bab 20

"Aku tidak mau...! Jangan paksa aku ayah."

Suara ribut-ribut dari kamar Salsa mengusik telingaku.

"Nara sudah banyak mengalah padamu sedari kecil. Apa tidak ada sedikit saja simpati mu padanya?" suara ayah terdengar membujuk.

Tapi Salsa menggeleng keras.

"Ayah tidak usah ikut campur. Biar saja Wisnu yang memilih, dan tentu saja kalau dia masih waras akan memilihku." ucapnya dengan sombong.

"Tidak mungkin, kau hanya bermimpi dapat merebut suami kakakmu. Wisnu akan segera menjadi seorang ayah.."

"Aku tidak percaya itu anaknya Wisnu.." ucap Salsa acuh.

Plak..!

suara tamparan sangat keras.

Kali ini aku menghampiri mereka dan bisa mendengar dengan jelas apa yang mereka bicarakan.

Aku melihat Salsa memegangi pipinya.

"Ayah.. Ayah tidak berhak menamparku, ayah hanya ayah tiriku..!' ucapnya protes.

Plak...!

Kali ini tamparan dariku.

"Apa kau bilang? Ayah tiri? Setelah apa yang ayah lakukan untukmu selama ini. Bahkan terkadang dia lebih membelamu daripada aku.. Sekarang kau bilang hanya ayah tiri?" aku benar-benar kesal dengan adik tiri ku ini.

"Memang benar, kan kalau kIta hanya saudara tiri?"

Ayah terlihat menahan amarahnya.

"Kalau begitu, kenapa kau berada disini sekarang? Apa hubunganmu dengan rumah ini? Aku kan hanya kakak tiri."

Salsa terdiam.

"Ayo bilang, siapa yang memberimu hak untuk itu?" aku terus mendesaknya

"Wisnu,!" tanpa ku duga sama sekali jawaban dari Salsa.

"Wisnu yang memberiku ijin untuk tinggal disini."

"Wisnu? Kau jangan mulai bersandiwara lagi.!" aku membentaknya.

"Kalau kau tidak percaya, tanya saja sendiri pada Wisnu." dia memberikan ponselnya yang ternyata sudah tersambung dengan Wisnu.

"Halo Nara, ada apa?" wajahnya terlihat datar.

"Salsa bilang kau...."

"Dia akan tetap tinggal dirumah atas ijinku..!" jawabnya cepat memotong ucapanku.

Aku tercengang.

"Wisnu?" aku hanya bisa terdiam heran.

"Sudahlah, jangan membuat masalah jadi ribet. Kita bicarakan dirumah nanti. Aku sedang sibuk." Wisnu langsung memutus panggilannya.

"Kau puas?" ucap Salsa sembari menyambar ponselnya dari tanganku.

Dia meninggalkan kamar ayah dengan santai.

"Apa yang terjadi dengan Wisnu? Kenapa dia bisa menuruti kata-kata Salsa?" ucapku seolah bergumam

"Ayah yakin ada yang tidak beres. Kau harus berhati-hati pada adikmu itu." pesan ayah.

Aku menunggu kepulangan Wisnu dengan gelisah. Apa yang terjadi sebenarnya? Tadi pagi saat berangkat dia masih baik-baik saja. Kenapa tiba-tiba berubah seolah memihak pada Salsa. Pasti Salsa sudah meracuni otaknya.

Dadaku berdegup kencang saat melihat mobilnya memasuki halaman.

Aku mencoba menyambutnya dengan senyum lebar. Aku tau dia sedang lelah, kurang tepat kalau aku bertanya sekarang.

Aku menerima tasnya seperti biasa. Lalu menyodorkan air putih juga.

"Terima kasih." ucapnya datar.

Tidak ada senyuman dan canda seperti biasanya. Hatiku semakin cemas di buatnya.

Aku mencoba menahan diri. Aku juga membiarkan dia mandi dan minum kopi.

"Nu, gimana di kantor hari ini? Lancar?" aku memulai percakapan saat kami sudah bersantai di kamar.

"Lancar.. tapi lumayan membuat pusing."

"Mau aku pijat"

Dia mengangguk.

Aku mulai memijat pelan kepalanya.

"Nu, aku boleh bertanya sesuatu?" ucapku hati-hati.

"Pasti soal Salsa.." dia menebak dengan jitu.

"Iya, aku merasa bingung. Kenapa kau bisa memberinya ijin, hal itu membuatnya bertingkah seolah dia dapat perlindungan di sini."

"Dia keluargamu,kan? Lalu apa salahnya kalau aku ikut perduli padanya?" dia berkata seolah tiada bersalah sedikitpun.

"Tapi, apakah kau tau apa yang sudah dia katakan tentangku dan ayah?"

"Memangnya apa yang sudah dia katakan, separah itu kah sampai kau mau mengusirnya dari sini?"

Dia menatap ku dengan heran.

"Aku sangat tersinggung dengan kata-kata nya. Dia bilang ayah tidak berhak menasehatinya karena hanya lah seorang ayah tiri. Kalau dia merasa hubungannya dengan ayah hanya sebatas anak tiri, lalu apa hubungannya denganku dan rumah ini?" ucapku sengit.

Wisnu tersenyum tipis.

"Kenapa kau malah tersenyum?" aku menggoyang lengannya dengan kesal.

"Nara... kalau kau terpengaruh dengan ucapannya, berarti kau lebih kekanak-kanakan darinya." ucapnya dengan tenang.

Aku tercengang mendengarnya.

"Ada apa denganmu? Kenapa kau malah membelanya?" aku merasa kesal.

"Berilah dia kesempatan sekali lagi... Aku janji, kalau dia berulah lagi aki sendiri yang akan mengusirnya dari sini."

Dengan kesal aku meninggalkan dia tidur.

Tidak seperti dugaanku. Dia sama sekali tidak membujuk ku atau memeluk ku seperti yang aku harapkan.

Bahkan sampai pagi dia tidak berkata apapun.

Aku gelisah dan tidak bisa tidur. Bagaimana mungkin ini terjadi? Apa yang membuatnya patuh pada Salsa. sikapnya juga agak acuh padaku.

Pagi harinya, Wisnu sudah siap ke kantor.

Aku menyiapkan sarapan nya seperti biasa.

Tapi Salsa datang tergopoh dan menabrak ku. Makanan yang ku siapkan untuk Wisnu menjadi tumpah.

Pakaianku juga basah.

"Maaf, aku tidak sengaja.." ucapnya gugup.

Wisnu mendesah malas.

"Sebaiknya kau ganti baju.." ucapnya padaku.

Aku menurut, tapi keputusan itu ternyata salah. Saat aku ke kamar untuk mengganti baju, Salsa sudah menyiapkan makanan lain untuk suamiku. Dengan senyum tipis Salsa melirik ke arahku.

"Aku berangkat, ya..!" Wisnu mencium keningku dan langsung berangkat.

"Nu..!" aku memanggilnya, tapi suaraku tercekat.

"Ada apa lagi? kalau ada sesuatu yang ingin kau bicarakan, nanti saja ya..! Aku sudah terlambat." ucapnya dan langsung masuk ke mobil.

Wisnu.. bahkan dia lupa mengelus perutku seperti kebiasannya.. Apa yang terjadi padanya?

"Heran, ya? Wisnu cuek padamu, ya..?" Salsa datang mengejek ku.

"Apa yang sudah kau katakan padanya?" melotot padanya.

"Apa yang sudah ku katakan? CK ck ck.. ! Nara, kenapa kau menjadi paranoid seperti itu? Semua orang kau curigai.."

"Dengar, ya..? Kalau sampai aku tau penyebab perubahan sikap Wisnu ini gara-gara dirimu, kau akan merasakan akibatnya..!" Aku menghempaskan rambutnya yang aku Jambak.

Dia menjerit kecil.

"Sayangnya.. Aku sangat berambisi pada suami mu itu, dia sangat tampan dan .." aku sangat jijik melihatnya bicara tentang Wisnu dengan memejamkan matanya.

"Jangan berani membayangkan suamiku..!" bentak ku kasar.

"Atuuut...!" ucapnya dan langsung meninggalkan diriku.

Rasti datang bertepuk tangan.

"luar biasa... Kakak dan adik memperebutkan seorang pria. Pertunjukan yang menarik."

Aku menatapnya dengan kesal.

"Hei Nara, jangan bermimpi kau akan memenangkan pertarungan mu dengan Salsa. Wisnu pasti segera menendang mu dari tempat ini." ucap Rasti.

"Itu tidak akan terjadi, Wisnu dan aku saling percaya."

"Saling percaya kau bilang? Lalu apakah dia masih percaya saat tau anak yang kau kandung itu bukan anaknya?"

Aku memegangi dadaku yang tiba-tiba terasa sesak. Tega sekali Tante Rasti berkata begitu. Dia menuduh anak yang ku kandung bukan benih Wisnu? Apakah karena ini Wisnu berubah?

"Kenapa kau diam? Benar, kan dugaanku? Kau pasti ada main dengan pria lain. Mana mungkin Wisnu yang saat itu masih bersifat kekanak Kanakan bisa menyemai benih di rahim mu. Kau pasti sudah memanfaatkan keluguannya."

"Cukup Tante, hentikan!" aku menutup telingaku. Aku sungguh tak sanggup mendengar hinaan dari wanita itu.

"Aku akan buktikan kalau ini adalah anaknya Wisnu. Dan siapapun yang telah meracuni otak Wisnu aku pastikan akan mendapat balasan yang setimpal." ancam ku pada Rasti.

Terpopuler

Comments

Nunung

Nunung

Kasihan Nara....sabar ya Nara biarkan untuk sementara mereka menang , mungkin Wisnu hanya menguji salsa saja semoga Wisnu tidak benar benar nurut sama salsa ....makasih Thor see you ❤️❤️ moga selalu sehat Aamiin .

2023-11-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!