bab 8

Atas saran pak Idham, aku mulai berencana ke kantor. Dunia yang benar-benar baru bagiku.

Tapi demi Wisnu, apapun akan ku lakukan.

Aku tidak rela keluarga Om Ridwan akan menguasai harta Wisnu.

Aku termenung. Benarkah aku rela melakukan apapun demi Wisnu? apakah aku mulai ada perasaan kepadanya?

Mengingat itu, Aku menggigit bibirku sendiri.

"Nara, kau mau kemana? pakai baju mamanya Wisnu, lagi." Tante Rasti menyapaku sambil menahan senyumnya.

Aku memang memakai baju formal Mama yang aku dapat dari lemarinya.

"Ke kantor..," jawabku singkat.

Wajah Tante Rasti berubah serius.

Aku pura-pura tidak memperhatikannya.

"Mas Ridwan..!" ia berteriak kencang memanggil suaminya.

"Ada apa, sih teriak-teriak dalam rumah?"

"Kau lihat itu..!" dia menunjuk ke arahku dengan mimik wajah serius.

"Nara...?' Om Ridwan juga tak kalah kaget saat melihatku.

"Kau mau kekantor?" tanyanya tak percaya.

Aku mengangguk pasti.

"Sudahlah, hentikan drama mu ini. Om capek melihatnya."

"Aku tidak sedang melakoni drama, Om. Ini juga atas permintaan pak Idham, selaku pengacara yang di tunjuk almarhum papa. Lagi pula aku harus menyiapkan Wisnu. Toh suatu saat dia harus menggantikan papanya."

ucapku terbata.

Om Ridwan terlihat marah sekali. Matanya menyala memandangku.

"Siapa kau berani sekali mengatur kehidupan seisi rumah ini? Kau hanya anak kampung yang kebetulan bernasib baik saja. Jadi jaga batasanmu di sini.!" ancam Ridwan.

Entah kenapa aku semakin berani menantang matanya.

Saat itu Wisnu datang di antara kami. dia hanya melihat perdebatan kami.

"Tapi, Om juga pasti belum lupa kalau Aku adalah istrinya Wisnu." jawabku berani.

"Kau semakin lancang saja.."

Om Ridwan mengangkat tangannya dan menamparku.

Aku sudah memejamkan mataku saat terdengar suara tamparan yang keras

Aku meraba pipiku.

Tapi tidak terjadi apa-apa padaku. justru Wisnu yang sedang meringis memegangi pipinya.

"Wisnu.." aku langsung meraba pipinya yang memerah. Rupanya dia sengaja me menghindarkan ku dari tamparan Om Ridwan.

Om Ridwan langsung meninggalkan kami dengan kesal.

"Nu, kau tidak apa-apa?" tanya ku panik sambil meraba pipinya yang memerah.

"Kenapa kau menyerahkan dirimu demi menolongku!"

"Nunu tidak mau Nara terluka.." Ucapnya polos.

Aku hanya memandangnya dengan iba.

Kadang orang yang punya keterbatasan justru mereka punya kepedulian yang tinggi, contohnya Wisnu.

Hanya karena tidak ingin melihat ku terluka, dia rela menerima tamparan Om nya.

Walau merasa was-was, aku tetap pergi kekantor. Wisnu ku bawa serta. Sangat bahaya meninggalkannya di rumah tanpa pengawasanku.

Di kantor yang asing bagiku. Aku agak risih juga saat banyak mata memperhatikan kami.

Wisnu mengekor di belakangku.

Untung ada Bu Utami yang menyambut ku dengan ramah.

Dia bilang kalau pak Idham sudah menceritakan masalah yang sedang aku hadapi.

"Mbak Nara tenang saja. Saya siap membantu mbak Nara."

"Terima kasih, Bu."

Bu Utami banyak membimbingku tentang berbagai hal yang menyangkut pekerjaanku.

Sementara aku belajar, Wisnu tetap bermain di meja yang lain. Aku sengaja membawakannya beberapa mainan agar dia tidak merasa bosan.

Ridwan sangat benci melihat kenyataan Nara muncul di kantor, apalagi dia mendapat simpati para karyawan. ia semakin naik pitam .

***

Nara sedang tiduran di kamar saat Bu Marni mengetuk pintu kamarnya.

"Ibu? Dengan siapa datang?" mata Nara mencari-cari. Ia berpikir kalau ibu tirinya itu datang bersama Salsa.

"Ibu sendiri saja." ucapnya sambil nyelonong masuk begitu saja.

"Bu, gimana kalau kita bicaranya di luar saja. Wisnu sedang tidur siang."

"Keu mengusir ibu?" dia malah tersinggung.

"Bukan begitu,tapi memang Wisnu baru saja tertidur."

"Kau memang tidak tau balas Budi. Kau bisa berada disini sekarang karena siapa? Karena ibu... Makanya jangan belagu."

Aku tidak membantah lagi.

"Lalu keperluan ibu apa?"

Mendapat pertanyaan ku, Bu Marni menatapku tajam.

"Sepertinya kau sangat terganggu dengan kedatangan ibu, wajarlah seorang ibu datang untuk melihat keadaan anak dan menantunya..."

Aku menarik nafas panjang.

Aku tau betul siapa Bu Marni. dia tidak mungkin datang kalau tidak ada maksudnya.

"Sudahlah, Bu. Langsung saja. Aku capek harus menebak-nebak."

"Ibu perlu uang..!"

Aku terkejut oleh jawabannya.

"Uang? Spa ibu tidak salah? Darimana aku mendapat uang. aku tidak bekerja, Bu."

"Kau jangan pura-pura bodoh, Nara.

Kau seorang istri pewaris tunggal. Jangan bilang kau lupa akan hal itu."

Nara bingung harus bagaimana menjelaskannya.

"Tapi aku tidak pernah pegang uang, Bu. Sumpah..!"

Bu Marni menggeleng tidak percaya.

"Cuma dua juta, tidak banyak. Ibu ada keperluan mendesak. Jangan banyak alasan lagi. Mana uangnya?"

"Tidak ada, kalau ibu mau lima ratus ribu.

Aku ada. Itupun sisa membelikan mainan buat Wisnu.

Bu Marni tertawa sinis.

"Ibu tidak percaya.." sembari berkata begitu, di dia membuka lemari.

"Ibu jangan..! Kau tidak akan menemukan apapun disana."

Wisnu terbangun karena kegaduhan itu.

Ia bingung karena Bu Marni mengacak-acak isi lemarinya.

"Ibu mau uang?" tanya Wisnu tiba-tiba.

Bu Marni beralih memandangnya.

"Kau punya uang?"

Wisnu mengangguk ketakutan.

"Ternyata suamimu ini lebih pintar dari diri mu." ucapnya menatapku.

"Nu, apa maksudmu?" aku berbisik di telinganya.

"Nunu punya simpanan uang. Tunggu, ya.."

Wisnu langsung bangkit dan mengambil celengan ayam dari tumpukan mainannya.

"Ini...!" ia memberikannya pada Bu Marni.

Wanita itu menerimanya dengan ragu.

"Buka saja.." ucap Wisnu lagi.

Walau tidak yakin kalau itu isinya uang, namun Bu Marni tetap membuka celengan itu.

Ia berseri kaget, begitu pun denganku.

Setelah di buka. udang berhamburan dari dalam celengan itu. Karena Bu Marni menumpahkan isinya.

Uang kertas berwarna merah begitu banyak.

Setelah di hitung oleh Bu Marni, ternyata jumlahnya sampai empat juta.

"Kau memang menantu pembawa keberuntungan.' ucapnya pada Wisnu.

"Bu, jangan di bawa semuanya. Sisakan untuk Wisnu juga." ucapku menyela tawa wanita itu.

"Dasar pelit! Suami mu saja tidak pelit,kenapa kau yang pelit." Bu Marni pergi meninggalkan kamarku.

Aku menatap Wisnu. Mau gimana lagi, memarahi Wisnu juga tidak ada gunanya.

Malam harinya, terbangun dari tidurku. karena kerongkongan terasa kering, aku memutuskan mengambil air kedapur.

Tapi dimana Wisnu? tadi dia tidur di sebelahku.

Dengan sedikit was-was. aku mencarinya di kamar mandi. Di tiang tengah , kamar tamu dan dapur. tapi Wisnu tidak kuntemukan.

"Kemana dia malam-malam begini, bikin sudah saja..!" aku tak berhenti mengomel.

Tak sengaja kakiku terantuk suatu benda. Saat ku perhatikan.

"Ini, kan mobil-mobilan kesayangan Wisnu? Dia tidak akan membawanya keluar kamar. Tapi kenapa sekarang ada disini?" perasaan tidak enak menyergap ku.

Aku mulai memanggilnya. Tapi aku tertarik pada pintu utama yang terbuka.

Saat aku keluar, deru mobil terdengar menjauh.

"Wisnu .!" Aku terpekik tertahan. Jelas Wisnu tidak baik-baik saja.

Aku segera mengambil sepeda motor di garasi samping. Aku mengikuti mobil yang mencurigakan itu.

"Di dalam mobil, Wisnu sedang meronta. Ia bingung karena di pegang oleh dua orang bertopeng.

"Nara... !" ia berteriak memanggil Nara.

"Diam..! atau kalau tidak kau akan mati. Orang bertopeng itu mengancamnya dengan pisau yang berkilat.

Terpopuler

Comments

Nunung

Nunung

Kasihan Wisnu di culik pasti atas suruhan om Ridwan yang serakah itu...sabar ya NU moga kamu bisa mengatasinya....untuk ibu tiri Nara sama aja seperti om Ridwan rakus harta see you ❤️❤️ moga sehat selalu Aamiin 💪💪 semangat.

2023-11-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!