Pria Idiot Itu, Suami Ku!
"Apa? Aku harus menikah dengan tuan muda idiot itu?" aku menatap ibu tiriku tidak percaya.
"Iya, kau harus memikirkan juga berapa sudah usiamu sekarang? Bapakmu sakit-sakitan. Dengan menerima pinangan keluarga pak Darmawan, kau akan membantu perekonomian keluarga kita."
Aku meranggas.. Kenapa harus aku yang menjadi tumbal? Padahal dia sendiri punya anak gadis, Salsa adik tiriku.
"Lalu kenapa harus aku? Kenapa tidak Salsa Saja?" aku memandang adik tiriku yang sedang memainkan ponsel di tangannya.
"Aku? Iihh.. Ogah, ah. Masa ratu kecantikan ini mau menikah dengan pangeran idiot? Kan nggak lucu." jawabnya bergidik.
"Kau jangan banyak berpikir, Salsa masih lebih muda, dia masih punya banyak kesempatan untuk memilih jodohnya, sedang kau?"
Ibu memang selalu memojokkan ku dengan kalimat satu itu. "Belum menikah"
Memang usiaku saat ini sudah menginjak dua puluh tujuh tahun. Dan itu di anggap aib oleh ibu tiriku.
Bukannya aku tidak laku, bukan pula aku jelek. Bahkan kata orang-orang, wajahku sangat cantik, mirip mendiang ibuku. Tubuhku juga proposional. Tapi entah mengapa, aku susah tertarik pada lawan jenis ku. Apalagi setelah banyak ku saksikan
pasangan yang cekcok karna tidak ada kecocokan. Hal itu membuat aku semakin ilfil pada mahluk yang namanya laki-laki.
Kata orang aku tomboy karna lebih suka berteman dengan cowok-cowok ketimbang gadis seusiaku.
Aku bergaul dengan mereka setiap hari, mungkin karena hal itu pula yang membuat aku tidak bisa menaruh perasaan yang spesial pada lawan jenis ku.
Aku menatap lurus pada ibu tiriku itu.
"Kalau usiaku di jadikan alasan, aku bisa mendapatkan jodohku sekarang juga!" ucapku menantang.
"Bisa tidak,tidak membangkang sekali ini saja, Ibu tidak percaya. Sudah sering ibu beri kesempatan, tapi apa? Mana teman pria yang mau melamar mu?"
"Jangan kan melamar, kencan saja tidak pernah. Atau jangan-jangan Nara punya punya kelainan, Bu." Salsa ikut memanas manasi Bu Marni.
Aku mendelik kearahnya.
"Jangan membantah lagi. Lagi pula kau harus ingat, selama ini ibu yang menanggung hidupmu, juga ayahmu. Sekarang lah waktunya kau membalas budi!"
Sepasang netraku mulai memanas.
Aku sangat tidak berdaya kalau sudah menyangkut nama ayah. Ayah yang tak berdaya karena penyakitnya. Dan memang aku akui, ibu Marni lah yang menjadi tulang punggung keluarga kami semenjak ayah sakit sakitan.
"Tidak ada waktu lagi, nanti sore mereka akan datang. Kau harus berdandan seperti layaknya seorang gadis. Ibu sudah menyiapkan pakaian yang pantas untukmu." Wanita yang bergelar ibu tiri itu meninggalkan kamarku dengan angkuh di ikuti oleh anaknya.
Tidak ada jalan lain lagi. Ucapannya adalah perintah untuk ku. Demi ayah, aku harus menerimanya.
Sore itu aku sempatkan mengunjungi ayah di kamarnya.
Ayah hanya bisa menatapku dengan perasaan bersalah. Memang selalu itu yang terjadi. Ia menyalahkan dirinya karna memberiku seorang ibu tiri yang kejam.
Dulu, Bu Marni adalah wanita baik hati dan lembut. Ia yang hidup terlunta-lunta dengan anaknya membuat ayahku iba.
Ia mempekerjakan Bu Marni di toko kain yang ayahku kelola.
Sampai Saat ibu meninggal dan ayah menjadikannya sebagai istri, dengan harapan bisa menjadi ibu yang baik buatku. Namun baru dua bulan setelah menjadi istri ayah. Sifat aslinya terkuak. Ia menguasai harta ayah. Hingga akhirnya ayah mengalami kebangkrutan dan terkena struk. Sejak saat itu aku dan ayah harus bergantung padanya.
Aku tak pernah perduli dengan perlakuannya padaku, tapi yang kadang membuat darahku mendidih kalau dia sudah mulai menghina ayahku.
"Nara...!!". Suaranya yang menggelegar sampai menggetarkan daun pintu di rumah kami , itu sudah menjadi hal yang biasa.
"Masih asik asik disini rupanya, cepat bersiap, sebentar lagi tamunya datang!" ucapnya dengan wajah masam.
Ayah berusaha bicara walau tak karuan, ia bermaksud mencegah rencana ibu.
"Sudah! Jangan ikut campur, Mas! Sudah jadi beban saja masih sok ngatur." ucapnya membentak ayah. Hati ku terasa sakit, tapi tidak bisa merubah keadaan.
"Harusnya kau senang, dengan menikahnya Nara, bebanku jadi berkurang!" omelnya dan menutup pintu dengan keras.
Ayah hanya bisa mengelus dadanya.
"Sabar, ya Ayah... Kalau Nara sudah mampu, Nara akan bawa ayah keluar dari neraka ini. Nara janji!" aku mencium tangannya dengan Hidmat.
Aku lihat airmatanya menetes haru.
Aku pasrah saja saat seorang suruhan Bu Marni mendandani ku. Memakaikan dres pink yang panjangnya sampai bawah lutut dan atasannya memperlihatkan belahan dadaku.
Sekalipun aku tomboy, tapi kulitku putih mulus bak porselen. Itu kata orang.
Lagi -lagi kata orang.
Ayah dan ibu memberiku nama ' Naradita widjaya' dan biasa di panggil Nara. gabungan dari nama ayah dan ibuku.
Dita dari nama ibu,, dan Widjaya dari ayah.
Aku kembali menatap diriku di cermin.
Memang cantik, tapi aku merasa tidak nyaman dengan kostum yang ku kenakan.
Aku lebih suka memakai kaos dan celana pendek dalam keseharian ku.
Tiba-tiba Salsa datang ke kamarku.
Seperti biasa, ia tidak akan lega kalau belum sempat menjatuhkan ku dengan kata-katanya.
"Ciee... Yang mau ketemu calon mertua!" ucapnya meledek.
Aku tidak memperdulikan ucapannya.
"Nara, kau dengar apa tidak sih?" tanyanya keki saat Aku pura-pura tidak menyadari kehadirannya.
Salsa berniat meledek ku lagi, tapi ia terkejut saat melihat ku yang yang berdandan modern seperti dirinya.
"Kenapa kau diam? Kau terkejut melihat ku? Cantik, bukan? Kau pikir hanya kau saja yang bisa tampil cantik...?" aku sengaja membuat nya marah agar segera minggat dari kamarku.
"Kaya gitu kau bilang cantik? Yang ada norak tau, nggak? Kayak ondel-ondel!" ucapnya dan langsung meninggalkan kamarku.
Di depan, Bu Marni sedang menyambut kedatangan keluarga pak Darmawan.
Dengan wajah yang se ramah mungkin, ia mempersilahkan tamunya masuk.
Ia sudah menyiapkan skenario nya.
Aku harus muncul membawa minuman untuk keluarga kaya itu.
"Jaga sikapmu, harus lembut dan sopan santun, jangan lupa tersenyum. kau dengar?" teriaknya sampai gendang telingaku hampir pecah rasanya.
"Bu, Marni, langsung saja, saya tidak sabar ingin melihat calon menantu kami..." ucap Bu Surya dengan anggun.
"Tentu, tentu... Dia akan segera datang kemari." ucap Bu Marni dengan ramah.
Setelah itu ia memanggil ku dengan lembut.
"Nara... Keluarlah..!"
Bu Marni kembali menghadap para tamunya.
Mata Pak dan Bu Darmawan terus memandang ke pintu. bahkan saat aku melewati pintu itu sambil membawa minuman.
Mereka masih menunggu seorang gadis yang anggun yang muncul dari pintu itu.
Bu Marni melotot kearah ku yang menyajikan minuman.
Bagaimana tidak? aku keluar dengan penampilan yang jauh dari harapannya.
Aku sengaja hanya mengenakan kaos dan celana, namun cukup sopan. Rambut yang sebahu aku gerai begitu saja. Wajah, ku biarkan polos tanpa polesan make up sedikitpun.
"Mana anaknya, Bu?" Bu Surya terus menunggu dengan ekor matanya.
"Maaf, Pak, dan Bu Darmawan. Anak yang saya maksud adalah dia...!" ucap Bu Marni menunjuk ku dengan ragu. Wajahnya merah padam, ia sangat kesal pada ku karena sudah mempermalukan nya.
Mata Pak dan Bu Darmawan serentak memandangku, aku hanya tersenyum dan mengangguk hormat.
"Ini? Ini anak gadis yang ibu maksud?" mereka terlihat kaget. Aku tidak perduli dengan penilaian orang kaya itu. Sukur-sukur kalau mereka tidak suka dan menolak ku.
"Maaf, kalau kalian tidak berkenan. Tidak apa-apa, saya masih punya anak gadis satunya lagi." ucap Bu Marni dengan rasa bersalah.
"Sebentar, ya Bu.."
Bu Marni masuk tergopoh, ia bermaksud memanggil SalSa.
Sementara itu, aku hanya diam menunggu apa yang akan terjadi.
Tak ku sangka pak Darmawan menyapaku.
"Berapa usiamu, Nak?"
"Saya, usia saya dua puluh tujuh tahun, pak." jawabku tanpa malu sedikitpun. bahkan aku ingin mereka ilfil dan menolak ku menjadi menantunya.
"Tapi dari keterangan ibu mu, usiamu baru dua puluh empat tahun. Ah sudahlah, masalah usia tidak jadi masalah." ucapnya kemudian.
Aku masih diam menunggu.
Namun saat itu perhatian tertuju pada Bu Marni yang memaksa Salsa keluar. Lebih tepatnya menyeret, Bu Marni menyeret Salsa kehadapan Bu Darmawan.
Dalam hati aku bersorak dan berharap mereka memilih Salsa. tentu saja, kriteria menantu yang mereka cari ada pada Salsa.
Cantik, feminim dan cewek banget.
"Ibu, aku tidak mau menikah dengan pria idiot..!" ucap Salsa terus terang. Wajah Bu Darmawan berubah kecewa. Begitupun Bu Marni. Ia merasa takut membuat tamunya kecewa.
"Maaf, Bu. Anak saya kurang sopan." ucapnya berkali-kali.
Aku hanya menyaksikan adegan itu dengan senyuman kecil.
Aku merasa perjodohan ini akan gagal.
Hingga akhirnya mereka mohon diri.
Aku menarik nafas lega saat mereka berpamitan.
"Jangan lupa persiapkan semuanya, dua hari lagi acara pernikahan kita adakan secara besar-besaran..." kata pak Darmawan. Aku yang sudah mengangkat kaki hendak masuk, terpaksa aku urungkan.
Aku lihat Salsa menangis.
"Aku tidak mau, Bu!" ucapnya sambil menangis bersimpuh. Bu Marni masih tercengang.
Aku melenggang masuk dengan hati tenang. Tapi suara pak Darmawan menghentikan langkahku.
"Saya mau, Nara yang menjadi menantu kami!" sangat jelas di telingaku.
Semua terdiam tak percaya. Begitupun diriku.
Aku berbalik menghadap pak Darmawan seolah ingin memastikan apa yang ku dengar barusan.
"Iya, kamu yang akan menjadi menantu kami." Aku masih diam mematung saat pak Darmawan mengelus kepalaku.
💞Kak, mampir dong kesini. Tolong ramaikan ya...
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Mey Ambarita
Feminin
2024-04-29
1
Ikhwan
p
2023-11-29
0
vall_ceunah
salam dari ujian menjadi seorang istri 🙏
2023-09-07
0