"Ma, apa benar dia ayahku?" tanya Alena, dia sedikit mendorong dadaku untuk melerai pelukan ini. Aku turuti dan kini kami jadi saling tatap.
Dari sorot mata itu Alena banyak sekali menunjukkan keraguan. Sebab selama ini aku selalu berkata bahwa ayahnya berada jauh di luar negeri sana. Butuh banyak waktu untuk meminta ayahnya datang.
Tapi tiba-tiba kini aku mambawa pria asing masuk ke dalam kamar dan memperkenalkannya sebagai papa Alena.
Aku tak langsung menjawab pertanyaannya, aku lebih dulu mengambil cermin kecil yang ada di dalam laci meja nakas. Ku arahkan cermin itu pada wajah Alena.
"Lihatlah sayang, kulitmu putih bersih seperti Papa. Hidungnya mancung seperti Papa dan paras kalian juga sangat mirip," ucapku dengan perlahan.
Kulihat Alena yang juga menatapi dirinya di dalam cermin, mencari kebenaran atas semua ucapanku.
"Papa sangat menyesal karena selama ini tidak bisa mendampingi kamu, sekarang dia sudah datang dan tidak akan pergi lagi," timpalku, entah ini akan jadi sebuah kebohongan atau kenyataan. Tapi aku pun sangat mengharapkan untuk jadi nyata.
Sekali ini saja ya Allah, aku mohon kabulkan permintaan ku, aku mohon untuk kebahagiaan Alena.
Ku lihat kini kedua mata Alena jadi berkaca-kaca. "Ma ... Jantungku seperti ingin meledak," kata Alena lalu menangis.
"Sstt, jangan bicara seperti itu. Alena akan sembuh, Alena anak yang kuat."
"Aku menangis bukan Karana sedih Ma, tapi aku bahagia, sampai jantungku ingin meledak," timpal Alena lagi dan aku memeluknya lagi.
Alena memang masih kecil, tapi dia sangat pintar dalam beberapa hal. Bahkan pemikirannya rasaku lebih dewasa daripada usianya. Pemikiran yang justru membuatku sedih, sebab Alena harus mengerti ini semua di usia yang harusnya dia gunakan untuk bermain.
"Kalau begitu jangan menangis lagi, tenangkan diri Alena ya, tarik nafas dan buang perlahan," pintaku seraya kembali mengambil jarak dan menghapus semua air mata.
Setelahnya ibu pun mengambilkan minum untuk Alena.
"Minum dulu sayang," ucap ibu, dia juga membantu Alena untuk minum. Ibu tak banyak bicara padaku, hanya menatap dengan tatapan yang entah.
Nampak kecewa, sedih dan entahlah, membuatku takut.
Masih melihat Alena yang sedang minum, tiba-tiba kudengar suara pintu yang terbuka, sontak aku menoleh dan melihat pak Harris telah kembali. Dia tidak datang sendiri tapi bersama seorang dokter yang aku jelas siapa dokter itu. Dia adalah dokter Anton, dokter yang selama ini menangani Alena.
Pak Harris menatap ke arahku sejenak, sebelum tatapannya yang sendu berpindah pada Alena.
Aku lantas menurunkan pandangan, menatap lantai kamar ini dengan pikiran yang makin berkecamuk.
Kudengar dengan jelas pak Harris yang memperkenalkan dirinya pada Alena, bicara dengan suara pelan dan perlahan.
Pak Harris meminta maaf karena selama ini tidak bisa mendampingi Alena, dan pak Harris berjanji bahwa dia tidak akan pernah meninggalkan Alena lagi.
Aku sudah tak sanggup lagi, akhirnya air mataku jatuh begitu saja. Bahkan sampai jatuh ke lantai. Tapi kugigit kuat bibir bawahku, agar tangis ku tidak menimbulkan suara.
"Papa," kata Alena dan membuat daddaku semakin sesak dibuatnya. Aku memang tidak melihat ke arah keduanya, ku pilih untuk memalingkan wajah. Tapi begini saja aku sudah bisa merasa bahwa kini kedua saling memeluk.
Malam ini Alena akhirnya menjalani operasi transplantasi jantung.
Aku, ibu dan pak Harris menunggu di ruang tunggu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
komalia komalia
doktet anton kawan nya dokter ana kah
2025-02-18
0
Lily Miu
huaaa nangis😭😭
2024-09-05
1
Salma Suku
Semoga operasinya berhasil...dan Alena bisa sembuh...
2024-08-21
1