Tiga hari berlalu. Bram dan Wina sudah mendaftar pernikahannya ke KUA. dan buku pernikahan mereka akan keluar seminggu kemudian. Acara pernikahan mereka juga akan di selenggarakan 2 bulan lagi.
Bram Juga sementara waktu tinggal di rumah Wina. Karena Wina belim siap tinggal di rumah mertuanya. Pak Bima dan pak Herman tidak mempermasalahkan hal itu dan memahami Wina.
Kini mereka sudah kembali bekerja seperti biasa, menjadi atas dan bawahan. Wina dan Bram bersikap biasa, walau kadang mencuri-curi waktu untuk berduaan.
“Mas ... udah ya. Aku balik kerja. aku juga mau kirim laporan ke perusahaan Papa Herman.” Wina memberontak dari pelukan Bram.
“Berapa lama lagi kontrak kerja kamu jadi OG selesai.”
“Akhir bulan ini. Sabar ya ... aku selesaikan pekerjaanku di sini. Selanjutnya nanti kita bertemu di rumah dan pekerjaan proyek.” Wina melepaskan pelukannya. Bram sekilas mencium pipinya. Wina tertawa kecil kemudian ia keluar dari ruangan Bram.
Wina keluar dari ruangan suamianya dengan senyum bahagia. Ia tidak tahu jika seseorang memperhatikannya.
“Kamu ngapain keluar dari ruangan bos senyum -senyum?” tanya seseorang membuat Wina terkejut.
“Bu Ratih! Maaf Bu. Tidak apa-apa, Bu. Tuan Bram suka kopi buatan saya.”
“Awas Kalau ganjen ya. Kamu itu gak level sama bos.” Ratih melihat Wina dari atas sampai bawah dan tidak sengaja melihat cincin pernikahan Wina di jari manisnya.
Wina yang sadar Jemari di perhatikan, dengan sigap menyembunyikan jemarinya di balik nampan. Ia takut ketahuan, sebab cincin yang ia kenakan mirip dengan yang di kenakan suaminya. Hanya saja milik Bram tidak ada permatanya.
Ratih melihat Wina begitu sinis seakan Wina sangat tidak berharga. Ratih kemudian menuju ruang Bram untuk memberikan berkas laporan.
Sementara Wina kembali ke Pantry karena pekerjaannya sudah selesai. Wina duduk di pantry dan mengerjakan pekerjaannya lewat Ponselnya.
Dalam waktu satu jam, Wina sudah selesai mengerjakan pekerjaannya. kemudian ia kirim ke asistennya yang ada di kantor Pak Herman.
Wina duduk lesehan di lantai sambil minum dan membayangkan wajah suaminya, tanpa di sadari Tiyas Tiyas sedari tadi memperhatikan dirinya tersenyum. Tiyas menganggap akhir-akhir ini Wina seperti orang kesambet, sebab selalu tersenyum tanpa sebab.
“Kau kesambet apa win ... libur tiga hari kok masuk-masuk kayak orang gila, senyum-senyum sendiri.” Tiyas duduk di samping Wina sambil memegangi keningnya.
“Apain, sih?” Wina menyingkirkan tangan Tiyas. Tiyas tertawa sambil menggelayut di pundak Wina.
“Habisnya kamu senyum-senyum sendiri.”
“Kamu mau tahu, aku senyum-senyum sendiri?"
“Apa?” tanya Tiyas penasaran sambil bangkit dari pundak Wina.
“ Aku lagi membayangkan jadi Nyonya.” Wina tertawa melihat wajah serius Tiyas.
“Kirain apaan? Dah ah. Aku mau ke lantai 22, Mau ambil berkas Bu Ratih.”
“Ya udah, sana. Aku juga mau membeli jus pesanan pak bos.” Wina bangkit di ikuti Tiyas. Wina kemudian keluar dari pantry bersama Tiyas.
Wina menuju kafe langganannya, saat pegawai hendak membuat jusnya. Wina meminta izin untuk membuatnya sendiri.
“Mbak ... boleh saya buat sendiri jusnya.”
“Oh ... iya Mbak. Silahkan.”
Wina dengan cekatan membuatkan Bram jus alpukat. Tidak hanya Bram yang ia belikan melainkan Damar dan rekan kerjanya. Wina membeli 7 jus. Dua jus alpukat dan 5 jus mangga.
Setelah selesai Wina membayar semuanya dan
kembali ke kantor. Sebelum ke ruangan Bram, ia membagikan jus mangga pada rekan kerjanya, Doni, Rudi dan Tiyas. Tak lupa ia juga menyuruh Tiyas untuk mengantarkan jus milik Damar ke ruangannya.
“Yas ... tolong kamu antar ini ke ruangan pak Damar ya. Aku antar ini ke ruangan Pak Bram.”
“Antar sama kamu aja deh. Aku kapok ke ruangan pak Damar.”
“Lah ... kenapa?“
“Masak kemarin aku masuk dia lagi pangku-pangkuan sama istrinya. Ih ... nyebelin banget.”
“Terus ...?”
“Pengen ....”
“Huh ...! Kamu sama pak Damar sama saja. Sama-sama nyebelin.” Wina langsung meninggalkan Tiyas menuju ruangan Bram.
Wina berjalan menuju ruangan suamianya dengan hati berdebar. Tidak tahu rasa itu tiba-tiba datang begitu saja.
Wina masuk tanpa mengetuk pintu. Ia tersenyum melihat suaminya sedang tidak begitu sibuk. Bram tersenyum melihat Wina datang.
“Halo sayang!“ sapa Bram.
“hai! Mas. Ini jus alpukat. Biar seger.” Wina meletakkan satu gelas jus Alpukat di meja.
Bram menarik Wina ke pangkuannya lalu mencium bibirnya. Wina memberontak karena takut salah satu karyawannya masuk.
“Mas ... nanti ada yang masuk!” Wina sedikit mendorong lengannya
“Boleh minum susu, gak!” Goda Bram meremas dada Wina.
“Mas ...!” Pekik Wina sambil menepuk tangannya. Wina melebarnya matanya, ia kesal ternyata suaminya mesum.
“Sebentar aja.” Pria bertubuh kekar itu mengangkat Wina ke atas meja.
“Mas mau ngapain.”
“Sedikit ya?” Wina tertawa geli melihat ekspresi wajah Bram yang memohon.
“Pintunya gak di kunci.” Wina menakup kedua pipi suaminya.
“Sebentar.” Bram beranjak dari duduknya dan berlari kecil ke arah pintu seperti anak kecil. Ia mengunci pintunya.
Ia kembali dan duduk di di depan Wina. Dengan rasa tidak sabarnya ia membuka kancing kemeja Wina. Wina hanya tersenyum geli saat suaminya bak anak kecil yang kehausan.
“Yuk! Sebentar aja,” ajak Bram menginginkan Wina melayani dirinya.
“Mas ... ini kantor! Nanti pulang kerja ya.”
“Nanggung!” Bram mengangkat Wina dan menggendongnya di depan seperti anak kecil.
Bram mencium bibir Wina dan membawanya ke ruangan rahasia. Bram mendorong pintu ruangan rahasianya dengan satu kakinya.
“Mas ini ruangan apa?” tanya Wina yang tidak tahu jika di balık lemari besar adalah sebuah ruangan.
“Ruangan rahasia,” balas Bram tanpa yang tidak memberi ampun Wina.
Bram sudah tidak tahan melihat lekuk tubuh Wina. Walau mengenakan kemeja baginya sudah sangat menggoda, di tambah saat Wina mengambil kendali. Ia seperti melayang di udara.
“Mas ...,” desis Wina meremas pundak suaminya di iringi desahannya, Bram yang mendengar desahannya semakin liar.
Bram terus menatap mata Wina yang juga menatap. Tatapan penuh cinta di iringi gairah keduanya.
setengah jam berlalu Bram menyudahinya. dengan. Ia berbaring di sisi Wina yang masih melihatnya dengan senyum bahagia.
“Mas ... ini sudah jam makan siang. Bagaimana aku keluar?”
“Langsung pulang, yuk!” ajak Bram.
“Arqqq ... masih jam kerja,” ujar Wina.
“Kan aku bosnya.”
“Terserah Mas. Aku mandi.” Wina memungut Baju dan celananya lalu menuju kamar mandi yang ada di kamar tersebut.
Tak lama ponsel Bram berdering. Ia pun langsung mencari keberadaan jasnya yang ia buang sembarangan. Ia mengambil ponselnya dan melihat layar ponselnya.
“Damar!” Ia pun langsung mengangkatnya.
“Ya Dam?”
“Kau ngapain di dalam. Kenapa ruangan kau kunci?”
“Biasalah. Senang-senang sama istriku!” Bram tertawa di balik ponselnya.
“Gila ya! Buka pintunya?”
“Nanti tunggu setengah jam lagi. Wina lagi mandi.”
Damar memutuskan sambungan ponselnya dengan kesal. Karena menganggap pasangan baru itu tidak tau tempat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 167 Episodes
Comments
💲💲quad ☀᪙ͤ🎀Cantika hiat
ah ah author jadi bikin ku senyum senyum sendiri😂😂👍
2023-01-25
0
Conny Radiansyah
bisa ketahuan siapa Wina..
2021-02-19
1
Hesti Sulistianingrum
makin seruu Thor...
2021-01-19
1