Aku masih tidak percaya dengan apa yang aku alami. Menikah dan harus satu kamar dengan seorang pria yang berjiwa anak-anak.
Tak berapa lama, Wisnu keluar dengan pakaian yang sudah rapi.
Senyum tak pernah lepas dari bibirnya.
"Nara mau temani Nunu main ?" tanyanya penuh harap.
Aku tidak mengindahkan pertanyaannya
Aku malah sibuk dengan ponsel di tanganku.
Arya, teman akrab ku mengirim pesan padaku,
(Nikah tidak ngundang-ngundang kita Nar...)
Aku merasa cukup bersalah karna tidak bercerita padanya tentang pernikahan yang mendadak ini.
(Maaf, aku juga tidak menyangka, Ar. Salam buat teman-teman kita) aku balas pesan Arya.
Tapi tanganku berhenti mengetik saat ku lihat
bayi tua itu sedang menatapku penuh harap
Aku menatapnya jengah.
"Napa sih, ngeliatin kaya begitu!?" tanya ku tidak suka.
"Nara temani Nunu main, ya!" matanya begitu memelas.
Sebenarnya aku ingin menolak. Tapi entah kenapa hati kecilku menyuruhku mengangguk.
Dia langsung melompat kegirangan.
Dia mengeluarkan mainan mobil-mobilan kesayangannya.
Seperti anak kecil yang bermain pada umumnya dia berimajinasi menjadi juki mobil balap yang handal.
Suara pintu di ketuk dari luar.
saat aku buka pintunya, seorang pelayan sedang menunduk hormat.
"Mba dan tuan muda di tunggu nyonya untuk makan malam..." ucapnya masih menunduk.
Dalam hati aku tertawa, disini mereka begitu hormat padaku, padahal di rumah sering diremehkan ibu dan adik tiriku.
"Iya... Kami segera datang."
Aku kembali mendekati Wisnu.
"Nyonya memanggil kita untuk makan malam.." menyapanya.
Matanya menatap aneh padaku.
"Mama...?" ia menegaskan.
"Sorry, Mama."
Ia tidak lagi menyahut. Tapi langsung keluar menuju meja makan.
Aku menatap mainan yang masih berantakan.
"Ayo...!" panggilnya saat aku masih berdiri mematung.
Aku bergegas menutup pintu dan mengganti pakaianku. Saat membuka pintu kembali, dia masih berdiri menungguku dengan tak sabar.
Senyumnya mengembang saat melihatku.
Kami berjalan menuju meja makan yang besar.
Disana sudah ada bapak dan ibu Darmawan, bersama mereka juga sudah ada tiga orang lainnya. pria dan wanita. juga seorang pemuda.
"Nara, kau belum mengenal anggota keluarga kita yang lain.
"Ini Om Ridwan beserta istri dan putranya Yudis." ujar Pak Darmawan. Aku hanya mengangguk hormat dan tersenyum kearah mereka.
"Selamat datang di keluarga besar kami, Nara.." kata istrinya Om Ridwan.
Mereka tersenyum menyambut kami.
Yang membuat aku risih, bayi tua itu terus memegang tanganku dengan erat, seolah kami pasangan normal yang sedang bahagia.
"Waah, sudah terlihat segar, ayo kita makan bersama." Bu Darmawan menarik kursi untuk ku tepat di samping Wisnu.
"Biasanya, Wisnu makan di kamar di layani Mba nya. Tapi mulai malam ini kau harus biasakan nya untuk duduk bersama kami disini." kata pak Darmawan.
Aku hanya mengangguk. Entah kenapa, disini aku begitu irit bicara, padahal saat bersama teman-teman ku, aku lah yang paling cerewet.
Bu Darmawan menyendok kan nasi untuk suaminya. Setelah itu dia menatapku.
"Sekarang giliranmu, kau coba seperti Mama..."
Aku mulai mengambil piring Wisnu. Dan mengisinya seperti Mama mertua.
"Nunu mau lauk apa?" tanya Mamanya.
"Terserah Nara saja..." ucapnya sambil menatapku dengan senyum dan tanpa kedip.
aku merasa risih.
Aku juga melihat Yudis melirik Wisnu dengan pandangan tidak suka.
"Istri Nunu, cantik..." celetuknya tiba-tiba. Membuat aku tersedak. Ternyata bayi ini bisa membedakan wanita cantik juga.
"Makanya, Nunu harus bisa melindungi Nara dari bahaya apa pun, jangan pernah membuatnya bersedih." nasehat Mamanya.
Wisnu mengangguk senang.
Acar makan malam itu akhirnya selesai juga.
Wisnu kembali menggandeng tanganku menuju kamar.
Setelah merasa mereka tidak melihatku lagi.
menyentak kan tanganku.
Wisnu menoleh padaku dengan raut wajah kaget.
"Tidak usah pakai gandeng tangan segala, aku bisa jalan sendiri." ucapku pelan.
Wisnu mengikuti langkahku. Dia terus diam bahkan sampai ketempat tidur, dia langsung memiringkan tubuhnya kearah tembok.
Ada rasa menyesal saat melihatnya ngambek seperti itu.
Bahkan rasa menyesal ku semakin besar saat tau di tidur sambil menangis.
"Nu... Nara minta maaf, ya?" ucapku sambil bahunya.
Tidak ada jawaban.
"Kalau begitu, aku mau pulang saja, ah!"
"Mendengar itu, Wisnu langsung berbalik badan.
"Jangan pergi, Nara tidak boleh pergi. Nunu akan sendirian. Nunu tidak punya teman.." ucapnya memohon.
Aku mengamati bayi tua di depanku itu,
Sebenarnya wajahnya tidak jelek, bahkan kalau di bandingkan dengan Yudis atau teman- ku yang lain, Wisnu jauh di atas rata-rata. Mungkin karna penampilan culunnya itu yang membuat ketampanannya tidak menonjol.
"Nara mau janji? Jangan pernah tinggalkan Nunu!" ucapnya serius.
Aku mengangguk saja dan pasrah saat dia menggenggam tanganku.
"Aku janji, akan selalu menjadi temanmu" jawabku seadanya.
"Janji? Teman?" aku tidak menyangka tiba-tiba dia memeluk ku erat.
Ada getaran aneh yang kurasakan saat itu.
Aku cepat menepis perasaan yang tak wajar itu.
"Ayolah Nara... Dia hanya bayi yang di bungkus tubuh dewasa. Jangankan tau artinya cinta, bahkan tujuan menikah dan malam pertama pun dia tidak tau!" ucapnya menghibur diri.
Wisnu juga terlihat menikmati pelukan itu.
"Enak.. Nunu mau lagi..! Ucapnya cengengesan saat aku mengurai pelukannya.
Mataku melotot kearahnya..
"Boleh, kan Nunu peluk istrinya Nunu?" ulangnya lagi
"Uh, dasar bocah gemblung, pake ngingetin
Tentang status kita lagi?
Aku terpaksa mengangguk, memang benar, kan. Secara aturan Wisnu adalah suamiku, dia berhak atas diriku.
Dia kembali memeluk ku dengan cengengesan.
Aduuh...!" Aku menepuk kepalaku sendiri saat membayangkan sesuatu yang membuatku bergidik sendiri.
Masa aku mengkhayalkan malam pertama dengan Wisnu?
Setelah selesai acara peluk memeluk, Wisnu minta tidur di pangkuanku.
"Nara nyanyiin lagu Nina bobok, ya!" ucapnya lugu.
Sambil menghembuskan nafas panjang, aku mulai bernyanyi dengan suara serak ku.
Aku lihat bayi itu tertidur pulas. Suara dengkurnya yang halus mengusik telingaku.
Aku memindahkan kepalanya ke bantal.
Sedikitpun aku tidak bisa memejamkan mata.
Sesekali aku melirik wajah yang yang terlelap di sampingku. Sangat tenang seperti tidak ada beban hidup. Tentu Saja, dia kan masih anak-anak.
"Sungguh kasian nasibnya, dia bergelimang harta, pewaris tunggal l kekayaan ayahnya, tapi dia juga kurang beruntung karna memilki kekurangan, tidak seperti pemuda pada umumnya.
Pagi harinya, aku tidak mendapati tuan muda itu di sampingku.
Dengan malas aku melangkah ke kamar mandi. Sambil mengeringkan rambutku yang hanya sebahu. Iseng aku berdiri di balkon.
Dari sana aku jelas melihat Yudis sedang menggoda Wisnu.
Bahkan Wisnu hampir terjerembab karna di lempari sesuatu oleh Yudis.
Aku tidak tau apa yang mendorongku untuk berlari kebawah.
"Hentikan! Apa yang kau lakukan? Dia sudah ketakutan seperti itu." ucapku sambil menolong Wisnu untuk berdiri.
Yudis terlihat tidak suka.
Matanya jahatnya mulai menelisik dari ujung rambut sampai kaki ku.
"Kau sangat cantik, apalagi dengan rambut yang setengah basah itu..." Yudis mengelus pipiku.
Aku menepis nya dengan marah.
"Jaga sikapmu!"
Wisnu masih ketakutan karna di lempari ular mainan tadi.
"Jangan sentuh istri Nunu!" pekik Wisnu.
"Si idiot ini sudah berani rupanya, ya!"
Matanya melotot kearah Wisnu sambil memegang kerah kaosnya.
Namun tiba-tiba sikapnya menjadi lembut membuat ku merasa heran.
"Makanya, Kak Wisnu jangan lari-larian, jadi kotor, kan." ia mengibas- ngibaskan kearah Wisnu.
"Kenapa pada ngumpul disini? Ayo kita sarapan..! Nara, ayo!" wanita yang sudah menjadi mertua ku itu menuntun ku.
Wisnu mengikuti kamu dengan wajah masih ketakutan.
Aku mengerti sekarang, Yudis bersikap baik pada Wisnu kalau di depan papa mamanya saja. Mungkin selama ini dia sering menyiksa Wisnu diam-diam.
Tapi kenapa Wisnu tidak melapor saja?
Sebuah pertanyaan besar buatku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Nunung
Mungkin untuk membongkar kejahatan keluarganya....pada Nunu dan untuk Nara kamu musti hati hati pada Yudis dan keluarganya...oke Thor makasih moga selalu sehat Aamiin , see you ❤️❤️
2023-09-11
0