Selain acara perjodohan Wina, Acara tersebut juga sebagai acara peresmian jika perusahaan Sanjaya Group kini dipimpin oleh Bram. Pewaris tunggal PT Sanjaya Group dan semua kerajaan bisnis Pak Bima di alihkan pada sang anak, Bram Sanjaya.
Wina juga belum mengetahui jika dirinya akan dijodohkan dengan Bram, begitu sebaliknya. Para orang tua sepakat untuk tidak memberitahu mereka dan ingin melihat reaksi mereka berdua.
Bram menandatangani peralihan kepemimpinan perusahaan yang dari awal nama Pak Bima dan sekarang menjadi namanya di saksikan para koleganya.
“Selamat memimpin perusahaan, Bram. Papa percayakan semuanya padamu.” Pak Bima mengulurkan tangan dan disambut sang anak.
“Terima kasih, Pa. Bram akan menjalankan apa yang sudah Papa percayakan dengan baik.” Bram sekilas memeluk pak Bima dan tersenyum.
Semua orang bertepuk tangan dan memberikan selamat pada Bram yang kini sudah resmi memimpin Sanjaya Group.
Setelah itu Pak Bima dan Bram duduk di tempatnya dan membicarakan masalah perjodohannya.
Pandangannya terus tertuju pada Wina. Wina juga Bram melihat dirinya. Merasa ketahuan melihat Bram, Wina kemudian membuang pandangannya berpura-pura berbicara pada Syasa yang saat ini ada di pangkuannya dan sesekali mencuri pandang pada Bram.
Bram juga bertanya dalam hati siapa anak yang ada di pangkuan Wina? Ia tidak pernah berpikir jika anak tersebut anak Wina.
“Bram … sesuai apa yang Papa sampaikan padamu, selain peresmian dirimu sebagai pemimpin. Hari ini kau kami jodohkan dengan seseorang.” Bram tersenyum tipis dan hanya bisa terdiam melihat ke arah Wina lalu pandangannya beralih ke arah salah satu gadis anak dari rekan bisnisnya.
“Tapi … wanita itu sudah pernah menikah dan mempunyai seorang anak!” Bram mengerutkan dahinya lalu melihat Wina yang masih memangku Syasa.
“Maksud Papa?” Pandangan Bram masih melihat Wina. Pak Bima pun mengerti.
“Iya … dia orangnya.”
“Pa … dia, kan OB di kantor!”
“Iya … tapi sebenarnya dia adalah menantu Om Herman.”
“What? Jadi dia dulunya Istri almarhum Alfin?”
“Hm!”
Raut wajah Bram berubah dan langsung meninggalkan pak Bima. Ia berjalan sambil melihat Wina yang kini berdiri di tepi kolam renang sedang mengawasi Syasa.
Pak Bima menghela nafas melihat sang anak, yang sepertinya tidak senang dengan perjodohan tersebut.
“Bagaimana ini, Pa?” tanya Bu Mila melihat putranya yang tidak senang.
“Coba Mama bicara dengan Bram. Papa takut emosi!” Bu Mila kemudian menyusul Bram yang saat ini berada di luar area acara.
Bu Mila menghampiri Bram dan mengusap pundaknya.
“Bram … kamu gak setuju dengan perjodohan ini?” tanya Bu Mila. Bram membalikkan badannya lalu tersenyum.
“Kenapa tidak dari awal Mama dan Papa bilang, kalau wanita yang mau di jodohkan dengan Bram itu, Wina. Bram bukannya tidak setuju tapi sepertinya Bram harus mengenal dirinya lebih dulu.”
“Kalian nanti bisa saling mengenal setelah ini. Wina juga sudah setuju dijodohkan. Tapi dia juga tidak tahu kalau laki-laki itu kamu. Tapi … dia sudah setuju dijodohkan tapi dengan satu syarat!"
“Apa?” tanya Bram penasaran. Bu Mila tertawa kecil rupanya putranya ini begitu terlihat jelas sedang jatuh hati dengan Wina. Bram tidak bisa membohongi gestur tubuhnya di hadapan sang Mama.
“Mama, kenapa tertawa?”
“Gak! Apa-apa. Syaratnya harus bisa menyayangi Syasa, putrinya.” Bram tersenyum dan mengerti maksudnya sang Mama.
“Tidak masalah, Ma. Seperti pertama kali Bram katakan pada Mama. Janda juga manusia, jika memang dia jodoh Bram. Akan Bram jaga dia.” Bu Mila begitu terharu dengan ucapan sang anak. Ternyata Bram banyak berubah.
“Ya sudah, kita kembali ke tempat acara.” Bu Mila menggandeng lengan putranya kembali ke tempat acara.
Bram melihat Wina sedang bermain dengan Syasa di pinggir kolam. Wina takut sang putri kecebur kolam. Wina juga menyayangkan kenapa acara seperti ini diadakan di tepi kolam renang, apa lagi tanpa adanya pengawas pihak hotel.
Wina berjongkok di hadapan Syasa dan berkata, “Jangan berlarian di dekat tepi kolam renang sayang, bahaya! Syasa ikut Oma ya!” Syasa mengangguk lalu berlari ke arah Bu Dita.
Saat hendak berdiri, Wina kehilangan keseimbangan, sebab berjongkok membuat kepalanya pusing dan pandangannya kabur. Akhirnya ia malah terjebur ke kolam renang. semua mata melihat ke arah kolam renang termasuk Bram.
“Mama!” teriak Syasa membuat orang saling pandang. Sadar Wina yang tercebur, Bram dengan sigap berlari ke arah kolam.
“Ya Allah Wina!” teriak Bu Dita. ” Tolong!” seru Bu Dita panik sambil memegangi Syasa yang ingin berlari ke tepi kolam renang.
sejenak Bram memastikan Wina, rupanya Wina tidak bisa berenang kemudian ia langsung melepas jas dan sepatunya dan langsung menolong Wina.
Bram menarik lengan Wina dan langsung merengkuhnya lalu membawanya ke tepi kolam renang. semua orang mengerubungi mereka berdua. Bu Dita mengambil handuk yang memang sudah di sediakan di sana.
“Win ... kau gak apa-apa?” tanya Bram saat Wina duduk di tepi kolam renang. Bu Dita memberikan handuknya pada Wina san Bram.
“Gak apa-apa, terima kasih.” Wina terbatuk-batuk dan masih mengatur nafasnya.
“Mama!” seru Syasa sambil menangis, si kecil Syasa takut terjadi sesuatu pada Mamanya. Syasa berlari menghampiri Wina.
“Mama gak apa-apa Sayang!” Wina mengusap rambut putrinya.
“Maafin Syasa Mama. Syasa janji gak main di dekat kolam renang lagi!” gadis kecil itu pun langsung memeluk Wina. Ia bersalah, karenanya sang Mama jatuh di kolam renang.
“Tidak apa-apa sayang, ini salah Mama tidak hati-hati.”
“Mama!” Syasa memeluk erat Wina lalu mencium pucuk rambutnya. Bram tersenyum melihat Wina yang begitu menyayangi anaknya. Tutur katanya yang begitu lembut pada sang anak, membuat Bram semakin jatuh hati. selain cara bicara yang elegan rupanya Wina juga sangat ke ibuan.
“Papa ... lain waktu, jika ada acara seperti ini. Tolong jangan di tepi kolam renang. Demi keselamatan Syasa,” ujar Wina pada Pak Herman lalu ia berdiri sambil menggendong Syasa. Bram pun berdiri melihat Wina.
“Maafkan papa, Nak. Papa tidak tahu akan menjadi seperti ini.” Wina tersenyum lalu berlalu meninggalkan orang-orang di tempat acara dan menuju kamarnya di ikuti Bu Mila dan Bu Dita.
“Sepertinya acara perjodohan ini di tunda. Nanti kita bicarakan lagi sekaligus makan siang. Sebaiknya acaranya di restoran saja.” ujar Pa Bima di iringi anggukkan Pak Herman.
“Ya sudah Bram, kamu kembali ke kamar kamu. ganti bajumu. Sebentar lagi makan siang. sebelum itu kamu temui Wina.”
Bram mengangguk pelan lalu berjalan ke luar dari tempat acara menuju kamarnya. sementara itu pak Bima dan pak Herman menutup acaranya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 167 Episodes
Comments
Conny Radiansyah
betul Damar, jangan munak Bram...
2021-02-19
0
Henny Christiyanto
egomu di jaga braaaam..
2020-12-25
1
Zaitun
gak muut klo gak dah wina ya bram??? 🤩🤩🤩🤩
2020-11-10
0