Wina sedang keluar dari pantry untuk mengambil tasnya dan juga ponselnya. Kemudian ia menuju ruang meeting. Saat berjalan ia hanya tersenyum pada semuanya yang melihat heran dan bingung ke arahnya. Bukan saatnya ia menjelaskan posisi dirinya di kantor saat ini. Wina tersenyum ke arah Bram yang sudah menunggunya.
“Sudah siap?” tanya Bram merangkul pundak Wina.
“Siap, Mas!” Mereka berdua masuk ke dalam meeting.
Ratih sekeptis melihat Wina dengan penampilan berbeda. Ia melihat Wina dari atas sampai bawah, terlebih Bram merangkulnya.
“Bisa kita mulai meetingnya?” tanya Bram.
“Tunggu dulu Pak! Buat apa Wina ada di sini? Dia kan cuma OG di sini!” cegah Ratih yang sedari tadi mulutnya gatal ingin bertanya tentang Wina.
“Nanti saja saya jelaskan. Kita mulai meetingnya.” Bram melihat Ratih lalu melihat Wina agar duduk di kursi di dekatnya.

Wina duduk sambil tersenyum ke arah Suaminya, di ikuti Bram duduk di kursinya. Wina membuka ponselnya membuka berkas yang ia simpan di dalamnya. Bram tersenyum melihat Wina yang tampaknya sedikit gugup, ia tahu yang di rasakan Wina setelah sekilan lama vakum dari dunia bisnis.
“Selamat siang semuanya,” salam Bram memulai meetingnya.
“Siang...!”
“Ok ... meeting kita mulai, tapi sebelumnya perkenalkan ini Nona Wina Wijaya dari perusahaan PT Kusuma Jaya Group dan beliau adalah bagian dari proyek ini. Ada juga Pak Herman Kusuma selaku pimpinan dan pemilik PT Kusuma Jaya group dan Nona Wina yang memegang proyek yang ada di Surabaya. Kalian sudah tahu siapa Wina, yang mungkin kalian tahu Wina adalah seorang OG di sini. Tetapi yang sebenarnya adalah beliau adalah Menantu dari Pak Herman Kusuma, istri dari almarhum putranya, Alfin. Dan Nona Wina saat ini dan selamanya adalah istri saya. Kami menikah Beberapa hari yang lalu karena di jodohkan. Kami sepakat menerima perjodohan ini. Sudah jelas, Bu Ratih?” Bram melihat Ratih yang sedari tadi melihat Wina dengan tatapan tidak suka.
“Maaf Pak, kalau memang Wina adalah. menantu tuan Herman. Kenapa dia bekerja memilih menjadi OG di sini. Kenapa tidak di Jakarta saja.”
“Maaf, Bu Ratih. Saya mempunyai alasan tersendiri mengapa saya memilih menjadi OG yang terlihat polos dan tidak tau apa-apa.” Wina tersenyum tipis lalu melihat salah satu staf yang selama ini Wina awasi.
“Ok baiklah, Boleh saya mulai, tuan.” Wina sejenak melihat suaminya sambil tersenyum kemudian Bram mengangguk branda setuju.
Wina mulai menyampaikan program proyek barunya dan rencana apa saja yang nanti harus mereka semua lakukan untuk pembangunan proyek mereka.
Dengan bahasa lugas dan mudah dimengerti Wina akhirnya bisa membuat klien yang lain paham dan setuju dengan progres proyeknya ke depannya. Ratih dan yang lainnya hanya bisa tercengang melihat Wina begitu lancar menyampaikan persentasenya.
“Mungkin ada yang mau di tambahkan, Pak Bram, Pak Herman, yang lainnya. Jika tidak ada Saya akan menutup presentasi saya.” Wina melihat satu persatu klien suaminya dan terus tersenyum.
“Ok ... cukup! persentase Anda sangat memuaskan. Ide Anda begitu cemerlang.” puji salah satu kliennya.
“Terima kasih, Pak Hamdan. Semoga secepatnya proyek kita ini berjalan.” Wina kembali duduk di samping Bram.
Bram begitu takjub melihat Wina, lalu ia memberikan satu gelas air putih untuknya.
“Terima kasih, Mas.” Bram mencium pucuk Rambutnya tidak peduli dengan tatapan semua orang.
“Mas ....,” pekik Wina sambil melebarkan matanya ke arah Bram. Bram dan pak Herman hanya tertawa kecil.
“Ok ... itu konsep dan progres pembangunan proyek kita. Jika tidak ada yang di tanyakan saya akan menutup meeting ini.” Bram melihat semuanya satu-persatu.
“Baiklah, Meeting hari ini saya tutup. Berarti sudah jelas semua. Nanti salinan dokumen meeting hari ini akan di kirim ke email masing-masing untuk pegangan Bapak dan Ibu semuanya. Jika ada yang mau di tanyakan, bisa langsung menghubungi Nona Wina. Terima kasih.”
sebagian staf dan Klien keluar kecuali Damar, Ratih, asisten Wina, Pak Herman serta dua sekertarisnya.
“Papa senang, sayang. Kamu mau kembali ke dunia kamu yang sebenarnya,” ucap Pak Herman mengusap rambut Wina. Wina tersenyum lalu meraih tangn pak Herman.
“Papa ... Wina memang menyukai pekerjaan ini dari dulu dan Wina akan bertanggung jawa. dengan pekerjaan Wina. Tapi dunia Wina yang sebenarnya adalah saumi dan anak. Wina hanya membantu suami Wina, Pa ...,” Wina tersenyum lalu melihat Bram.
“Hem ... sepertinya kalian sudah saling mencintai?” goda pak Heramn melihat kemesraan Wina dan Bram.
“Bukan hal aneh Pa, suami istri saling mencintai. Tapi kami berdua memang baru mencoba menjalani apa itu saling mencintai. Karena pada dasarnya, kami memang baru pacaran, saling mengenal. pacaran jalur halal.” Semua yang mendengar tertawa kecuali Ratih.
“Iya papa tahu. Dulu waktu sama Alfin kalian juga langsung menikah.”
“Siapa yang minta langsung menikah, Pa?” sela Bram penasaran kisah cinta Wina dengan suami pertamanya.
“Wina,”
“Papa ...,” rengek Wina yang tidak mau di bongkar kisah cintanya bersama Alfin
“Kan, wanita itu butuh kepastian, Pa. Kalau tidak pasti buat apa? Di pegang-pegang , ditenteng-tenteng. Dosa! kalau nikah kan, sudah halal mau di bawa kemana aja. tidak ada yang boleh protes, apalagi orang luar.” Wina sekilas melihat Ratih yang menatap dirinya kesal. Ratih kemudian memutuskan keluar dari ruangan.
“Ada yang cemburu!” ucap Damar tertawa kecil melihat Ratih. Sedangkan Wina hanya tersenyum tipis. ia tahu dari awal Ratih memang menyukai Bram.
“Ya sudah kalau begitu, Papa kembali ke Jakarta. Dinda kamu kembali ke kantor. Mungkin Wina besok baru bisa datang ke kantor,”, ujar pak Herman pada asisten Wina.
“Baik, pak. Nona saya permisi. Mari tuan.” Dinda kemudian kembali ke kantor.
“Baiklah. Papa juga pamit. Niko, Ara. Ayo.”
“Papa gak nengok Syasa dulu? Syasa hari ini ada di rumah Mama Mila.” tanya Wina.
“Iya, nanti papa mampir sebentar ke rumah mertua kamu.”
Mereka dan berjabat tangan kemudian pak Herman keluar dari ruangan bersama dua sekertarisnya. Kini tengah tinggi Damar, Bram dan Wina.
“Kapan kalian bulan madu? Atau mau bulan madu kemana?” tanya Damar melihat Bram merangkul Wina.
“Belum ada rencana, lihat saja nanti.” Bram tersenyum sekilas melihat Damar sekaligus memberi isyarat agar Damar keluar dari ruangan meeting.
“Ok ... aku keluar.” Damar berdiri dan langsung keluar ruangan.
Setelah Damar keluar Bram meatap Wina penuh arti. Ia mengusap lembut pipinya dan keduanya tersenyum tersenyum. Perlahan Bram mendekatkam wajahnya dan mulai mencium bibirnya. saat saling membalas ciuman tiba-tiba pintu ruangan di buka seseorang.
“Maaf!” ternyata orang tersebut adalah Tiyas yang hendak membereskan meja dan mengambil gelas di meja. Wina dan Bram hanya tertaw kecil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 167 Episodes
Comments
Aqiyu
mertuanya baik banget
2022-10-09
0
🌹phîâ♏ķhûñýíĺ🕊🕊
andai aja mertua q seperti mereka😥😥😥
2021-05-06
0
Zaitun
eina thoor bukan aina
2020-11-10
0