Bab 5

Sampai di rumah sakit, aku langsung menuju resepsionis. Dar mereka aku tau kalau Mama mengalami luka yang cukup parah dan tidak dapat di selamatkan.

Sedangkan papa masih kritis.

Kaki ku lemas seketika.

Ku hampiri Wisnu yang celingukan dengan wajah cemasnya.

Aku tidak bisa bayangkan kalau dia tau apa yang sebenarnya terjadi pada orang tuanya.

Aku genggam tangannya dengan erat.

Lalu mengajaknya ke ruangan dimana papa di rawat

Tante Rasti yang melihat kedatanganku dan Wisnu langsung menyongsong kami.

"Nara, Wisnu, Kakak, dan kakak ipar... Hiks hiks..!"

Dia memeluk Wisnu yang kebingungan.

"Dimana papa dan Mama...?"

"Nu, papa sedang sakit, sedangkan mama.." Aku tidak sanggup melanjutkan kalimatku.

"Kau jangan sedih, masih ada Om dan Tante yang bersamamu.." suara berat Om Ridwan terdengar dari belakangku.

"Nunu, mau ketemu Papa dan Mama."

Aku menggandeng tangan Wisnu yang terasa dingin.

"Papa dia sedang kritis..." ucapku pada Wisnu.

"Apa maksudnya kritis? Nara tau?" wajahnya terlihat polos menatapku.

Walau tak sampai hati aku menjelaskannya.

Wisnu langsung memeluk papanya.

"Apa Mama juga sedang kritis?" tanyanya kepadaku.

"Mama, Mama sudah meninggal, Nu.Tapi jangan khawatir, kan masih ada Tante dan Om Ridwan yang bisa kau anggap orang tuamu"

Tante Rasti memeluk Wisnu.

Aku merasa kaget dengan cara Tante Rasti memberitau Wisnu.

Entah kenapa, aku juga merasa eneg sekali mendengar kata-katanya.

"Nunu tidak mau mama meninggal!"

Wisnu mulai menangis seperti anak kecil.

Ku lihat sekilas Tante Rasti memutar bola matanya dengan malas.

Tiba-tiba tangan papa bergerak.Om Ridwan dengan cepat menghampirinya.

"Mas, kau sudah sadar?"

Papa tidak merespon. Ia malah memandangku dan memberi isyarat agar aku mendekat.

Aku menggandeng tangan Wisnu untuk mendekati papa mertua.

"Nara, papa merasa tidak kuat lagi. Karna itu, papa ingin menitipkan Wisnu padamu. Jagalah dia, sayangi anak malang ini..!" papa menggenggam tanganku dan Wisnu dengan kuat.

"Nu, kau harus nurut pada Nara, jaga dia, kalian harus tetap bersama..." suasana haru menyelimuti ruangan itu.

"Nas, kau tidak perlu cemas, masih ada aku, Om nya yang akan menjaga mereka."

Papa sama sekali tidak melihat kearah adiknya itu.

"Kalian harus berjanji di depan papa.." dengan berlinang air mata, aku menyanggupi dan berjanji akan menjaga dan menemani Wisnu sepenuh hati.

Papa tersenyum, lalu perlahan senyum itu menghilang di iringi genggaman tanganya yang semakin longgar.

Dengan panik ku panggil Dokter. Tapi takdir berkehendak lain, akhirnya papa pergi menyusul istri tercintanya.

Aku memekik tertahan. Baru beberapa hari aku bisa merasakan kasih sayang kedua mertuaku itu, kini mereka sudah pergi dengan meninggalkan tanggung jawab di pundak ku.

Wisnu tak bisa ku ceritakan bagaimana sedihnya dia, aku hanya bisa menghibur dan menemaninya.

Om dan Tante mengurus kepulangan kedua jenazah itu.

Aku terus menguatkan Wisnu yang terlihat sangat kehilangan. banyak rekan dan kerabat yang datang melayat. Termasuk Ibu dan Salasa serta ayahku.

Aku langsung memeluk ayah saat beliau menghampiriku.

"Yang sabar, ya Nara...!" ayah menguatkan ku.

"Terlalu lebay, justru harusnya kau bahagia, dengan meninggalnya mereka, otomatis harta kekayaan mereka akan jatuh ke tangan Wisnu. Dan bocah idiot itu tau apa?" bisik Bu Marni di telingaku.

Aku tersentak kaget. Teganya Bu Marni berkata begitu, bukannya ikut berkabung dengan kesedihan yang menimpa keluarga ini, malah mengungkit ungkit tentang harta warisan.

Aku dan Wisnu duduk diam di samping jenazah papa dan Mama.

Cukup lama aku menemani nya, hingga aku merasa kebelet pipis.

"Nu, Nara ke kamar sebentar, ya..!" Wisnu mengangguk pasrah.

Dengan langkah cepat aku menaiki tangga yang menuju keatas. Karna memang kamar kami terletak disana. Tapi langkahku terhenti saat ku dengar suara dari balik pintu kamar yang ada di dekat tangga.byang ku tau itu adalah kamar Tante Rasti

"Bagaimana aktingku? hebat, kan?" ucap Tante Rasti pada seseorang. Jelas dia tidak sendirian, ada seseorang bersamanya.

"Ssst... Jangan keras-keras. kalau terdengar orang bisa berabe."

"Siapa yang akan dengar, semua sedang berkabung di ruang tamu. Siapa yang akan perduli pada suara kita." tawa Tante Rasti semakin keras.

Apa maksud kata-kata mereka? Dari ucapannya bisa ku tangkap bahwa mereka sama sekali tidak merasa berduka atas meninggalnya kedua mertuaku. Lalu siapa teman bicara Tante Rasti sebenarnya.

Suara pintu terdengar di buka dari dalam. Aku segera naik dan berlindung di balik tembok.

Jantungku hampir melompat dari tempatnya, Bu Marni keluar dari kamar itu bersama Tante Rasti. Jadi...? Ah, aku tidak mau mengambil kesimpulan secepat itu. Bisa saja mereka membahas sesuatu yang lain. Aku tidak mau terlalu cepat mengambil kesimpulan.

Setelah merasa aman. Aku bergegas masuk ke kamar.

Lagi-lagi aku di kagetkan oleh pemandangan yang tidak ku sangka.

Salsa sedang tiduran di ranjang Wisnu, atau lebih tepatnya ranjang kami. Walaupun ranjang empuk itu belum pernah menjadi saksi kebersamaan penghuninya, paling tidak kami adalah suami istri.

"Salsa...?" tanya ku kaget.

"Eh, iya Nar. Aku numpang rebahan sebentar, ya..! Ranjang ini sangat mewah dan empuk. Tentunya kau sangat betah disini." ucapnya tanpa merasa bersalah sedikitpun.

"Tapi harusnya, kau minta ijin dulu pada pemiliknya." ucapku memperingatkan.

"Jadi kau keberatan? Sombong ya sekarang, mentang-mentang dapat suami tajir. tapi aku tidak iri padamu sedikitpun. Buat apa suami tajir kalau cacat mental seperti Wisnu." ucapnya berkacak pinggang.

Wajahku terasa panas seketika. Bukan karna dia berani menantang ku. Tapi karena dia sudah berani mengatai Wisnu. Betulkah aku semarah itu karna Wisnu di hina?

Aku menampar adik tiriku itu dengan sekuat tenaga, hingga meninggalkan bekas merah di pipinya.

"Kau?" Salsa menatapku begitu marah.

"Hanya karena pria idiot itu kau sudah berani main tangan padaku?"

"Itu belum seberapa, kalau kau berani menghina Wisnu lagi, kau akan merasakan lebih dari itu!" ucapku lebih tegas.

Salsa keluar dari kamar dengan marah.

Aku menghembuskan nafas. Banyak sekali kejadian di luar perkiraan ku.

Aku masuk ke kamar mandi karena ingat dengan tujuanku semula.

Beberapa menit kemudian. Aku sudah duduk kembali di samping Wisnu. Kasihan sekali melihat keadaannya. Ia hanya terdiam menatap ruang kosong.

Sampai acara pemakaman selesai. Wisnu masih memeluk Nisan Mamanya.

Tak ada keluh dan tangis, tapi dari sorot matanya sangat terlihat jelas bahwa batinnya sedang terguncang.

Suasana sudah sepi, tapi Wisnu masih diam tak bergerak juga.

"Nu, ayo kita pulang. Besok pagi kita kesini lagi untuk menjenguk papa dan mama."

Ia menggeleng keras.

"Kasihan mama dan papa, mereka kedinginan disini. Nunu mau menjaga mereka."

"Boleh, tapi tidak begini caranya kalau kasihan sama mereka."

"Lalu caranya gimana?" wajahnya yang kuyu menengadah menatapku.

"Caranya, Nunu pulang, mandi, makan lalu berdoa untuk mereka. papa, dan mama pasti senang."

Walau dengan susah payah, akhirnya aku berhasil membujuknya pulang.

Malam ini adalah malam pertama papa dan mama meninggal.

Suasana rumah begitu sepi. Beberapa orang mulai datang untuk tahlilan mendoakan arwah mertuaku. Tapi yang ku tangkap ada kesan aneh dari gerak gerik Om Ridwan dan istrinya.

Apalagi Tante Rasti, di tengah masa berkabung kami. Dia malah bebas berhaha hihi di telpon entah dengan siapa.

Ia langsung berhenti dan menutup telponnya saat aku tak sengaja melihatnya.

"Kenapa, Nar? Ini ada teman Tante yang mengajak keluar makan-makan. Tentu saja Tante tolak. kan baru saja kita kehilangan mertuamu." Aku hanya tersenyum tipis. Lalu berlalu dari hadapan nya.

.

Terpopuler

Comments

Nunung

Nunung

Tuhkan pasti dramanya keluarga Wisnu kasihan Nara di beri tanggung jawab yang begitu besar untuk mengurus Nunu yang katanya cacat mental....mudah mudahan hanya acting juga lama lama bisa kebongkar semua kebusukan om dan tantenya Nunu ... makasih Thor dah mau up lama juga aku nunggu kelanjutannya... oke Thor makasih moga sehat selalu Aamiin. see you ❤️❤️

2023-09-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!