneh itu yang berkeliaran di sekitar kamar, yang membuat Aril menjadi takut.
"Ibuuuuu ...!" Aril berteriak memanggil ibunya.
Namun, tidak ada jawaban. Sementara makhluk itu semakin banyak memasuki kamar. Seakan kamar ini penuh oleh mereka. Bahkan kini tatapan mereka mengarah pada Aril, yang membuat keringat dinginnya bercucuran.
Aril seperti terkepung di atas ranjang, dan makhluk itu mulai berjalan menghampiri Aril dengan wajah menyeringai. Seakan ingin menyantap Aril.
Tapi yang lebih mengerikan, tangan makhluk-makhluk tersebut terentang ke depan, mengarah pada leher Aril. Tangannya kaku, dan menggantung di udara, seperti vampir dalam adegan film negara Tirai Bambu.
Makhluk-makhluk tersebut berjalan ke arah Aril, seperti terseok dengan langkah pelan. Jelas jalannya berbeda dengan Vampir, yang lompat-lompat.
Mungkin makhluk yang ada di kamar Aril saat ini, adalah blasteran. Peranakan kawin silang antara Jin Tirai Bambu si vampir dengan Jin Eropa si Zombi. Akibatnya, bentuk, rupa, serta jalan mereka terlihat sangat aneh dan mengerikan.
Dengan gelagapan dan terus berteriak memanggil ibunya, Aril berusaha menjauh dari makhluk tersebut.
Dia beringsut mundur, tapi akhirnya gerakkan Aril tertahan, karena punggungnya telah menyentuh dinding.
Aril tidak bisa mundur lebih jauh lagi dari makhluk tersebut. Gerakkannya telah mentok. Sementara makhluk-makhluk itu masih terus menghampirinya.
Cara jalan makhluk tersebut yang pelan dengan tangan terangkat merentang, justru membuat Aril semakin takut.
Rasanya setiap langkah makhluk itu, seakan menciptakan teror tersendiri di hati Aril. Benar-benar mengerikan.
Tidak ada pilihan lain. Aril harus segera turun dari ranjang, dan kabur dari tempat ini secepatnya. Tanpa pikir panjang, Aril melompat, siap untuk kabur, dan ....
Bukkkk ...!
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Anik Setyowati
Aril gak sadar -sadar disuruh ibunya baca surat an -Nas malah lari setan jin kalo kita takut dia merasa bangga karena manusia yg katanya makhluk paling sempurna malah takut sama bangsa jin dia banggah dan senang wujudnya akan semakin membesar
2023-11-09
0
Mabel
Gak sabar menunggu kelanjutan cerita ini 😍
2023-09-27
1