Hari telah pagi. Ayah dan bunda serta semua penghuni rumah sudah bangun. Mereka akan mengerjakan sholat subuh berjamaah.
Setelah selesai sholat Bunda dan para wanita menuju dapur untuk bersiap membuat sarapan. Walaupun dalam suasana berduka bunda tetap menjalankan rutinitas seperti biasanya. Namun tidak lama kemudian terjadi hal yang tidak biasanya.
"Pak yantooo... Pak yantooo.. "
"Jeng Ida.. Jeng Ida.. "
"Rama..Rama..."
Tiba-tiba dari depan rumah terdengar suara orang memanggil ayah serta bunda. Mereka terdengar begitu berisik.
"Ada apa sih.. Ribut sekali. "
Mereka semua bergegas keluar rumah. Di depan rumah sudah ada beberapa warga yang berkumpul dengan wajah yang panik dan pucat.
"Ada apa ini. Apa yang terjadi. Mengapa kalian berdatangan ke rumah ku."
Ayah berkata dengan suara yang sedikit panik. Tentu saja. Bagaimana tidak . Tiba-tiba rombongan warga berteriak di depan rumah.
"Tarik nafas dulu lalu ceritakan ada apa sebenarnya."
Semua orang saling pandang. Wajah Mereka terlihat pucat. Seperti melihat sesuatu yang menakutkan.
"Begini Pak Yanto dan Ibu Ida.. Kuburan Arin... Kuburan Arin.." Salah satu warga berkata terbata-bata.
"Kenapa dengan kuburan Arin.. Apa yang terjadi.."
Ayah memotong perkataan salah satu warga. Ayah merasa takut dan juga panik mendengar penjelasan warga, tentang apa yang sebenarnya terjadi dengan kuburan Arin. Karena Ayah ingat , Arin meninggal pada hari Selasa Kliwon.
"Itu.. Itu..."
"Katakan dengan benar.. Jangan bikin orang penasaran."
Ayah membentak warga yang akan memberitahu. Ayah sudah tidak sabar ingin mengetahui yang sebenarnya terjadi.
"Itu.. Itu.. Kuburan Arin ada yang membongkar...." Akhirnya warga yang lain ikut menjawab.
"Apa..."
Ayah, bunda, Rama dan semua yang mendengar terkejut. Mereka saling pandang. Mereka tidak percaya ini terjadi. Ada apa dengan kuburan Arin sehingga orang membongkarnya.
"Tidak mungkin...."
Bunda berteriak histeris. Bunda mulai menitikkan airmata.
"Hiks.. Hiks .. Kenapa harus makam Arin. Arin anak yang baik. Tidak mungkin..."
Ayah memeluk bunda. Semua keluarga tidak menyangka ini bisa terjadi dengan makam Arin. Karena setahu mereka makam dari anak yang baik tidak bisa dijadikan sarana apapun.
"Tenang bunda. Jangan menangis.. Lebih baik ayah membuktikan sendiri ke sana."
Ayah bergegas keluar rumah.
"Ayah .. Aku ikut."
"Gue juga ikut.."
"Ran di rumah saja ya. Temani bunda." Ayah menatap Ran dengan mimik memohon. Dia tidak ingin ada perempuan di makam dalam keadaan seperti ini.
"Baik Ayah..." Jawab Ran akhirnya.
Rama bergegas mengikuti ayah dan beberapa warga menuju pemakaman. Mereka ingin membuktikan dengan kepala sendiri.
Jarak pemakaman tidak jauh dari rumah. Hanya sepuluh menit berjalan kaki mereka sudah sampai di area pemakaman. Apalagi dengan langkah para lelaki yang lebar dan tergesa, pasti akan ditempuh dalam waktu yang lebih cepat.
Mereka segera menuju makam Arin. Dan benar, makam itu sudah berantakan. Tanah sudah kemana-mana. Tidak rapi seperti kemarin saat mereka tinggalkan.
"Kurang ajar.. Siapa yang berani melakukan ini pada makam putriku. Aku tidak akan memaafkan orang itu!!" Ayah terlihat sangat marah. Tentu saja. Orang tua mana yang rela makam anaknya diobrak-abrik.
"Ayah sudah. Jangan emosi dulu. Mari kita rapikan saja makam kak Arin. Setelah itu kita selidiki semua. Apa yang sebenarnya orang itu ambil dari makam ini. Dan punya tujuan apa orang tersebut melakukan ini semua."
"Benar pak Yanto. Kalau dilihat-lihat makan ini baru sedikit di bongkar dan sudah ketahuan terlebih dahulu." Ketua RT mengamati makam tersebut dengan seksama.
"Benar.. Semalem ada petugas ronda yang memergoki dan pelaku langsung kabur." Ucap warga yang lain membenarkan ucapan ketua RT.
Rama berusaha bersikap tenang. Dia harus bisa menenangkannya sang Ayah. Walaupun sebenarnya Dia juga merasa geram. Ingin rasanya menghancurkan orang yang telah melakukan semua ini.
"Kelihatannya benar apa kata Pak RT , yah. Makam ini baru separo dibongkar."
Akhirnya setelah berunding dengan beberapa warga dan juga ketua RT, diambil lah kesepakatan. Mereka akan merapikan saja makam tersebut. Karena melihat keadaan makam yang tidak sepenuhnya rusak. Namun Ayah bersikeras untuk tetap membongkar makam tersebut, agar bisa diketahui yang sebenarnya.
Pagi itu langsung dilakukan pembongkaran. Beberapa warga menyiapkan semua peralatan yang diperlukan. Setelah semua siap, dibongkar lah makam tersebut.
Setelah dibongkar sampai kedalam, ternyata jenazah itu dalam keadaan baik-baik saja. Hanya tercium bau busuk khas mayat yang sudah dikubur selama tiga hari. Namun mereka heran, apa yang sebenarnya terjadi dengan makam Arin tersebut. Jika tidak ada yang diambil , buat apa makam ini dibongkar.
Dengan mengesampingkan bau busuk tersebut, seorang warga mengamati jenazah tersebut. Tidak ada keanehan apapun.
"Tidak ada yang aneh. Semua seperti pertama dikubur." Ucap salah satu warga.
"Mungkin benar karena ketahuan, pelaku tidak meneruskan membongkar makam ini." sambung warga yang lain.
Semua warga saling pandang. Mereka merasa heran. Kenapa kuburan dibongkar kalau tidak ada yang hilang.
"Mungkin tidak dibongkar makamnya, mungkin ada binatang yang merusak atas makam saja." Ucap ketua RT mengambil kesimpulan.
"Sebaiknya bagaimana ini pak RT."
"Ya sudah ditimbun lagi saja. Dirapikan lagi seperti semula."
"Baiklah pak RT."
Semua kembali menimbun makam tersebut dengan tanah dan merapikan seperti semula.
Ayah masih termangu. Ayah tidak memahami yang terjadi sebenarnya. Namun perasaan Ayah merasa ada yang tidak wajar dengan ini semua. Dan ayah merasa ada yang mengawasi apa yang mereka lakukan saat ini.
"Sudah rapi seperti semula. Mari kita pulang."
"Tapi pak RT.." Seorang warga menyela ucapan ketua RT karena dia masih merasa heran dengan yang terjadi.
"Tapi apa..?"
Ketua RT memandang tajam ke arah warga tersebut. Ketua rt ingin segera pulang. Dia merasa hawa di pemakaman itu sudah berbeda.
"Ya udahlah kita semua pulang saja."
Akhirnya ayah menerima usul sang ketua RT, walaupun Ayah merasa janggal dengan semuanya.
Perlahan-lahan semua yang hadir meninggalkan area pemakaman. Satu dua orang masih ada yang menengok ke belakang, memandang area pemakaman yang tiba-tiba terlihat berbeda. Tiba-tiba saja pemakaman tersebut terlihat temaram seperti berkabut. Mereka memegang tengkuk masing-masing yang tiba-tiba merasa merinding. Namun mereka tetap diam. Tidak ada satupun yang berani bersuara dengan keanehan yang terjadi. Dengan langkah cepat mereka buru-buru meninggalkan tempat itu dan pulang ke rumah masing-masing.
Sesampainya di rumah ayah disambut bunda di depan pintu halaman.
"Ayah.. Apa yang terjadi. Bagaimana keadaan makam Arin," Dengan tidak sabar bunda mencerca ayah dengan berbagai pertanyaan.
Ayah berjalan melewati bunda, berjalan menuju kran air yang ada didepan rumah. Mencuci kaki dan mukanya yang terlihat kotor. Membersihkan sisa-sisa tanah yang menempel. Diikuti Rama di belakangnya melakukan hal yang sama
"Ayah, Rama kok diam saja. Bagaimana keadaan makam kakak kamu ?" Bunda mengikuti kemanapun mereka berjalan.
"Bunda, tolong ambilkan Ayah teh hangat." Ucap ayah yang kemudian duduk di ruang depan.
Bunda segera menuju dapur. Membuat teh hangat buat sang suami dan anak lelakinya. Bunda tahu sang suami pasti sedang memikirkan sesuatu hal.
"Ini Yah, diminum dulu mumpung masih hangat. Rama kamu minum juga biar hangat tubuhmu. Dari pagi belum kemasukan apa-apa bukan? " Bunda meletakkan dua gelas teh hangat dan juga pisang goreng yang telah dipersiapkan sejak tadi.
Ayah dan Rama menikmati apa yang di sediakan bunda. Ayah masih terlihat shock. Wajah ayah terlihat sedikit pucat. Mungkin karena lelah, selama tiga hari ini, sejak kepergian Arin, Ayah tidak bisa tidur yang sebenarnya.
"Ayah, bunda mungkin sebaiknya kita sarapan dulu." Nia masuk ke ruang tamu, Setelah dia selesai menyediakan semua masakan yang tadi telah matang di atas meja makan.
"Benar bunda, wajah ayah terlihat pucat." Ran ikut menimpali.
"Benar Yah, Rama lapar. Ayo makan terlebih dahulu." Rama beranjak dan berjalan menuju ruang makan.
Walaupun enggan Ayah dan bunda menyusul ke ruang makan. Kemudian mereka makan dalam diam. Ayah menyuap sambil sesekali terdiam. Seperti sedang memikirkan sesuatu.
Mereka menyelesaikan makan dengan cepat. Hanya Ayah yang masih belum menghabiskan makanannya.
"Ayah, Ada apa? Ada yang sedang dipikirkan ya? Ayah tidak mau cerita sama bunda tentang kejadian tadi?" Bunda memandang ayah dengan penuh kelembutan. Ada beribu pertanyaan berkecamuk di benak bunda.
Ayah mengangkat kepalanya memandang ke sekeliling. Kemudian pandangannya berhenti pada bunda. Mereka saling pandang sejenak. Ayah menghela nafas berat dan kemudian berkata dengan pelan.
"Ada yang sengaja bermain-main dengan kita." Ucap ayah penuh penekanan.
"Maksud ayah apa? Bermain-main bagaimana?" Bunda menggeleng tanda tidak mengerti apa yang dimaksud dengan suaminya.
"Ada yang sengaja menggunakan jenazah anak kita untuk hal yang tidak baik." Ucap ayah lagi dengan lirih. Ada rasa suka dalam kalimat tersebut.
Ran, Nia dan Rama saling pandang.
"Tapi ayah.. Tadi tidak ada keanehan sama sekali bukan?"
Ayah hanya diam menunduk. Sekali lagi dia menghela nafas berat.
"Lihat saja berani bermain-main denganku.. Tak akan aku beri ampun!!!" Muka ayah terlihat merah menahan amarah.
"Sabar Yah, kita selidiki dulu ada apa sebenarnya. Rama memangnya tadi ada kejadian apa di pemakaman?" Ucap bunda memandang Rama penuh harap. Bunda penasaran dengan yang sebenarnya terjadi.
Rama diam. Dia terlihat sedang berpikir dan menimbang sesuatu.
"Ceritakan apa yang terjadi di sana Rama. Bunda mohon. Bunda juga cemas." Bunda terisak. Bunda tidak rela jenazah sang putri kesayangan dibuat main-main.
Ayah masih terlihat emosi. Dia benar-benar tidak bisa menerima semua ini. Ada yang mempermainkan jenazah putrinya.
"Sudahlah Bun, kita harus tenang menghadapi ini." Ucap ayah lirih sambil mengepalkan tangan.
"Bagaimana bisa tenang? Ayah saja terlihat menahan emosi juga. Kita harus bagaimana ini?" Bunda semakin merasa takut dan cemas.
Ran bangkit dari duduknya dan mendekati bunda. Mengelus kedua bahu bunda pelan.
"Ayah dan bunda yang sabar ya. Nanti Ran bantu tanyakan sama ustadz Yusuf."
Bunda mengelus tangan Ran yang ada di pundaknya.
"Oh iya Ran, Bunga jadi ingat. Tadi malam kamu mau bicara apa ?"
Ran tertegun. Dia kembali merasa dilema. Apa mungkin dia mengatakan tujuan dia yang sebenarnya datang ke Jakarta.
"Katakan lah Ran. Kami siap mendengarkan. Dan jika bisa kita pasti akan membantu." Ayah menimpali ucapan bunda.Dan juga sengaja ingin mengalihkan perhatian bunda dari masalah pemakaman yang di bongkar tadi.
Ran mengambil satu persatu piring yang kotor, bekas makan mereka.
"Tidak usah mengalihkan pembicaraan Ran. Sudah itu nanti saja dirapikan nya. Sekarang kita duduk dulu." Bunda menghentikan apa yang dilakukan Ran. Bunda tahu Ran ingin menghindar.
"Nanggung bunda, cuma menaruh piring saja di dapur." Ran mengangkat piring kotor ke dapur.
"Taruh saja di dapur, tidak usah di cuci. Bunda tunggu di ruang tamu. Bunda berharap kamu jujur , ceritakan apa yang sebenarnya. Bunda dan Ayah tahu ada yang kamu sembunyikan." Bunda berkata dengan penuh penekanan. Kali ini bunda tidak ingin ada penolakan.
"Iya Ran, nanti saja mencucinya." Nia membantu merapikan meja makan dan bergegas menyusul ayah serta bunda ke ruang tamu. Dan tidak lupa membawa beberapa cemilan ke depan.
Ran tertegun. Dia benar-benar merasa bimbang.
Apa Ran akan menceritakan apa yang sebenarnya. Dan ada misteri apa dibalik kejadian pembongkaran pemakaman Arin???
Bulu kuduk semakin berdiri. Terasa merinding. Jantung berdebar semakin cepat....
Bersambung
Jangan lupa tinggalkan like dan komentar. Terima kasih ❤️❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
⏤͟͟͞͞𝐀leaᵖʰᵉˢᵉᵏ🐾
siapa sih yg brani bermain" sm makamnya Arin😤tuk apapula bongkar" makam orang
bakalan cerita ga ni si Ran😵😵
2024-08-12
5
𝐀⃝🥀𝐀'𝐃69°
misteri yg mesti di selidiki
2024-01-10
6
Fellaini Wu
mari melakukan ronda untuk mencari tau siapa dalang semua ini Ran
2023-11-08
7