Pagi harinya Bram bangun lebih dulu. Karena seseorang mengetuk pintunya. Ia berjalan menuju pintu untuk membukanya.
“Dini, ada apa?” tanya Bram saat tahu yang datang adalah pengasuh anak tirinya.
“Maaf tuan, saya di suruh ambil Non Syasa sama Nyonya besar.”
“Oh ... tapi Syasa masih tidur.”
“Boleh di bangunkan tuan, soalnya ini sudah jam sarapan pagi buat Non Syasa.”
“Masuklah. Dia ada di tempat tidur. Mamanya masih tidur di sofa.”
“Baik, tuan. Maaf.” Dini masuk dengan sopan lalu menuju tempat tidur. Sekilas ia melihat Wina yang tidur nyenyak di sofa besar.
Dini mengusap rambut Syasa dengan lembut agar Syasa bangun. Syasa bangun dengan bujukan Dini, awalnya ia tidak mau lalu Bram mendekatinya.
“Sayang ... bangun ya. Mandi dulu. selesai mandi sarapan. setelah itu nanti jalan-jalan sama Oma dan opa.”
“Papa gak ikut?” Syasa melihat Bram tersenyum padanya. Bram begitu bahagia mendengar dirinya di panggil Papa oleh Syasa.
“Ikut dong. Tapi Papa sama Mama, mandi dulu. Syasa juga harus mandi. Baju Syasa ... kan ada di kamar Syasa. Sama Mbak dini dulu ya.” Bram memeluk Syasa lalu mencium pipinya. Baru Syasa mau ikut dengan Dini.
Bram menutup pintu kamarnya saat Dini dan Syasa sudah keluar dari kamar. Ia menghampiri Wina dan mencium keningnya.
“Aku akan selalu menjagamu dengan caraku.” Bram kembali mencium kening Wina.
Wina yang merasa ada yang menciumnya membuka matanya. Ia melihat Bram tersenyum padanya. Ia pun tersenyum.
“Mas ....”
“Hm ....”
“Syasa masih tidur?” tanya Wina mulai bangkit.
“Syasa di ambil sama Dini. Mama yang nyuruh!”
“Oh!” Wina kembali berbaring.
“Kenapa tidur lagi?” tanya Bram tertawa kecil.
“Masih ngantuk. Mas sih tadi subuh minta lagi.” Keduanya tertawa kecil seolah sudah sangat kenal lama.
“Kan, kamu istriku. Terus ... kalau gak sama kamu, minta sama siapa?Hem.” Wina merangkul Bram membawa ke pelukannya.
Wina menciumi pipi Bram membuat gelak tawa keduanya.
“Mas belum bilang cinta sama aku. Terus ... kenapa mau menikah denganku. Aku, kan janda anak satu. Mas bisa mendapatkan lebih dari aku,” ujar Wina melihat wajah bahagia suaminya.
“Aku jatuh hati sama kamu, saat kamu jatuh di pinggir jalan. Dan selama beberapa minggu satu kantor sama kamu. Aku semakin jatuh cinta sama kamu, karena kamu berbeda sendiri. Untuk status kamu ... Mas gak masalah. Asal orang itu baik. Tidak ada yang lebih baik selain kamu sayang. Aku menerima perjodohan kita, karena aku yakin Papa pasti sudah tahu calon ku seperti apa. Terus ... Kenapa kamu menerima perjodohan ini?”
“Aku di ancam!”
“Hah?”
“Dengar dulu. Kalau aku gak mau menerima perjodohan ini, Syasa akan di bawa ke Jakarta dan aku gak mau itu. Intinya semua demi Syasa. Aku juga gak tau kalau Mas yang mau di jodohkan sama aku. Mas benar ... orang tua kita pasti mempertimbangkan semunya.” Wina masuk ke dalam pelukan Bram.
“Untuk ke depannya, buat aku jatuh cinta lebih dalam lagi sama kamu, Mas!” Bram melihat Wina dan tersenyum.
“Memangnya kamu sudah jatuh cinta sama, Mas?”
“Sedikit! Setelah tadi malam. Mas ...,” balas Wina yang malu melanjutkan kalimatnya dan tertawa di pelukan Bram.
“Tidak apa-apa. kedepannya hanya kamu yang aku cintai. Aku harap kita saling melengkapi. Sama-sama belajar.” Wina mengangguk lalu mencium pipi Bram.
“Ya udah, Aku mandi dulu . Hari ini ke kantor atau tidak! Aku sudah minta izin sama Bu Rika kemarin. Minta cuti tiga hari ada keperluan keluarga.”
“Hari ini Mas gak ke kantor. Ada Damar, hari ini kita mengurus berkas ke KUA dan rapat keluarga, kapan pesta resepsi pernikahan kita akan di adakan."
“Baiklah...,” balas Wina lalu ia menuju kamar mandi.
Saat menunggu Wina mandi, Bram menghubungi petugas hotel untuk mengantarkan sarapan. Setelah itu Bram membuka pintu balkon kamarnya.
Dirinya masih tidak percaya sudah menjadi seorang suami dan Ayah bagi putri sambungnya. Rasanya semua perubahan pada dirinya begitu cepat dan tidak pernah terlintas di benaknya.
“Mas ...!” Panggil Wina. Bram menolah ke arah sumber suara.
“Sudah selesai?”
“Hm ... ya sudah, Mas mandi. Aku siapkan baju buat, Mas.”
Bram mengangguk lalu berjalan ke kamar mandi. Sekilas ia mencium pipi Wina saat sebelum memasukinya kamar mandi.
Wina menyiapkan baju Bram dan keperluan lainnya seperti jam tangan dan dompetnya,. Ia meletakkannya di atas tempat tidur. setelah itu ia mengganti baju. Wina mengenakan baju santai yang di belikan mertuanya yang hampir senada dengan suaminya. Baju yang menurutnya kurang bahan. Demi menghormati pemberian mertuanya, Wina tetap memakainya.
Wina berhias seperti biasanya. Dengan dandanan tipis dan tidak begitu mencolok, tetapi tetap elegan. Ia juga tidak lupa menutupi bekas tanda merah di leher ciptaan suaminya dengan foundation yang senada dengan kulitnya.
Setelah selesai ia melihat Sofa yang tadi malam menjadi saksi pertempuran mereka. Apa lagi di ronde pertama, Bram begitu ganas membuat Wina tersenyum malu.
Tak lama terdengar pintu kamar mandi terbuka. Bram rupanya selesai mandi dan keluar hanya melilitkan handuk di pinggangnya. Ia berjalan menuju tempat tidur dan tersenyum semua yang ia butuhkan sudah Wina siapkan.
Wina bangkit dari duduknya dan menuju sofa. Ia memunguti baju, bantal sofa yang terjatuh di lantai. Setelah itu ia mengambil sepatu Bram dan sepatunya tak lupa ponsel serta tasnya sendiri.
“Oh ya. Mas sudah pesan sarapan. Mungkin sebentar lagi datang!” ujar Bram. Tak lama pintu kamar ada yang mengetuk. Wina bergegas menuju pintu dan benar saja, pegawai hotel mengantarkan makanan.
“Selamat pagi, Nyonya. Ini pesanan atas nama tuan Bram,” ujar pegawai hotel sopan.
“Oh, iya. letakkan saja dimeja itu.” Wina bergeser agar petugas hotel bisa masuk dan meletakkan sarapannya di meja yang tidak jauh dari pintu masuk.
“Permisi, Nyonya. Selamat menikmati.” Pegawai. itu keluar dengan senyum ramahnya dan mendapat balasan dari Wina.
Wina menutup pintunya kemudian membawa Sarapannya di meja yang ada di dalam. meja yang tidak begitu lebar, seperti meja makan mini.
“Mas ... sarapan sudah datang. Ayo sarapan.”
“Hm!" Bram menghampiri Wina.
“Kenapa gak sarapan di restoran, Mas?” tanya Wina saat Bram mulai duduk di kursi.
“Lebih enak di kamar. Di restoran ada banyak mata melihat kamu dan belum lagi si pengacau Damar.” Keduanya tertawa kecil lalu mereka mulai sarapan.
“Setelah ini rencana kamu apa?” tanya Bram disela makannya.
“Menghabiskan kontrak kerja di perusahaan Mas menjadi OG, lalu fokus ke suami, anak dan pekerjaan di kantor Papa Herman. Kita setiap hari akan terus bertemu, Mas. Dan kamu tidak akan bisa melirik wanita genit di luar sana.” Bram tertawa kecil mendengar kalimat Wina yang terdengar posesif. Sepertinya sang istri seorang pencemburu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 167 Episodes
Comments
💲💲quad ☀᪙ͤ🎀Cantika hiat
hebat thor salut padamu😘
2023-01-24
1
Conny Radiansyah
gak pulang bareng lagi...
2021-02-19
1
Neng Alifa
eh tp bos ku sering makan di pantry bareng OG dan karyawan lain. lebih rame katanya 😀😀
2020-12-16
2