Bab 18

Sonia menatap Dazen yang nampak tak senang dengan kehadirannya, padahal pria itu sendiri yang meminta untuk ditemani.

"Daz, kenapa kau murung begitu?"

"Tidak, perasaan mu saja. Tunggu sebentar, aku akan bersiap. Kau nikmati tehmu dulu."

Dazen kembali ke kamar, dia sangat kesal karena apa yang dikatakan Dante ternyata benar. Sonia menemaninya hanya untuk datang melihat pria itu. Karena pertanyaan ‘dimana kakakmu?’ adalah apa yang dikatakannya, setelah halo. Untung saja Dante tak dirumah, kalau tidak entah apa yang akan dilakukan Sonia, pikir Dazen.

"Menyebalkan, aku yakin Kak Yessie saja tidak begitu."

Dazen tanpa sadar membandingkan kekasih dan penggemar Kakaknya itu. Kemarin dia begitu antusias dengan Sonia, tapi semakin kesini Dazen pikir wanita seperti Kak Yessie adalah yang terbaik.

Dazen menyisir rambut panjangnya untuk terahkir kali. Sambil menatap kaca, dia bertanya-tanya, "jika aku menggunting rambut, apa aku akan terlihat tampan?" Dazen tetiba ingin melihat fitur wajahnya secara jelas, tapi baru saja kacamata dibuka dia sudah dibuat pusing! "... menyedihkan."

Tidak mau menambah beban pikiran, dia bersiap untuk pergi. Keduanya turun dengan Sonia yang berbicara banyak hal sepanjang jalan.

"Dazen, kita pakai mobilku saja yah? aku sudah memikirkannya kemarin, aku tidak tahan untuk naik taksi. Lagipula dengan begini kita bisa hemat."

Mendengar itu langkah Dazen terhenti. Dia menatap Sonia tanpa tahu harus bagaimana. Dia mengerti maksud dan niat baik Sonia, tapi itu membuatnya sedikit rendah diri. Karen selain tidak punya mobil, dia juga tidak bisa mengemudi. Satu-satunya keahliannya dalam kendaraan, cuman mengendarai motor.

"Ya, baiklah."

Sonia yang sempat harap-harap cemas akan menyinggung Dazen, dibuat lega. Keduanya pun pergi, namun karena kebutuhan mereka harus singgah di Pom bensin, bertepatan dengan Dazen yang juga harus ke kamar kecil.

Sementara disatu sudut yang tidak diperhatikan, seorang remaja laki-laki sebaya bersama teman-temannya sedang menatap Dazen.

"Astaga Bos, lihat pria itu benar-benar bersama Sonia! tidak bisa diterima ini!"

Perkataan penuh provokasi ini ditelan mentah-mentah oleh Clayton. Dia yang masih sakit hati di putuskan Sonia secara sepihak, merasakan bara besar dihatinya.

Dengan amarah dia berjalan mendekati Sonia. Kebetulan ini adalah siang hari, jadi selain petugas Pom, benar-benar hanya ada mereka.

Sonia yang sudah selesai mengisi bensin, bermain ponselnya sambil menunggu ... tidak sangka pintunya akan diketuk paksa oleh Clayton.

"Sonia keluar, aku ingin bicara."

"Clayton! Omong kosong apa ini? kenapa pula ingin bicara dengan gayamu yang sok itu!"

Mendengar penolakan Sonia, Clayton yang pemarah semakin marah. "Sonia, jika kau tidak turun! anak jangan salahkan aku untuk menghajar laki-laki yang bersamamu!"

"Berandalan!" Sonia turun dari mobil dengan kasar. Melihat Clayton yang berdiri di dekat pintu mobil, dia membuka pintu dengan tenaga penuh, membuat mantan kekasihnya itu jatuh terdorong pintu.

"SONIA!!" Clayton berteriak. Dia pun berdiri menarik paksa tangan Sonia, membuat gadis itu menjerit. Namun sayangnya, petugas yang sedang sift siang adalah wanita, membuat dia sedikit terbatas untuk merespon keadaan.

Tapi semua terjadi begitu cepat, ketika 'Bugh.'

Sebuah pukulan keras tepat sasaran, mendarat di wajah Clayton membuat laki-laki itu jatuh. Sonia menatap Dazen tidak percaya. Pukulan itu sangat kuat, karena Sonia rasanya bisa mendengar bunyi tulang. "Da-Dazen, kau tidak apa?"

Dazen mengangguk. Dia begitu refleks ketika melihat hal ini. Namun sayangnya situasi segera berbalik dengan cepat, manakala teman-teman Clayton segera membalas Dazen. Satu lawan satu, kini berubah menjadi pengeroyokan.

Sonia berteriak histeris meminta tolong. Dazen awalnya masih bisa membalas, namun ketika kacamata-nya jatuh, dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Pukulan demi pukulan mengenainya, membawa memori kelam bagi dirinya.

"Clayton aku mohon hentikan!" Sonia sampai menangis ketakutan, tapi Clayton tidak mau berhenti.

Beberapa orang di dalam Pom ikut keluar, namun begitulah pertikaian remaja sedikit lambat direspon.

"Bajingan tidak tahu malu! beraninya kau berjalan dengan Sonia. Lihat dirimu, kau sampah!" Maki Clayton sambil terus menendang Dazen.

Perbuatan mereka baru terhenti dengan sebuah mobil yang memasuki tempat itu, dan tanpa ragu menabrak ke arah mereka. Seorang diantara mereka terpental, karena niat mobil itu memang menabrak.

Sonia dibuat terperangah dengan kedatangan Dante. Pria itu turun dari mobil dengan tinju mengepal ... melihat hal ini Sonia langsung mendekat dan menolong Dazen. Sementara untuk Dante dia tidak khawatir, mengingat pria itu hebat dalam bertarung.

Dazen mungkin penglihatannya kabur tanpa kacamata, tapi dia masih bisa melihat betapa akuratnya tendangan sang penolong.

"Tidak apa jangan khawatir! Kakakmu akan mengurus mereka."

"Kakak?"

Melihat kebingungan Dazen, Sonia tahu dimana letak masalahnya. Dia mencari kacamata Dazen, tapi ketika ditemukan, itu sudah hancur. "Dazen maaf, kacamata mu sudah hancur."

Kalau saja Dazen tidak tahu bahwa Dante ada disini, dia mungkin akan takut. Namun mendengar Kakaknya disini, dia merasa tidak bisa melihat bukanlah masalah besar.

Walaupun menahan sakit luar biasa, tapi ada perasaan hangat yang menjalari Dazen.

'Jadi begini rasanya punya Kakak.' Pikirnya.

•••

Setelah masalah itu, Dante membawa Dazen ke Rumah Sakit. Sonia awalnya ingin ikut, tapi tidak diperbolehkan Dante. Dia sebenarnya cukup kesal dengan jenis perempuan, yang bisa menjadi penyebab masalah untuk orang lain.

"Jangan khawatir semua akan baik-baik saja!" Ucap Dante mencoba memberi kekuatan pada adiknya.

Setelah kejadian tadi, Dante menyadari bahwa terlalu sulit bagi Dazen untuk melakukan banyak hal ketika dia sangat bergantung pada kacamata. Dengan sedikit paksaan dia membujuk adiknya itu untuk melakukan prosedur operasi lasik untuk mengatasi masalah matanya. Tadinya Dante siap berargumen lebih, tanpa disangka Dazen setuju lebih cepat dari yang dikira.

"Kakak akan keluar."

Operasi baru saja akan dilakukan, kata Dokter itu tidak akan lama, jadi Dante menunggu diluar. Sejujurnya Dante tidak tahu kenapa, namun dia merasa sangat khawatir sekarang. Dia secara tulus ingin adiknya itu bisa melihat dengan baik, agar kejadian seperti tadi tidak terulang.

•••

Waktu berlalu hampir sejam, ruang operasi akhirnya terbuka. Buru-buru Dante menghampiri "Dok bagaimana keadaan adik saya?"

"Silahkan masuk saja Pak, temui adik anda." Kata Dokter dengan senyuman. Melihat hal itu, sedikit kecemasannya hilang.

"Sweetie?"

Kebahagiaan Dazen lebur dengan panggilan itu. Namun mengingat ini adalah Dante, Kakak yang sudah menolong dan bahkan membuatnya menjalani operasi mata, Dazen tidak jadi merajuk.

"Kakak!" Melihat Dazen yang menatapnya dengan mata berair, Dante tahu adiknya itu sudah lebih baik.

"Selamat atas kesembuhan matamu adik kecil."

Dazen mengangguk, namun karena terlalu bersemangat dia merasakan sakit luar biasa dalam pergerakan perutnya.

Melihat hal ini, Dante menarik nafas panjang ...

"Ayo, sekarang sudah saatnya mendapatkan pengobatan lain!"

Keceriaan Dazen berubah menjadi kemurungan lagi. Jelas dia telah sangat merepotkan Dante. Walaupun pria ini adalah Kakaknya, tapi Dazen cukup sadar diri untuk tidak menjadi beban. Perasaan ini membuatnya membenci orang-orang yang menghajarnya tadi.

"Mantannya Sonia? cih!" Dazen benci. Dia benci jenis perkelahian dengan metode keroyokan, ini selalu membuatnya ingat pada masa-masa sulit disekolah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!