Senja susah terlihat di ufuk barat. Cahaya keemasan mewarnai sore itu. Warna jingga sangat sedap di pandang mata. Sungguh sayang untuk dilewatkan.
Walaupun datangmu hanya sebentar. Namun selalu memberi kesan syahdu dalam ingatan. Selalu di nanti setiap insan, sebagai penanda waktu telah tiba. Untuk sekedar bertanya. Kamu sudah mandi apa belum .
Hahaha.....
Sore itu Bara duduk di balkon kamarnya. Balkon yang menghadap ke arah barat pas sekali dengan pemandangan senja yang indah. Ditemani secangkir coklat hangat dan beberapa cemilan untuk menikmati sore yang temaram.
" Bara... Nak. Kamu di mana.."
Terdengar suara Hary mencari Bara. Hary melihat ke arah pintu balkon yang terbuka.
"Papa masuk ya nak..."
Tidak ada sahutan. Namun Hary terus saja masuk dan berjalan ke arah balkon.
" Ternyata kamu di sini. Boleh papa ikut duduk nak."
Bara memandang sang papa sebentar . Kemudian dia mengangguk pelan. Menggeser kursi yang ada di dekatnya ke arah sang papa.
Suasana kembali hening. Papa masih diam. Papa memperhatikan Bara yang sudah terlihat segar. Namun masih ada gurat kesedihan di sana. Terlihat Bara mengambil nafas panjang.
" Pa,...." Bara berhenti sebentar. Dia kembali menarik nafas panjang. Terasa sesak dadanya belum hilang.
Hary menoleh dan tersenyum. Kemudian mengangguk .
"Ada yang sedang kamu pikirkan. Katakanlah.. Papa akan dengarkan."
Bara masih diam. Dia menunduk sangat dalam. Dia ragu untuk menceritakan semua mimpi dan apa yang dia alami belakangan ini.
Bara ragu. Dia tidak bisa menahan sendiri. Dan juga tidak mungkin juga cerita kepada ayah. Pasti akan menambah beban.
Makanya Bara mengambil keputusan akan bercerita kepada sang papa saja. Mungkin sang papa bisa menemukan solusinya. Yang penting Bara bercerita dahulu. Agar sedikit ringan beban yang dia pikul.
Bara benar-benar merasa aneh dengan mimpi yang selalu mendatanginya. Pasti ada sesuatu di balik mimpi tersebut. Mimpi yang datang berulang kali pasti itu suatu pertanda.
" Nak, katakan saja apa yang kamu ingin katakan. Katakan apa yang kamu rasakan." Ucap Hary memandang Bara yang terlihat masih ragu.
Bara mengambil nafas panjang dan membuangnya dengan kasar. Kemudian dia memandang ke arah sang papa.
" Pa,.. Papa merasa ada yang aneh tidak...." Suara Bara terdengar mengambang. Seperti tidak yakin dengan apa yang akan dia ungkapkan.
" Maksud kamu , apa yang aneh.." Hary memandang Bara dengan muka berkerut.
" Pa...... "
" Katakan saja. Tidak usah ragu..."
Bara kembali diam. Dia benar-benar merasa ragu dan bingung harus memulai cerita dari mana. Tak lama kemudian terdengar suara adzan Maghrib.
" Pa, sudah Magrib. Kita sholat dulu yuk. Kita ke masjid aja ya.."
Hary mengangguk. Hary harus sabar menunggu Bara dengan kemauannya sendiri bercerita apa yang terjadi. Hary tidak mau memaksa, nanti malah membuat jiwa Bara semakin tertekan Apalagi Hary tahu bagaimana kondisi sang putra saat ini.
Mereka berjalan beriringan masuk ke dalam. Bara mengunci pintu balkon. Kemudian turun ke bawah bersama untuk melaksanakan sholat magrib berjamaah di masjid.
Hary berjalan sambil berpikir. Dia mengetahui kalau ada sesuatu yang ingin Bara ungkapkan. Dia tahu putranya masih ragu. Sama dengan dirinya, yang ragu untuk membuka suatu cerita besar yang sedang dia simpan rapat saat ini. Hary sedang menunggu waktu yang tepat untuk menceritakan semuanya.
" Nak.. Hary ini papa ikut ke rumah Yanto ya..." Ucap Hary di tengah perjalanan menuju masjid. " Atau lebih baik papa saja yang kesana. Kamu istirahat dulu.Muka kamu masih pucat. Tidak enak kalau mereka melihat keadaan kamu. Nanti mereka merasa bersalah . Kamu tahu sendiri bagaimana sifat ayah dan bunda kan.. " Sambung Hary.
" Tapi pa..."
" Sudah tidak apa-apa. Nanti Papa yang mencari alasan. Papa juga tidak akan bilang kalau kamu sakit..."
" Terima kasih pa.. "
" Papa tahu nak, kamu memang butuh istirahat. Dan satu pesan papa. Kamu tidak boleh pendam sendiri apa yang kamu rasakan. Ada kami. Ada mama, ada papa dan juga ada Abang kamu Arkan. Jadikan kami berguna buat hidup kamu dengan kamu bisa jujur pada kami keadaan kamu yang sebenarnya.."
Bara mengangguk. Dia sangat merasa bahagia mempunyai keluarga yang selalu mendukungnya dalam keadaan apapun. Dia sangat senang keluarga nya selalu terlihat harmonis. Seorang papa yang penuh tanggung jawab dan perhatian. Ditambah seorang mama yang penuh kelembutan dan kasih sayang, serta seorang Abang yang selalu ada saat dibutuhkan.
Hati Bara menghangat. Dia terharu mendengar perkataan sang papa. Dia yakin bisa melewati masa sulit ini dengan mudah. Dia yakin bisa menghadapi segala halangan yang akan mengganggu nya.
Setelah sholat Bara masuk ke kamar. Dia ingin istirahat. Badannya masih terasa lemas. Suhu tubuhnya sudah turun walaupun belum normal kembali.
Hari ini dia tidak ingin memaksakan diri untuk datang ke rumah Arin. Walaupun ingin, namun keadaan tubuhnya tidak mendukung. Doa bisa di kirim dari mana saja. Asal tulus dan ikhlas pasti akan sampai di tempat yang seharusnya.
Kali ini sang papa yang akan pergi ikut doa bersama. Biarlah kali ini dia yang menggantikan sang putra hadir. Hary datang bersama mama. Karena memang mereka baru mempunyai waktu hari ini. Kemarin setelah pemakaman selesai Hary harus terbang ke Surabaya karena ada hal yang penting yang harus dia selesaikan.
Bara harus sehat dulu agar tidak membuat khawatir semua orang. Tidak hanya keluarganya, keluarga Arin pun pasti juga akan merasa khawatir melihat keadaan Bara yang sakit.
Bara tidak mengerti kenapa tiba-tiba badannya terasa lemas seperti ini. Padahal dia yakin telah makan dengan benar. Walaupun dia dalam keadaan tidak baik-baik saja, namun dia selalu memikirkan kesehatan dirinya.
Bara merebahkan badannya di atas pembaringan. Rumah terlihat sepi. Sang kakak sudah pindah rumah bersama istrinya. Padahal sebenarnya rumah ini luas. Cukup untuk mereka tempati bersama. Namun sang kakak berkeinginan untuk mandiri.
Bara memandang langit-langit kamar. Dia ingin tidur. Dia ingin istirahat. Agar segera sembuh dan bisa kembali bekerja. Banyak pasien menunggunya. Dia Sudah mengambil cuti cukup lama. Walaupun rumah sakit itu milik keluarganya, namun Bara tidak ingin bersikap semaunya sendiri. Dia merasa harus bertanggung jawab atas profesinya tersebut.
Bara memejamkan mata berusaha untuk tidur. Memang matanya terpejam. Namun pikiran nya entah kemana. Dia teringat akan mimpi yang beberapa hari ini selalu mengganggu tidurnya.
Tiba-tiba....
" Gubrak...."
Seperti ada sesuatu yang jatuh di bawah jendela kamarnya. Bara bangkit. Dia berjalan ke arah jendela. Namun kemudian dia menghentikan langkahnya. Di balik tirai terlihat bayangan. Pikiran Bara sudah berkelana.
Bayangan itu masih terlihat di jendela. Bayangan seorang wanita dengan rambut sebahu. Bayangan seorang wanita yang sangat Bara kenali.
"Tooolooong........"
Wanita itu merintih. Bergumam lirih minta tolong.
"Aa ... Tooolooong... Tolong..."
Bayangan tersebut memandang Bara tajam. Mukanya tidak terlihat jelas. Yang terlihat hanya mata merah dan mulut yang menyeringai.
Bara bergerak mundur. Bulu kuduknya meremang. Dia sudah berkeringat. Mulutnya terkunci.
"Tooolooong..... Tolong..."
Hati Bara bergetar. Suara itu ...suara itu mirip sekali dengan suara Arin.
" Siapa kamu..."
Spontan Bara berteriak. Entah dia punya kekuatan dari mana.
"Hihihihiii... Aa Tolong..... Tooolooong.... Tooolooong......." Bayangan itu menghilang, setelah berteriak seperti melolong. Pergi dengan tatapan tajam dan muka yang penuh luka serta darah yang menetes dari luka dan mulutnya.
Bara tercekat. Sesaat jiwanya bergejolak. Antara percaya dan tidak.
" Tidak mungkin.... tidak mungkin dia menjadi arwah. Tidak mungkin..." ucap Bara lemah.
Dia tidak ingin mempercayai nya. Namun bayangan tersebut benar-benar muncul di depan matanya. Bara menggelengkan kepalanya beberapa kali dan dia merosot jatuh ke lantai. Dia duduk dengan kepala berada diantara dua lututnya. Dia sesenggukan.
Sesaat kemudian suasana kembali hening. Sepi kembali mendera.Bara mengangkat kepalanya menatap nanar ke sekeliling ruangan. Kemudian dia bangun. Dia kembali ke tempat tidur.
Bara kembali memejamkan mata. Dadanya berdebar lebih cepat. Ada perasaan takut dan juga sedih. Dia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan kekasihnya. Sehingga arwahnya penasaran dan mengganggunya.
Bara kembali sesenggukan. Dia merasa bersalah dengan apa yang dialami Arin. Dia merasa sangat kehilangan. Baru sehari Arin mengakui dia menjadi kekasihnya, namun hari itu juga Arin meninggalkan nya untuk selamanya.
" Arin, maafkan saya. Saya tidak bisa menjaga kamu dengan baik. Semoga arwahmu tenang di sana. Jangan seperti ini. Kenapa harus datang minta tolong. Apa yang kamu alami sebenarnya..."
Bara bangun kembali dan berjalan ke kamar mandi. Dia mengambil air wudhu. Dia ingin membaca Al Qur'an untuk menenangkan hatinya dan juga mengirim doa untuk arwah Arin agar tenang.
Dengan khusyuk dia melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Suaranya sungguh merdu. Suasana terasa sangat nyaman. Menyejukkan hati yang mendengarnya.
Bara membaca Al-Qur'an selama satu jam. Hatinya sudah kembali tenang. Dia kembali merebahkan tubuhnya. Dia benar-benar ingin tidur.
Dan tidak lama kemudian dia tertidur pulas.
Hari sudah larut malam. Suasana rumah benar-benar sepi. Tidak ada satu kehidupan pun terlihat. Bahkan suara binatang malam pun tidak terdengar sama sekali.
Tiba-tiba terdengar langkah kaki tergesa menuju kamar Bara. Bahkan terdengar seperti berlari. Langkah tegap seorang laki-laki mendekati kamar Bara. Sesampainya di kamar Bara, terdengar bunyi nafas yang memburu. Terdengar suara Bara yang seperti kesakitan.
"Tidak... Tidak. Jangan.. Jangan.. "
Terlihat Bara menggeleng-gelengkan kepalanya. Seperti seseorang yang tidak menerima suatu perlakuan buruk.
"Nak... Nak.. Bangun.. "
Hary menyentuh tubuh Bara dengan lembut sambil digoyangkan. Saat tadi Hary terbangun tengah malam, dia merasakan sesuatu yang aneh. Perasaan merasakan sesuatu sedang terjadi.
Dan firasatnya benar. Putranya sedang mengalami mimpi buruk. Maka dari itu dia bergegas menuju kamar Bara. Bara masih belum bisa dibangunkan. Tubuhnya terlihat bergetar. Berkali-kali dia berteriak.
Kemudian Hary menempelkan telapak tangan kanannya di kening Bara. Hary membaca ta'awudz dan juga ayat kursi. Tak lama terlihat tubuh Bara terdiam. Tidak ada pergerakan lagi dan Bara sudah tidak mengigau lagi.
Hary masih terus membaca doa sambil mengusap kening Bara. Bara sudah terlihat tenang. Dia sudah kembali tidur pulas.
Hary tidak beranjak dari kamar Bara. Hary kemudian masuk kamar mandi dan mengambil air wudhu. Kemudian kembali menyentuh Bara dan membangunkannya.
" Nak,.. Bangun yuk. Kita sholat tahajud." Ucap Hary sangat lembut.
Tak lama terlihat Bara menggeliat. Bara membuka matanya. Lampu temaram membuat dia tidak bisa melihat dengan jelas.
" Ini papa nak, ayo bangun. KIta sholat tahajud."
Bara mulai mendapatkan kesadarannya kembali. Dia segera bangkit dan berjalan perlahan menuju kamar mandi. Namun dia berjalan dengan pikiran yang masih bingung. Alhasil dia menabrak meja.
" Bara.. Hati-hati.."
" Hehehe.. Iya pa, maaf. "
Bara terkekeh. Dia melihat jam dinding. Jam dua dini hari . Dia masih merasa aneh dengan yang telah terjadi barusan. Karena dia merasa baru saja berada di halaman rumah Arin. Namun ketika dia membuka mata dia berada di dalam kamar.
Namun Bara meneruskan langkah ke kamar mandi. Mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat tahajud bersama sang papa.
Mengesampingkan semua perasaannya, melaksanakan sholat Sunnah untuk ketentraman hatinya yang belakangan ini merasa gundah dan tidak tenang.
Bersambung
Love untuk kalian semua yang telah mampir di novelku ini❤️❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
🏠⃟ᴬʸᵃⁿᵏરuyzⷦzⷩ𝐀⃝🥀
cerita aja pd papa mu
2023-11-13
6
🍒⃞⃟🦅𝐍𝐔𝐑𒈒⃟ʟʙc𝐙⃝🦜
minta tolong malah dia menghilang sbnrnya apa mau nya sih 😂
2023-11-13
4
🍒⃞⃟🦅𝐍𝐔𝐑𒈒⃟ʟʙc𝐙⃝🦜
waduh dia datang lagi wkwk
2023-11-13
5