Saat aku tiba di rumah Wisnu, Aku melihat pemandangan yang membuat darahku mendidih.
Yudis dan teman temannya sedang duduk tergelak sambil melihat Wisnu yang sedang mengepel lantai.
"Sebelah sini...!" ucap Yudis dengan angkuh.
Dia sengaja kembali mengotori lantai yang sudah di bersihkan oleh Wisnu.
"Tapi Nunu lelah... Boleh, ya berhenti dulu?" ucapnya memelas.
"Tidak boleh..! Kau tidak boleh berhenti, lantainya masih kotor." jawab Yudis acuh. Semua temannya menertawakan Wisnu.
"Kalau kau sampai berhenti, lihat ini."
Yudis menodongkan pistol mainan di photo ku yang sedang di pegangnya.
Tentu saja Wisnu takut membuat aku celaka
Setelah berkata demikian, mereka meninggalkan pemuda malang itu sendirian.
Aku iba melihatnya. Wisnu harus menjadi babu di rumahnya sendiri..
Aku segera mendekatinya dan melempar handuk kecil yang terselempang di bahunya
Persis seorang babu.
"Apa-apaan ini?"
"Kenapa kau mau melakukan hal ini? "
"Nara, baik-baik saja?" dia tidak menjawab tapi malah balik bertanya.
"Aku baik-baik saja. Kau tidak perlu melakukan ini,." ucapku tegas.
"Tapi Nara akan di tembak oleh Yudis.." ucapnya lancar. Aku menarik nafas panjang.
"Tidak, aku tidak akan kenapa-kenapa."
Aku memaksa Wisnu melepas alat pel di tangannya.
Hatiku iba melihat keadaan Wisnu. wajahnya di penuhi keringat. aku mengambil handuk dan membersihkan wajahnya sambil mengomel.
"Lain kali, kau tidak perlu mau melakukan apa pun yang di suruh oleh Yudis. kau itu pemilik rumah ini, kenapa mau saja di suruh suruh..." ucapanku terhenti saat mata kami bertemu.
Wisnu sedang menatapku tanpa berkedip.
Aku baru menyadari kalau matanya sangat indah. bening dan tajam. Aku gugup menyadari detak jantungku sendiri.
Apa ini? Kenapa aku merasakan perasaan aneh ini?
"Sudah, sekarang kau mandi dan ganti baju...!" perintahku agar adegan pandang pandangan itu segera berlalu. Aku tidak mau Wisnu menyadari kegugupan ku.
Dia mengangguk dan masuk kekamar mandi.
Baru saja selesai menyiapkan baju ganti buat Wisnu. Tiba-tiba...
"Aaa. tolong..!" Aku mendengar teriakan Wisnu dari kamar mandi.
Tanpa pikir panjang aku menabrak pintu yang memang tidak di kunci dari dalam. jantungku seakan berhenti berdetak saat melihat pemandangan di depan mataku.
Aku sudah membayangkan kalau Wisnu sedang ditodong senjata oleh seseorang atau
juga sudah terkapar berlumuran darah.
Tapi yang ku lihat? Wisnu sedang menangis ketakutan di pojokan sambil bertelanjang dada. dia hanya memakai ****** ***** saja.
Melihat aku terkejut, dia malah melompat ke arahku.
"Nara, tolong usir itu.." tangannya menunjuk keatas. Sedangkan matanya masih terpejam.
Perlahan aku mengikuti arah telunjuknya.
Astaga hanya seekor tokek, dan itu bisa membuatnya begitu ketakutan.
"Ayo, Nara, usir dia..!" ucapnya lagi.
Wisnu tidak tau kalau aku juga sedang gemetaran. Bukan karena takut pada tokek itu, tapi karena melawan debaran jantungku sendiri karena dia memeluk ku dengan erat.
Aku bisa merasakan aliran hangat lewat kulitnya dan kulit lengan ku yang bertemu.
"I-iya.. Aku akan mengusirnya. Tapi kau lepaskan aku dulu.." ucapku susah payah.
Wisnu melepas dekapannya.
Dia segera menyambar handuk yang tergantung dan langsung melilitkan di pinggangnya.
"Maaf, Nunu memang takut sama tokek." ucapnya memohon maaf.
Aku hanya mengangguk. Sungguh.. Aku merasa heran karena merasa salah tingkah berada di depannya.
Untung saja tokek itu sudah tidak ada lagi di tempatnya.
"Tokeknya sudah pergi." ucap ku singkat sambil menutup pintu cepat.
Aku menata debaran jantungku yang tidak beraturan.
"Ayolah Nar. Kenapa kau seperti ini? Dia hanya anak kecil yang terperangkap di tubuh dewasa, kau tidak seharusnya punya perasaan ini."
Nara mengelus dadanya.
Tanpa sadar, dia tersenyum sendiri mengingat kejadian barusan.
***
Hari ini aku berencana membawa Wisnu bertemu pak Idham, pengacara dari almarhum papa.
Aku sudah bersiap dan membujuk Wisnu agar mau ikut.
"Tapi Nunu akan di belikan mainan, kan?" tanyanya polos.
"Iya, kita akan beli mainan yang banyak."
Wisnu terlihat senang.
Aku sudah hendak naik kemobil saat Tante Rasti memanggilku.
"Nara... Kalian mau kemana?"
Aku terdiam sejenak. Aku tidak mungkin mengatakan tujuanku sebenarnya.
"Kami mau jalan-jalan ke mall." ucapku singkat
"Waah,h,tapi sayangnya mobil ini mau Tante pakai arisan. Tidak apa, kan pakai mobil yang lainnya?"
"Eeh, tidak , Tante. Aku mengerti." ucapku lalu menyeret tangan Wisnu ke mobil yang satunya.
"Saat aku membuka pintunya, IM Ridwan sudah berada di dalamnya.
"Maaf, Nara. Om mau pakai mobil ini untuk ke kantor." ucapnya tersenyum
Aku mengalah, mengajak Wisnu ke mobil satunya lagi.
Tapi lagi-lagi aku menelan ludah. Yudis sudah siap di belakang kemudi.
"Mau ikut dengan ku?" ucapnya dengan senyuman sinis
Wisnu langsung bersembunyi di belakangku .
Aku mengajak Wisnu menyingkir dari hadapan Yudis.
Aku lihat mereka tertawa saat menyaksikan aku dan Wisnu tidak dapat jatah mobil.
"Sebaiknya kalian dirumah saja, jaga rumah baik-baik, ya!" teriak Yudis dengan sombong.
Mereka tertawa melihat ku dan Wisnu yang kebingungan.
"Rupanya mereka sengaja ingin menghalangi kepergian kami." gumam ku gusar.
Akhirnya akju membawa Wisnu pergi dengan naik taksi.
Sepanjang perjalanan wajah Wisnu terlihat bahagia. Entah apa yang di pikirkan nya, ia terlihat' senyum-senyum sendiri.
"Ada apa? Kelihatannya kau sangat bahagia."
Wisnu hanya tersenyum menjawab pertanyaan ku.
"Ayo bilang, kenapa malah senyum..?"
"Hari ini Nara sangat cantik...!" ucapnya tiba-tiba. Ia langsung menutupi wajahnya dengan tangan saat mengatakan itu.
Ada rasa hangat menjalar di pipiku saat mendengar pujiannya.
"Apa ini? Wisnu bisa membedakan cantik dan tidak cantik?"
Wisnu masih menutupi wajah nya.
Tapi dia mengintip dari balik jemarinya.
"Nunu juga ganteng kalau sedang bahagia.." ucapku pelan.
"Apa benar Nunu ganteng? Tapi... Nara pasti bohong." ucapnya sedih.
"Aku tidak bohong"
"Hanya mama yang bilang aku ganteng, orang-orang jahat itu bilang aku anak bodoh dan jelek." ucapnya sedih.
Aku merasa kasian sekali. Dia pasti tersisih dari pergaulannya Selama ini.
"Aku bilang, Nunu ganteng kalau bahagia, kalau sedih begitu, gantengnya hilang lagi." aku menggodanya.
Mendengar itu, matanya kembali berbinar.
"Kalau begitu, Nunu mau bahagia saja biar tetap ganteng." ucapnya sambil menggoyang kedua lututnya.
Tak teras kamu sampai di kantor pak Reza.
Aku mengajak Wisnu duduk di kursi.
Entah kenapa, aku merasa mulai nyaman bersamanya. membujuknya saat ngambek, menemaninya bermain dan bercanda membuat aku ikut merasa senang.
"Nara..." sapa pak Idham.
"Iya, pak, sesuai pembicaraan kita lewat telpon, saya datang bersama Wisnu."
"Ayo masuk..! maaf lama menunggu."
Aku masuk dengan Wisnu mengekor di belakangku.
Setelah kami di persilahkan duduk. pak Idham mulai pada pokok pembicaraannya.
"Saya memanggilmu kesini, karena tidak mungkin membahas ini disana, kita semua tau bagaimana sikap pak Ridwan.
Aku tidak menyangka kalau papa mertuaku sudah menyiapkan semua ini dengan pak Idham. Seolah beliau tau apa yang akan terjadi setelah kepergiannya.
Di limpahkan kepada Wisnu, namun karena keadaan Wisnu tidak memungkinkan, menghibahkan tanggung jawab itu psdaku.Semua properti dan aset termasuk perusahaannya.
"Nara, sementara ini kau harus mengurus bisnisnya Wisnu. kau harus masuk kantor." saran pak Dahlan
"Tapi saya tidak tau apa-apa, pak." jawabku merendah.
"Tidak apa, nanti banyak senior yang mengajarimu. Jangan biarkan pak Ridwan menguasai harta nya Wisnu."
,
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Nunung
Iya Nara urus semua aset asetnya Wisnu agar tak di kuasai keluarga parasit pak Ridwan....sabar ya Nara semoga kalian bahagia nantinya..ok Thor makasih dah mau up..di lanjut ya see you ❤️❤️ semangat 💪💪 ya Thor.
2023-10-30
0