NASIB ARIL SEPERTI BU ROMLAH

Bu Romlah waktu ditemukan dalam keadaan linglung. Dia cuma ingat, jika selama ini dia tinggal di sebuah Kampung yang bernama Lubuk Agung.

Kejiwaan bu Romlah ternyata juga terganggu. Dia suka menjerit, menangis, dan tertawa tanpa sebab. Akibatnya, banyak orang yang merasa takut sama bu Romlah.

Tapi Aril tidak, dia tidak pernah takut sama bu Romlah seperti teman-temanya yang lain. Bahkan Aril sering menemui wanita tersebut.

Ya, Aril dan ibunya memang sering menemui bu Romlah. Hampir tiap hari ibu Aril mengantarkan makanan buat bu Romlah.

Setiap ibunya pergi, Aril selalu minta ikut. Namun, sejak ibunya meninggal, Aril tidak pernah lagi menemui bu Romlah sampai sekarang.

Kini Aril menyadari, bahwa dia terdampar di tempat yang sama, yang pernah dikatakan oleh bu Romlah.

Lubuk Agung ... ya, sekarang Aril terdampar di Lubuk Agung. Kampungnya para jin.

'Kata Dara, kampung ini namanya Lubuk Agung. Artinya saat ini saya sedang berada di kampung jin. Tak mungkin orang akan menemukan saya ... saya-lah yang harus keluar sendiri dari kampung ini. Saya tidak mau lama-lama berada di tempat ini, takut gila seperti bu Romlah,' batin Aril.

Aril bertekat akan segera keluar dari tempat ini.

Berpikir untuk kabur, matanya langsung bergerilya, memandang seluruh ruangan. Memperhatikan dengan seksama, walau tidak dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Sesuai dengan teks proklamasi.

Ruangan ini masih sama seperti yang dia lihat semalam, tidak ada yang berubah. Namun, ini bukan rumah manusia, tapi rumah jin. Aril harus segera keluar dari rumah jin ini.

Aril turun dari ranjang, lalu mengendap-endap ke jendela. Perlahan dia membuka jendela itu, mendorong dengan hati-hati.

Jendela terbuka sedikit, walau hanya membentuk celah sempit. Aril mengintip dari celah itu, dengan perasaan was-was

Aril masih ingat, dibalik jendela ini dia pernah melihat makhluk yang sangat mengerikan. Bahkan di saat lain, ada makhluk yang duduk berjuntai di atas jendela. Bentuknya jauh lebih mengerikan dari ujud Pak Sarwo.

Tiba-tiba ada hembusan angin yang bertiup pelan masuk melewati celah jendela. Bersamaan dengan itu, tercium bau busuk seperti bangkai.

"Hyyyiiii ...!"

Aril bergidik, dengan segera dia merapatkan daun jendela, kemudian menguncinya kembali. Bau busuk itupun menghilang dengan sendirinya.

Aril diam sejenak untuk mempertajam indra pendengarannya. Tak ada suara apa-apa. Aril mendekatkan telinga ke daun jendela ....

Hening.

Tak ada suara yang terdengar, bahkan suara desauan angin pun sepertinya tidak ada ... sungguh mencekam!

Ya, sangat mencekam!

Mustahil rasanya di suatu tempat tidak ada suara sama sekali, itu sungguh aneh, dan Aril merasakan keanehan itu.

Tak perlu diragukan lagi, saat ini Aril memang telah terdampar di kampung jin. Aril tidak ingin berlama-lama di sini. Dia harus segera kabur. Tapi, bukan sekarang, karena hari sudah malam.

Keluar rumah di tengah malam seperti ini, hanya akan mendatangkan rasa takut. Dari pada mati ketakutan, lebih baik tidur lagi, itu yang ada dalam benak Aril.

****

Keesokan harinya, Aril kembali bangun rada siang, itu pun Dara yang membangunkan. Tanpa banyak bicara, Aril langsung menuju kamar mandi.

"Mandinya pakai air di gentong saja ya, Mas!" pesan Dara, ketika Aril hendak meninggalkan kamar.

"Ya!" Aril menjawab sambil berlalu, karena dia juga telah tahu tentang itu. Jawabannya juga rada pendek. Takut, bila bau mulutnya yang baru bangun tidur, akan mengalahkan semerbak aroma wangi parfum Dara.

Di kamar mandi, semua keperluan Aril telah tersedia, lengkap dengan pakaian pengganti. Sesaat mata Aril menatap pakaian itu, lalu meraihnya.

Pakaian tersebut terlihat masih baru, tapi sepertinya habis dicuci. Mungkin Dara yang mencucinya. Seperti kebiasaan ibu Aril, yang selalu mencuci pakaian yang baru dibeli terlebih dulu, sebelum dipakai.

Ternyata pak Sarwo termasuk golongan jin yang baik hati. Buktinya, dia membelikan pakaian untuk Aril, tidak hanya satu. Tapi entah berapa biji. Kemaren dikasih pakaian baru. Sekarang baru lagi.

"Benar-benar calon mertua baik hati," gumam Aril sambil nyengir, tapi sesaat dia tersentak, dan malu sendiri.

Ya, Aril jadi malu pada dirinya sendiri, karena memikirkan sesuatu yang aneh, yang belum pernah timbul dalam kepalanya selama ini.

Aril ingin mengutuk dirinya, karena telah berpikir yang aneh-aneh seperti itu. Tapi dia belum mau menjadi batu, seperti Malin Kundang.

Pikiran kembali dia alihkan pada pakaian. Kali ini, matanya mengarah pada pakaian yang melekat pada tubuhnya.

Aril memastikan pakaian yang dibelikan oleh Pak Sarwo memang bukan pakaian jin, sebab nyaman dipakai.

Tidak ada sedikit pun rasa gatal dari baju yang masih menempel di tubuhnya itu, dan pakaian tersebut juga tidak berubah jadi daun, atau apa saja yang menyeramkan.

Setidaknya sampai saat ini.

Pakaian yang dibeli kemaren sudah seharian dia pakai. Aman-aman saja, mungkin pakaian ini dibikin oleh manusia, pikir Aril.

Aril mendekatkan pakaian baru yang ada di tanganya ke wajah, dan menciumnya. Aroma wangi yang menyegarkan menguar dari pakaian itu. Tidak ada lagi bau toko yang melekat pada pakaian tersebut, apalagi bau pabrik.

"Gadis yang rajin dan bersih, seperti Ibu yang suka akan kebersihan," gumam Aril.

Sejak mimpi betermu ibu, pikiran Aril memang selalu terisi oleh wanita yang telah melahirkannya tersebut, dan terkadang juga diselingi oleh bayangan Dara. Namun, kali ini dia malah membandingkan ibunya dengan Dara.

Entah kenapa bisa begitu? Apakah karena Dara orangnya juga rapi dan bersih seperti ibunya? Entahlah ...! Tapi, pantaskah Dara dibandingkan dengan ibunya?

Rasanya tidak! Aril membantah sendiri pikiran yang muncul di otaknya.

Ya, memang tidak pantas, karena ibunya adalah seorang ibu, orang yang melahirkannya. Sementara Dara bukan, bahkan disebut seorang wanita pun, belum tentu boleh, sebab dia bukan orang.

Karena Dara adalah anak jin. Pantasnya, mungkin disebut se-jin wanita, bukan seorang wanita, atau bila sudah punya anak, sebutan yang cocok untuk Dara adalah, se-jin ibu, bukan seorang ibu.

Ahh, sebutan yang aneh dan ribet.

Aril menggaruk kepalanya yang tidak gatal, ketika memikirkan itu. Dia heran, kenapa juga dia memikirkan hal tersebut. Seketika wajahnya mengerinyit.

"Kenapa otak ini selalu berisi Dara?" Aril bergumam, kesal.

Plakkkk ...!

Sambil menggerutu, Aril menepuk jidadnya sendiri dan langsung meringis menahan rasa perih, karena tepukkannya ternyata cukup keras. Sungguh konyol.

Setelah menyampirkan pakaian yang dia pegang, mata Aril beralih pada gentong, lalu membuka tutupnya.

Ada rasa penasaran di hati Aril. Ramuan apa sebenarnya yang dibuat Pak Sarwo untuk mandinya.

Aril melongok ke dalam gentong. Hanya ada beberapa helai daun yang mengapung di dalam gentong tersebut. Airnya bening, tidak seperti ramuan obat sama sekali.

Karena masih penasaran, Aril menciduk isi gentong tersebut, dan meciumnya. Memang ada aroma aneh dari air tersebut. Tapi tidak bau rempah-rempah, malah lebih mirip bau parfum Dara.

Pletak ...!

Kali ini jitakan yang mendarat di jidad Aril. Dia sengaja melakukan itu agar otaknya tidak mengingat si Dara lagi. Meskipun akibat jitakkan tersebut, dia kembali harus meringis.

'Tapi bau air itu benar-benar seperti aroma parfum Dara!' Kali ini hatinya yang membatin.

Walau kesal dengan suara hatinya, tapi Aril tidak mau menjitaknya. Sebab, Aril memang belum paham bagaimana cara menjitak hati. Terutama menjitak hati Dara dengan senandung cinta ... eh ... Dara lagi!

Akhirnya Aril cuma bisa menggeleng-ngelengkan kepala. Menyerah pada otak dan hati, yang sesukanya menghadirkan Dara di dalam pikiran.

Aril mengambil keputusan untuk segera mandi, siapa tahu dengan ademnya air, otak dan hatinya bisa diajak kompromi.

'Apa saya harus mandi dengan air ramuan ini, ya?' batin Aril bertanya penuh ragu.

Memang ada rasa was-was di hati Aril, untuk mandi dengan air tersebut. Takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada dirinya, atau setidaknya kena guna-guna. Diguna-guna biar jatuh cinta sama Dara ... yah, Dara lagi ...!

Aril memang tipe makhluk yang suka curiga, mungkin karena jarang salat, jadi bawaannya su'uzon mulu. Sifat buruk yang kudu harus dihindari Aril. Tapi sampai saat ini, dia belum mampu menghindar dari sifat tersebut.

Hampir saja Aril batal mandi dengan ramuan yang telah disediakan Dara, jika tidak ingat apa yang diucapkan pak Sarwo waktu itu.

Ramuan akan membuat dia terlihat seperti jin di kampung Lubuk Agung, dan dia akan melihat penduduk kampung Lubuk Agung seperti manusia. Begitu yang dia dengar.

Hal ini jelas sangat menguntungkan bagi Aril, yang berniat hendak kabur.

Dengan penampilan ala jin, tentu dia bebas bergerak ke mana saja, dan jika melihat jin yang ada di kampung ini, dia juga tidak bakal takut. Sebab, dalam pandangan Aril, jin tersebut akan terlihat seperti manusia.

Setelah memikirkannya sesaat, Aril memutuskan untuk segera mandi. Ketika menciduk air dan mengguyurkan ke badan. Rasa segar menjalar ke seluruh tubuh. Tidak hanya segar, tapi tenanganya juga terasa semakin bertambah.

Apalagi, airnya sangat wangi, sewangi parfum Dara ....

Pletakkk ...!

Kali ini gayung yang mendarat di kepala Aril. Sepertinya Aril benar-benar tidak ikhlas dan ridho, jika otak yang ada di dalam kepalanya tetap memikirkan Dara.

Akibatnya, ketika Dara muncul lagi dalam pikiran. Aril tidak mau lagi memaafkan otaknya, refleks gayung langsung melayang ke kepala, meski dia harus kembali meringis menahan perih.

BERSAMBUNG

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!