Jam menunjukkan pukul 12.00 siang, semua karyawan istirahat untuk makan siang. Mereka keluar mencari maka di sekitar kantor, ada pula makan di kantin serta ada pula makan di tempat kerjanya masing-masing.
Damar menuju ruangan Bram dan mengajaknya makan siang. Damar melihat Bram yang masih sibuk dengan laporannya sampai dasinya sudah entah kemana.
"Bram! " panggil Damar.
"Hem!”
“Istirahat yuk!"
“Sebentar!"
“Mau ke restoran atau kantin?”
“Kantin saja!” balas Bram membalik berkasnya.
“Ok. No problem! Kantin atas?
Bram terdiam sejenak mengingat Wina. Jika ke kantin atas ia tidak bisa melihat vwina.
“ke kantin bawah!”
“Tumben?”
“Kenapa? Aku juga mau melihat kantin karyawanku. masih layak atau tidak, makanannya masih menu yang dulu atau tidak.” Bram menyelesaikan pekerjaannya, setelah itu. Mereka menuju kantin.
Mereka menjadi pusat perhatian, sebab tidak biasanya petinggi kantor makan di kantin kantor. Biasanya mereka makan di restoran mewah yang tidak jauh dari kantor.
Bram melihat sekelilingnya saat mengambil makanan, pandangannya berhenti pada sosok Wanita yang kemarin ia tolong. Siapa lagi kalau bukan Wina. Wina sedang makan bersama ketiga rekannya, Tiyas, Doni dan Rudi.
Melihat senyum Wina yang manis dan teduh membuat Bram tersenyum dalam hati. Di mata Bram Wina sangat berbeda, cara makan dan bicara pada teman benar-benar berbeda.
Bram menghela nafas lalu mengambil makanannya, lalu mengikuti langkah Damar menuju meja di salah sudut kantin.
Selama makan ia terus mencuri Padang Wina dan mengabaikan karyawan, yang terus melihat dan berbisik-bisik tentang dirinya yang tampan dan bos baru. Berbeda halnya dengan Wina yang hanya diam menikmati makanannya, walau Tiyas begitu heboh melihat Bram.
Wina seolah tidak begitu antusias adanya bos baru yang begitu tampan. Walau sebenarnya Wina juga sesekali mencuri pandang Bram.
“Tiyas, duluan yuk! Shalat dulu.” ajak Wina.
“Bentar habiskan minum dulu!” Tiyas menghabiskan minumannya lalu bangkit diikuti Wina.
“Kita duluan ya!” pamit Wina lalu sekilas melihat Bram, tanpa disangka pandangan mereka bertemu membuat keduanya salah tingkah.
Wina kemudian bersikap biasa dan lang berjalan keluar kantin di ikuti Tiyas berlari kecil di belakangnya.
“Win …! Kenapa buru-buru? Aku mau lihat bos baru!” seru Tiyas saat di luar kantin.
“Nanti lagi Tiyas, masih banyak waktu. Nanti siang kamu saja yang antar air minumnya. Kebetulan air minumnya habis, sekalian bawakan gelas baru.”
“Aku gak berani! Kamu aja ya. Kamu kan gak grogian, Bisa hadapi cowok dengan santai. Kamu kan pengalaman.” Tiyas melihat Wina bersikap santai.
“Pengalaman bagaimana maksud kamu?” Wina menekan tombol lift kemudian mereka masuk kedalamnya. Wina tahu apa yang dimaksud Tiyas.
“Ya … gitu deh!”
“Sudah, santai saja.” Wina menepuk pundak Tiyas.
“Wina, kamu kenapa sampai sekarang gak nikah lagi, cari pendamping baru? Syasa kan butuh sosok papa baru!” tanya Tiyas.
“Gak mau aja. Malas bangun bikin kopi!” keduanya tertawa.
“Serius Wina …!”
“Gak mudah Yas! Semua butuh pertimbangan, apalagi statusku janda. Aku gak mau sembarangan memilih suami, dia harus bisa menerima anakku dan diriku apa adanya.”
“Ok, aku mengerti!” Wina tersenyum begitu juga Tiyas.
Wina bukan tidak ingin menikah lagi. Hanya saja belum ada yang bisa membuat dirinya jatuh hati. Baginya Almarhum suaminya adalah segalanya.
Wina dan Tiyas keluar dari lift. Keduanya menuju mushola. Keduanya shalat berdua. Sementara itu Bram dan Damar baru saja keluar dari kantin dan kembali ke lantai 29.
Sesampainya di lantai atas Bram tidak sengaja melihat Wina dan Tiyas di mushola dan sedang berdoa. Bram tidak sadar berhenti dan memperhatikan Wina yang berdoa begitu khusyuk.
“Bram!” panggil Damar. Bram hanya melihat Damar dan langsung melanjutkan langkahnya menuju ruangannya, sedangkan Damar melihat sekilas ke arah mushola ya hanya dibatasi kaca.
“Oh! Kau lihat office girl itu! Bram … Bram.” Damar kemudian menuju ruangannya.
Tidak terasa hari menjelang sore. Satu persatu karyawan pulang ke rumah masing-masing. Tidak terkecuali Wina dan Bram mereka pulang dengan mengendarai kendaraannya masing-masing.
Di perjalanan Bram tidak sengaja berpas-pasan dengan Wina saat di lampu merah. Ia melihat Wina dari balik kaca pintu mobilnya. Tanpa sadar ia pun tersenyum.
Lampu merah berubah menjadi hijau semua kendaraan pun melaju. Bram tanpa sadar mengikuti Wina sampai ke kompleks perumahannya. Saat Wina masuk kompleks, Bram berhenti. Ia hanya ingin tahu dimana rumah Wina, setelah itu ia pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah Bram langsung menuju kamarnya. Sang Mama yang sedari tadi melihat raut wajah Bram yang terus tersenyum juga ikut tersenyum. Bu Mila menduga jika Bram bertemu dengan salah satu karyawan yang sesuai kriterianya. Bu Mila berharap Bram bertemu Wina, menantu rekan bisnis suaminya.
Ya …Bu Mila memang mengetahui jika Wina adalah menantu pak Herman, istri dari almarhum Alfin. Putra tunggal pak Herman. Namun pak Bima dan Bu Mila Diam karena mereka menghormati keputusan Wina. Mereka tahu alasan Wina menyembunyikan identitasnya dari pak Herman sendiri.
Bu Mila menyusul Bram ke kamar sambil membawa minuman. Bu Mila masuk ke kamar dan melihat sang anak sedang mengganti baju. Rupanya ia baru saja selesai mandi.
“Tumben anak Mama sudah mandi.” Bu Mila meletakkan segelas jus di meja nakas.
“Mama, Iya Ma. Gerah!”
“Habis lihat gadis-gadis cantik di kantor gerah ya!” goda Bu Mila diiringi tawa kecil keduanya.
“Mama bisa saja. Di kantor memang banyak gadis cantik dan ada juga yang buat Bram tertawa dalam hati.”
“Tertawa dalam hati?”
“Ah … lupakan, Ma!”
"Bram … kapan kamu cari pendamping, biar ada yang bisa membantu mama mengurus kamu? Mama dan papa sudah semakin tua, sudah ingin menimang cucu! Usia kamu sudah 32 tahun, Bram.” Bu Mila menatap Bram begitu dalam seolah mencari jawaban dari anaknya, kapan sekiranya sang anak mencari pendamping.
"Nanti Bram carikan Mama menantu yang sudah mempunyai anak, Mama langsung punya cucu!” balas Bram santai.
"Janda maksudmu? Kamu ini memang kamu mau sama janda?" Bram duduk di tepi tempat tidur.
“ Ya … gak apa-apa ma, janda juga manusia, lebih berpengalaman. Hitung-hitung menolong kehidupannya dan memuliakannya."
Bu Mila duduk di tepi tempat tidur dan mengusap rambut putra semata wayangnya.
"Terserah kamu saja, Mama akan mendukung apapun keputusanmu,” jawab Bu Mila. Bu Mila berharap Wanita itu adalah Wina.
"Terima kasih, Ma. Mama selalu mendukungku.”
''Dan carilah istri yang selalu mendukung mu,” saut Bu Mila lalu menepuk pundak anaknya.
“Atau mau Mama jodohkan dengan anak teman Mama?” goda Bu Mila yang langsung mendapat tatapan tajam Bram.
“Mama …! Bram sudah dewasa. Biar Bram cari pendamping sendiri.”
“Ok, baiklah. Mama tunggu di ruang makan ya. Papa sebentar lagi pulang.”
“Iya.” Bu Mila kemudian keluar dari kamar Bram.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 167 Episodes
Comments
Lina Maulina Bintang Libra
CK alasan aja nh
2022-12-10
0
Nurhartiningsih
novel Ini ky kisahku. single parent.. bedanya Aku Gk ktemu CEO.
2022-09-27
0
Neng Alifa
ada kok ditempatku dl, manager nikah sama OG.
2022-08-31
0