“Saya terima nikahnya dan kawinnya Wina Wijaya binti Irwan Wijaya dengan maskawin tersebut, tunai.” Bram mengucap ijab kabul dengan satu helaan nafas.
Semua mengucap rasa syukur pernikahan yang terkesan mendadak berjalan lancar. Walau acara pernikahan mereka hanya di ballroom hotel dan hanya di hadari kedua belah keluraga serta beberapa kolega yang bisa hadir.
Wina menatap Bram saat semua berdoa. Ia masih tidak percaya bosnya itu kini menjadi suaminya.
Bram tersenyum ke arah Wina saat selesai berdoa, Wina menyalaminya lalu mencium punggung tangannya. Dengan ragu Bram mencium kening Wina.
“Selamat ... kalian sudah sah menjadi suami istri secara agama. Dan segera daftarkan ke KUA agar sah di mata hukum negara kita,” ucap Bapak ustadz yang menikahkan mereka.
“Sudah pasti Pak. Pernikahan ini agar mereka lebih leluasa berduaan. Biar tidak ada fitnah!” jelas Pak Bima di iringi senyum tipis Wina dan juga Bram. keduanya masih sedikit canggung. Bram juga diam-diam meraih jemari Wina dan sekilas melihatnya.
Setelah itu mereka berdua sungkem pada orang tuanya dan orang tua Wina di wakilkan pada Pak Herman dan Bu Dita.
Tangis Wina pecah saat sungkem pada Bu Dita, selama ini hanya Bu Dita yang mengerti dirinya dan sudah menganggap Wina sebagai anaknya sendiri
Acaranya mereka begitu sederhana, bahkan Wina hanya menggunakan kebaya sederhana yang dulu pernah ia kenakan saat acara hari Kartini di sekolah sang anak dan Bram juga . menggunakan setelan kemeja di padukan jas yang biasa ia kenakan saat ke kantor.
Setelah acara sungkem selesai, acara berlanjut sesi foto di lanjut makan-makan. Sementara itu Syasa sudah sangat akrab dengan baby sitternya, Dini. Dini masih sangat muda. usianya baru 20 tahun, sabar dengan tingkah polah Syasa. Dini menjaga Syasa di bantu dengan salah satu bodyguardnya bernama Alex.
Wina dan Bram makan bersama sebagai suami istri. Mungkin saat pagi dan siang mereka makan bersama bahkan saat pagi harinya mereka sempat berdebat. Kini mereka makan malam bersama dengan status berbeda.
Pak Bima dan pak Herman begitu juga dengan istri-istrinya begitu bahagia melihat Wina dan Bram. Mereka berharap pasangan baru tersebut bisa saling mengisi dan melengkapi serta saling mendukung, dan tentunya selalu di limpahkan kebahagiaan sampai tua.
Bram tersenyum melihat Wina makan, sesekali mengambilkan makanan yang Wina inginkan. Bram begitu perhatian. Sesuai janjinya Bram akan terus menjaga Wina dan berusaha menjadi yang terbaik untuknya.
“Mau nambah lagi?” tanya Bram.
“Tidak, tuan. Sudah cukup. ”
“Kok panggilnya masih tuan, sih?” saut Damar melihat keduanya tampak masih canggung.
“Mas atau Abang?” Damar terkekeh bersama yang lainnya. Wina tersenyum malu dan melihat Bram.
“Mas, saja,” balas Wina yang masih melihat suaminya dan mendapat persetujuan sang Suami.
“Apa rencana kalian ke depan?” tanya Damar.
“Punya anaklah ...,” balas Bram di iringi Wina tersedak minuman. Wina mengambil tisu mengusap bibirnya.
“Gak apa-apa?” tanya Bram mengusap punggungnya. Wina menggeleng lalu tersenyum tipis.
“Kenapa harus membicarakan anak, sih?” batin Wina lalu melirik Bram.
Wina belum siap jika harus membicarakan anak, ia ingin mengenal Bram lebih dulu dan sejauh apa suami barunya itu menyayangi anaknya.
“Mama!” panggil Syasa tiba-tiba berlari ke arah Wina.
“Apa sayang ....”
“Ngantuk! Bobok!” Syasa menggelayut di pangkuan Wina. Wina menghela nafas, akhirnya ada alasan untuk pergi dari tatapan semua orang.
“Maaf Nyonya ... biar saya yang menidurkan Non Syasa,” ujar Dini yang sedari tadi mengikuti anak kecil menggemaskan itu.
“Syasa biar sama saya, kamu ke kamar kamu ya, Istirahat.” Wina tersenyum kemudian menggendong Syasa.
“Maaf semuanya. Mas, saya ke kamar dulu!” pamit Wina. di angguki semua orang. para orang tua pun memaklumi jika Wina dan putrinya memang tidak bisa berpisah.
Wina berjalan menggendong Syasa dan membawanya ke kamar pengantinnya. Di ikuti baby sitternya yang juga ingin ke kamarnya. Sesampainya di kamar Wina membaringkan Syasa tempat tidur.
Wina sendiri melepas sanggulnya dan menghapus riasan wajahnya. Tak lama Bram masuk ke kamarnya.
Bram melihat Wina sedang duduk di kursi di depan cermin. Ia mendekat dan berdiri di belakangnya lalu memegang pundaknya. Bram mencium pucuk rambutnya. Ia ingin menjadi spesial di mata istri di malam pertamanya. Bagaimana pun ia pria normal yang mempunyai hasrat dan sudah melajang selama 32 tahun. Wajar jika ia menginginkan sang istri melayaninya. Wina sekilas melihat Bram dan tahu apa yang ada di benak suaminya.
“Ada Syasa, Mas. Dan aku belum siap.” Bram menghela nafas lalu melepaskan jasnya, kemudian menuju kamar mandi.
Ada rasa sedikit kecewa di hatinya, namun Bram mencoba memaklumi Wina yang belum siap melayani dirinya. Mungkin butuh waktu untuk saling mengenal.
Wina masih di depan cermin, seperti ia merasa bersalah dengan ucapannya. Ia takut Bram kecewa dan itu sudah pasti. Bagaimanapun suaminya pria normal.
Bram keluar dari kamar mandi dan hanya menggunakan handuk yang hanya ia lilitkan di pinggangnya. Wina melihat Bram di balik cermin dengan malu-malu melihat dada bidang milik suaminya. Terlihat Bram sedang mengambil kaos dari dalam lemari.
Wina bangkit dari duduknya kemudian menuju kamar mandi. Ia mandi dan mengganti setelan kebayanya dengan setelan piyama dengan celana pendek dan atasannya tanpa lengan.
Wina sedikit malu tetapi ia harus mengenakannya. Wina menarik nafas dalam-dalam menghilangkan rasa groginya.
Saat keluar Wina melihat suaminya duduk di sofa. Wina berjalan mendekati Bram.
“Mas ...!” panggilnya. Namun Bram masih fokus dengan layar ponselnya. Bram hanya menepuk sofa di sampingnya. Mengisyaratkan agar Wina duduk di sampingnya.
Wina duduk di samping suaminya lalu meraih bantal sofa untuk menutupi pahanya. Bram masih diam dan Wina mengira Bram marah dengan penolakannya.
“Bagaimana kalau dia marah. Aku pasti dosa dong!” Wina melihat Bram yang lebih asyik dengan ponselnya.
“Mas, Aku ... em ... Aku ...,” Wina begitu gugup ingin meminta maaf.
Namun, Bram masih diam dan tidak menghiraukan Wina. Karena memang ia sedang membalas pesan Damar agar menyusun jadwal ulang semua pekerjaannya.
Wina menjadi kesal sendiri melihat Bram tidak meresponnya. Ia membuang bantal ke sembarang arah lalu mengambil ponsel Bram dari tangannya.
Wina langsung duduk di pangkuan Bram dan mencium bibirnya. Bram tersenyum dalam hati rupanya Wina begitu agresif. Tak lama ia pun membalasnya.
“Aku tidak suka di abaikan,” lirih Wina dengan nafas terengah-engah melihat Bram.
“Bukannya tadi kau menolak ku.”
“Aku bukan menolak mu tapi aku belum siap.”
“Sekarang?” tanya Bram menggoda membuat Wina sedikit malu.
Namun, rasa malu itu seperti hilang terbawa suasana. Dalam benak Wina, untuk apa malu dengan suami sendiri. Ia juga menginginkan hal yang sama.
Bram meraih pinggang Wina yang masih duduk mengangkang di pangkuannya. Mereka berdua berciuman semakin panas. Tangan Bram tidak tinggal diam, Bram mulai memasukkan tangannya di balik piyama tipis Wina dan mengusap punggung dengan perlahan. membuat Wina mendesah.
Bram tersenyum senang rupanya Wina tidak mengenakan penutup dada. benar-benar berpengalaman menyenangkan hati suami.
Bram kini juga semakin liar dan menciumi leher jenjang Wina. Meninggalkan tanda merah di sana. Dengan sangat liar Bram meremas dada Wina. Perlahan Bram membaringkan Wina di sofa, menatap lekat sorot mata Wina.
“Boleh sekarang?” tanya Bram.
“Aku sudah memulainya, karena aku tidak ingin berdosa. Selanjutnya Mas selesaikan.” Keduanya tersenyum kemudian Bram melepas bajunya akhirnya mereka berdua memulai memadu kasih dalam ikatan yang sah. Walau terasa aneh karena baru saling mengenal. Akan. tetapi, Wina yang sudah berpengalaman tahu bagaimana menjalani kewajibannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 167 Episodes
Comments
Nana_Ratna
istri sholehah yg pintar
2022-08-21
0
Nana_Ratna
hadeuh udh buat dosa aza
2022-08-21
0
Ica Snow Kim
BAIKNYA PAPA & MAMA MANTAN MERTUA WINA 🙂🙂🙂
2021-03-27
0