Alena meminta tolong pada Namira karena kini dia duduk diantara papa dan calon mama sambungnya. Sementara Aku dan ibu duduk di hadapan Alena. Jadi sangat wajar jika Alena meminta bantuan Namira untuk mengambilkan minuman tersebut.
Aku coba terus tersenyum, sebanyak-banyaknya senyuman akan aku berikan. Aku percaya, disaat aku memperlakukan Namira dengan baik, maka nanti Namira pun akan memperlakukan Alena dengan baik juga.
Selesai makan bersama, Alena kembali menjalani pemeriksaan kesehatan oleh dokter Anton. Mas Haris dan Namira ikut masuk untuk melihat pemeriksaan tersebut. Ternyata dokter Anton pun telah mengenal Namira dengan baik, mungkin karena mereka satu profesi jadi saling mengenal satu sama lain.
Ku lihat dari jauh Namira nampak begitu serius mendengarkan penjelasan dokter Anton, Namira seolah ingin juga menangangani tentang Alena.
Saat dokter Anton hendak keluar, aku pun berjalan mundur dan kembali menuju ruang tengah. Jika ku ingat-ingat sekarang ini aku sering sekali mengintip.
"Bagaimana Dok?" tanyaku saat dokter Anton sudah di sini, di hadapanku yang berdiri di ruang tengah.
"Alena benar-benar anak yang hebat, dia masih begitu kecil namun mudah sekali diberi petunjuk demi kesehatannya. Jika seperti ini Alena bisa segera sembuh lebih cepat dari perkiraan."
Alhamdulillah ya Allah. Batinku, rasaku langsung luruh semua kesedihan ini. Terbayar lunas dengan penjelasan dokter Anton tersenyum.
"Alhamdulillah, terima kasih Dok," jawabku pula, saking bahagianya aku sampai menundukkan kepala dengan begitu dalam.
"Sama-sama, kalau begitu saya permisi dulu Ibu Anin," pamit dokter Anton kemudian.
"Silahkan Dok," jawabku tak kalah buru-buru. Aku tersenyum lebar saat melihat dokter Anton keluar dari ruangan ini.
Aku langsung menoleh ke belakang saat mendengar Namira memanggil. "Mbak Anin," panggilnya dengan suara yang cukup pelan. Dia pasti sangat mengerti untuk tetap tenang jika berada di ruangan ini.
"Kamu sudah keluar? Dimana mas Haris dan Alena?" tanyaku. Aku juga mempersilahkan Namira untuk duduk di sofa. Pada akhirnya kami berdua duduk di sana.
Ibu sudah masuk ke dalam kamar untuk beristirahat.
"Alena mengantuk, dia ingin tidur ditemani mas Haris," jelas Namira.
Aku hanya bisa mengangguk saja, bingung mau menjawab apa.
"Mbak," panggil Namira lagi, sebuah panggilan yang entah kenapa membuat jantungku berdesir. Seolah Namira hendak mengatakan sesuatu hal yang sangat serius. Dia bahkan mengambil jeda dari ucapannya tersebut, membuatku seketika menatap ke arahnya.
"Kenapa Namira?" tanyaku pula, bicara dengan nada lebih lirih. Seakan-akan tak ada yang boleh mendengar pembicaraan kamu berdua saat ini.
Namira justru menunduk, memainkan jemari-jemarinya di atas pangkuan. Lalu kembali menatapku dengan sorot mata yang nampak cemas. "Maaf Mbak jika aku harus mengatakan ini, tapi aku takut jika Alena akan meminta pernikahan diantara mbak Anin dan mas Haris," katanya dengan gundah.
"Mas Haris sangat menyayangi Alena, aku tidak akan sanggup bersaing dengan Alena. Jika Alena meminta hal itu, aku pun pasti akan kalah," timpal Namira, kedua matanya mulai nampak merah dan berembun. Aku tau dia ingin menangis.
Jadi ku genggam tangannya yang ternyata sudah terasa dingin. Namira begini sebab di dalam kamar tadi Alena bertanya kenapa mas Haris hendak menikahi dia, kenapa tidak menikahi mama lagi? Itulah kenapa saat keluar Namira jadi memiliki ketakutannya sendiri.
"Itu tidak akan pernah terjadi Namira, percayalah padaku," jawabku pula. Ku tegaskan berulang kali bahwa aku menemui mas Haris bukan untuk meminta pertanggungjawaban berupa pernikahan, aku datang karena telah kehabisan biaya, sementara operasi transplantasi jantung membutuhkan banyak sekali uang, jika di total hingga perawatan mungkin habis 30 miliar.
Darimana aku bisa mendapatkan uang sebanyak itu?
Bahkan saat aku menjual diripun tak akan seharga demikian.
Mendengar penjelasan ku Namira mengangguk, dia urung menangis dan coba tersenyum.
"Terima kasih Mbak, jika sudah seperti ini aku bisa bernafas lega. Aku yakin jika diantara mbak Anin dan mas Haris memang tidak ada apa-apa," jawab Namira kemudian, dia pun bergerak memelukku dan aku membalasnya.
Mendapatkan pelukan dari sesama wanita seperti ini juga membuatku nyaman, seolah kami saling mendukung satu sama lain.
"Ma, masuklah ke dalam," ucap mas Haris tiba-tiba dan sontak membuat kami melepaskan pelukan.
Namira langsung menatapku penuh tanya, sementara aku hanya menggeleng samar. "Mas Haris hanya mengikuti cara panggil Alena," jelasku kemudian. Selesai aku bicara mas Haris pun akhirnya menunjukkan diri di hadapan kamu berdua.
"Alena ingin ditemani kamu," kata mas Haris.
"Baik Mas," jawabku dengan cepat, aku juga langsung bangkit, pamit pula pada Namira dan segera pergi dari sana.
Meninggalkan sepasang kekasih itu berdua.
"Sayang," ucapku saat sudah masuk ke dalam kamar Alena.
"Aku mau dengan Mama," kata Alena pula dan aku mengangguk dengan cepat.
"Baiklah Sayang, Mama akan selalu menemani kamu."
"Mama ikut tidur juga."
"Oke," balasku dengan cepat. Lalu ikut naik ke atas ranjang dan tidur bersama Alena sayang.
"Mau dengar Mama menyanyi," pinta Alena pula. Dan dia hanya ingin mendengar lagi You Are My Sunshine.
Sambil menyanyi aku mengelus perut Alena dengan lembut. Sementara pikiran ku melalang kemana-mana. Jadi ingat cerita Namira tentang Alena yang bertanya Kenapa papanya tidak menikahi mamanya lagi.
Pertanyaan itu justru membuatku terluka, ku pikir Alena sudah terima dengan semua penjelasan ku tentang Namira.
Tapi ternyata dia memiliki pemikiran lain. Sungguh, aku tidak ingin Alena berpikir berlebihan. Aku tidak ingin Alena jadi anak genius yang memiliki pemikiran lebih dewasa daripada usianya. Aku hanya ingin Alena seperti anak-anak yang lain, yang hanya tau tentang bermain.
Masih sibuk dengan pikiran ku sendiri, tak ku sangka mas Haris malah masuk ke dalam kamar ini.
Aku tidak bisa berhenti bernyanyi, jadi ku putuskan hanya menatapnya sejenak lalu kembali fokus pada Alena.
Mas Haris juga hanya diam saja, dia tau untuk tak menciptakan suara. Agar Alena bisa segera tidur, namun meski mulutnya diam, mas Haris justru menarik selimut dan menutup tubuhku beserta Alena.
Aku ingin menolak, namun jika ingat semua demi Alena aku seketika terdiam. Hanya bisa mengucapkan kata Terima kasih diantara jeda lagu yang aku ambil.
Mas Haris kemudian pindah posisi, tadi dia berada di belakang ku sebab aku tidur menghadap ke arah Alena. sekarang dia jadi berada di samping Alena dan duduk di pinggir ranjang.
Mas Haris mengelus kepala Alena dan aku terus menyanyi dengan suara pelan. Sampai akhirnya kami sama-sama tau bahwa Alena sudah terlelap.
"Istirahat lah juga, aku akan mengantar Namira pulang," ucap mas Haris dengan suara lirih.
"Baik Mas, aku akan antar kalian sampai ke depan lift."
"Tidak usah, aku sudah mengatakan pada Namira bahwa aku saja yang pamit padamu. Dia tau kamu menemani Alena tidur."
"Tidak Mas, aku akan tetap mengantar kalian. Namira akan jadi ibu sambung Alena, aku harus menjalin hubungan baik dengannya," jawabku pula, malah jadi ada sedikit perdebatan diantara kami.
Sampai mas Haris terdiam dan aku jadi merasa bersalah sendiri. Padahal niat mas Haris mungkin hanya karena tak ingin aku meninggalkan Alena.
"Maaf Mas, kalau begitu aku temui Namira sebentar, tidak akan mengantar kalian sampai ke depan lift. Aku tidak akan meninggalkan Alena," ucapku kemudian dan mas Haris akhirnya mengangguk dengan wajahnya yang kini nampak dingin.
"Pelan-pelan," kata mas Haris saat aku turun dari ranjang.
"Iya Mas," jawabku pula, kata-kata mas Haris yang selalu terdengar seperti perintah di telingaku.
Kami berdua akhirnya keluar bersama, ku lihat Namira sudah berdiri di ruang tengah.
"Mbak, aku pamit pulang," kata Namira.
"Iya, terima kasih sudah datang. Sering-sering lah ke sini."
"Akan aku usahakan," jawab Namira dengan senyumnya yang manis sekali, sampai membuatku tersenyum juga. Kami kemudian saling peluk sebelum benar-benar berpisah.
Sementara mas Haris tidak mengatakan apapun, dia hanya menatapku lalu berlalu. Keluar dari kamar ini dengan memeluk pinggang Namira.
Aku menyentuh daddaku yang terasa berdenyut saat melihat pemandangan itu. Berulang kali coba mengkondisikan hati, tapi nyatanya tetap saja gagal. Tetap ada saja sedikit rasa tak nyaman yang menguasai.
Astaghfirullahaladzim. Batinku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Eti Alifa
Salut sama Anin sllu mengingatkan hati dan sllu menyebut Tuhannya🥰👍🏻
2025-02-01
0
Ketika Kepercayaan Dihianati
rasa kagum pasti akn pelan2 berupah menjadi cinta kalaw sudah merasa nyaman didekatnya,kata orng jawa "witeng tresno jalasan songko kulino" klw gk salh hehehehe
kulino ketemu kulino nyanding yo kentil 🤣🤣
2024-08-18
1
andi hastutty
Aduh susahnya hidup
2024-08-15
0