Wina dan Bram keluar dari ruangan rahasia, Wina sempat panik karena rambutnya masih basah. Namun Bram justru bersikap santai dan tertawa melihat kepanikan sang istri.
“Mas ... Giman aku keluarnya,” rengek Wina.
“Disini saja. Ngapain keluar.” Bram santai berjalan menuju pintu untuk membuka kunci pintunya.
“Mas ...,” rengek Wina lalu berlari dan bersembunyi di bawah kolong meja kerja suaminya. Karena ada seseorang yang masuk. Bram tertawa melihat istrinya yang panik.
“Kau kenapa ketawa?” tanya Damar saat Bram membuka pintunya.
“Gak ada.”
“Mana Wina?” Wina melebarnya matanya di bawah kolong meja lalu perlahan menampakkan kepalanya.
“Halo pak Damar. Anda mencari saya.” Wina hanya bisa menyunggingkan senyumnya.
Damar mengerutkan dahinya lalu mendekati Wina. Kenapa ia ada di kolong meja.
“Kami ngapain ngumpet?”
“Gak pak!” jawab Wina canggung.
Bram berjalan ke arah Wina dan mengulurkan tangannya agar Wina keluar.
“Gak perlu bersembunyi!” tegas Bram yang sudah tidak tahan melihat Wina kucing-kucingan dengan semua karyawannya.
Bram memeluk Wina di depan Damar, lalu mencium keningnya.
“Sudah. Tidak perlu bersembunyi. Kamu istriku, istri sah ku. Siapa yang berani menghinamu. Dia berhadapan denganku.” Wina menatap Bram penuh haru lalu memeluknya.
“Terima kasih, Mas.”
“Sudah, gak usah banyak Drama. Ini pesanan buat istrimu!” Damar memberikan paper bag pada Bram.
“Terima kasih.” Bram mengambilnya dari tangan Damar lalu memberikannya pada Wina.
“Ini, ganti baju kamu. keringkan rambut kamu, selesai makan siang kita ada meeting. Hem. Gak mungkin dong kamu meeting pakai baju kayak gini.”
“Tapi, Mas ...,” balas Wina masih ragu untuk mengungkap siapa dirinya yang sebenarnya.
“Sayang ....”
Bram mengusap Pipi Wina, meyakinkan Wina jika semuanya baik-baik saja.
“Baiklah ...,” balas Wina hanya menuruti saja. Mungkin sudah saatnya ia membuka jati dirinya di depan orang banyak.
Wina sekilas melihat Damar dan Hanya memberikan dua jempol padanya. Wina tersenyum tipis lalu menuju toilet di ruangan suaminya.
Ada rasa gugup di hati Wina akan tetapi ia juga harus menurut suaminya dan menghargai keputusannya. Sebagai suami dan pemimpinan, Bram sudah pasti tahu yang terbaik untuk dirinya.
Wina mengganti bajunya lalu sedikit berhias. Semua yang dibutuhkanya sudah Bram sediakan
Ia keluar dari toilet dan sudah rapih dengan setelan jas berwarna biru dan rok dibatas lutut.

Wina keluar menghampiri suaminya. Wina tersenyum, ia sudah yakin dengan keputusan suaminya menunjukkan dirinya yang sebenarnya.
“Cantik,” puji Bram mengusap pipi Wina.
Damar yang melihat hanya membuang pandangannya. Ia juga kagum melihat kecantikan istri sahabatnya sekaligus bosnya.
“Dam, antur meeting hari ini, kumpulkan semua staf penting, karena hati ini Papa Herman juga akan datang.” Bram. berbicara dengan Damar namun matanya tidak pernah lepas dari wajah cantik Wina.
“Ok. Tapi kita makan siang dulu.”
“Ok.” Mereka bertiga keluar dari ruangan. Damar berjalan di depan di ikuti Wina dan Bram. Bram merangkul pinggang Wina dan terus berjalan.
Tidak banyak orang melihat mereka, karena sebagian karyawan sudah banyak yang turun. Mereka yang melihat Wina hanya bisa melongo melihat penampilannya berubah dari yang memakai seragam OG, saat ini memakai baju orang kantoran dan begitu dekat dengan Bosnya.
Mereka bertiga masuk ke dalam lift dan mengabaikan tatapan bingung karyawannya. Mereka menuju kantin dan masih mengabaikan tatapan semuanya. Mereka memasuki kantin dengan langkah pasti terlebih Wina yang harus melawan rasa gugupnya dan bersikap biasa seperti saat bekerja di perusahaan Pak Herman sewaktu masih lajang.
Mereka bertiga duduk di sudut kantin setelah mengambil makanan masing-masing. Mereka makan bertiga sambil membahas meeting yang akan di adakan setelah makan siang.

“Oh ... jadi meeting kali ini bukan membahas proyek kemarin?” tanya Damar.
“Bukan pak, kalau proyek kemarin saya tidak terlibat. Ini proyek baru yang di gagas Mas Bram dan Papa, Karena papa tidak mungkin bolak balik Jakarta-Surabaya jadi proyek ini saya yang pegang. Tapi nanti Papa Herman juga hadir kok.”
“Yah ... semoga proyek ini berjalan lancar ya. Saya harap kalian jangan pacaran terus.” Bram dan Bram tertawa melihat wajah Damar yang sedikit kesal.
“Tenang saja pak. Kami profesional.” Wina tersenyum melihat suaminya begitu sebaliknya.
Tiga sahabat Wina hanya bisa melongo melihat Wina yang tiba-tiba berubah drastis. Tanpa memberitahu Wina sudah seperti pemimpin perusahaan dan saat ini sangat akrab dengan Bos dan Asistennya. Siapa Wina sebenarnya? pikir ketiga temennya.
Wina melihat temen-temennya. Ia tahu pasti ketiga temannya itu bertanya-tanya dalam hati. Wina tersenyum lalu bangkit untuk menghampiri mereka.
“Mas ... sebentar ya.”
“Mau kemana?”
“Gak kemana-mana.” Wina kemudian melangkah menghampiri ketiganya.
“Hai ...! Kalian ngapain lihat aku kayak gitu?” Wina duduk di samping Tiyas lalu merangkulnya. Namun, ketiganya masih melongo.
“Kok pada diam?”
“Kau siapa sebenarnya Win?” tanya Tiyas.
“Aku Wina Wijaya. Temen kalian.”
“Terus baju kamu, kenapa berubah begini?”
“Aku gak berubah, Hanya saja sekarang sudah waktunya...,”
“Mengungkap jati diri yang sebenarnya!” sambung Bram duduk di samping Wina.
“Jati diri?” tanya mereka bertiga. Wina tersenyum lalu masuk ke pelukan Bram.
“Kami sudah menikah, sesuai keinginan kalian, kan. Aku menjadi Nyonya. ” Wina dan Bram tertawa kecil
“Kalian kalau mau mesra nanti saja. Pak Herman dan orang-orangnya sudah datang.”
“Ok baiklah. Tiyas ... aku duluan ya.”
“I-Iya!” balas mereka serentak.
Wina dan Bram bangkit lalu mereka berjalan keluar kantin menuju lobby. Sesampainya di lobby rupanya bertemu dengan pak Herman, lalu Wina memeluk sekilas Papa mertuanya dari suami pertamanya itu.
“Pa ...,” sapa Wina.
Pak Herman melihat Wina Dan tersenyum. Ia tersenyum dan teringat saat pertama kali bertemu dengan Wina saat pertama bekerja di perusahaannya ya ada di Jakarta. Tidak ada yang berubah dalam diri Wina. Sikap tegas, anggun dan kecerdasannya tampak terlihat jelas.
“Selamat datang, Pa.” Wina tersenyum di samping Bram.
“Iya ..., Papa senang kamu sudah menunjukkan dirimu yang sebenarnya.” Wina tersenyum lalu sekilas melihat kearah suaminya yang kini meraih pinggangnya dengan begitu posesif.
“Iya, Pa. mungkin sudah waktunya. Oh ya ... Papa sudah makan siang?”
“Sudah tadi di pesawat. Kamu itu tidak berubah selalu menayangkan sudah makan atau belum.”
“Karena Wina tidak mau papa sakit,” balas Wina di iringi tawa mereka.
“Baiklah, Ayo kita ke atas. Papa ingin melihat dirimu menyampaikan projek baru kita.”
“Baiklah. Mari, Pa.” Wina dan Bram, Damar serta pak Herman dan juga orang-orangnya masuk kedalam lift dan mengabaikan tatapan bengong karyawannya yang ada di lobby. bukan saatnya untuk menjelaskan siapa dirinya pada banyak orang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 167 Episodes
Comments
Conny Radiansyah
kayaknya disetujui hubungan Wina dan Bram
2021-02-19
0
Hesti Sulistianingrum
maju teruss pantang mundur Bram..., 😄
2021-01-19
0
Jhonny Nitron Missa
kata" nya jadi benar ingin dapat janda😅
2021-01-06
0