Bab 5

Matthew melihat jam tangannya berulang kali. Sudah hampir jam tiga pagi, tapi Dante masih tidak ingin pulang.

"Dan, ayolah aku ada magang esok. Mau sampai kapan kita disini?"

Dante mungkin sudah meneguk bersloki-sloki minuman keras, tapi dia masih sangat jelas. Perasaannya tidak menentu dan tak terjelaskan. Dia merasa kesal dan marah pada wanita itu, namun merasa tidak enak hati karena bicara seperti itu.

"Tidak, aku benar. Aku sudah mengatakan yang seharusnya!" gumam Dante pelan.

"Dan, come on! kau sudah menggumamkan itu berulang kali, tapi masih tidak mau menjelaskan masalahmu?! Oh, gosh!" Matthew menyisir rambut dengan jari-jarinya, karena kesal.

Dante juga sama kesalnya pada diri sendiri. Sudah lama sekali, ketika dia merasakan hal seperti ini.

Sebenarnya jauh di lubuk hatinya, saat dia melihat wanita itu, ada satu pertanyaan yang sangat mengganggunya. Yaitu, kenapa dia pergi dan juga tidak kembali meski untuk menengoknya?

Tapi semua itu hanya bisa tertahan dalam tenggorokannya.

Dante tertawa kecil. Meyakinkan dirinya, bahwa semua yang sudah lewat biarlah seperti itu. Meyankinkan dirinya, bahwa dia baik-baik saja.

"Ayo kembali."

Matthew terkejut. Membalikkan tubuh Dante, menghadap padanya ..., "Kenapa? kenapa tiba-tiba?"

Dante langsung berdiri dari tempat duduk. Walau sedikit pusing, kesadaran masih dalam jangkauannya.

Menepuk bahu Matthew, dia melangkah keluar meninggalkan Matthew.

"Brengsek. Sudah membuatku duduk berjam-jam, dia malah pergi begitu saja." Kesal Matthew! namun begitu dia segera berdiri mengikuti Dante. Menuruni tangga VIP dan melewati kerumunan, Matthew bertugas memastikan sahabatnya itu tidak menyenggol orang lain.

Sesampainya di parkiran, Matthew yang kebetulan tidak membawa mobil menawarkan untuk mengantar Dante.

"Tidak usah!" Tolak Dante.

"Dasar brengsek! apa kau ingin dipukuli. Kau datang menjemputku tanpa memberitahu! Membuatku duduk berjam-jam tanpa alasan jelas. Lalu sekarang kau ingin meninggalkanku begitu saja? Hah!"

Dante yang dimarahi, masih sempoyongan mencoba berdiri dengan benar.

Tanpa menunggu, Matthew merampas kunci mobil dan memaksa Dante duduk di kursi depan. Sedang dia, menduduki kursi kemudi lalu mulai melajukan mobil.

Sedikit-sedikit dia menatap sahabatnya itu. Terlihat frustasi dan bodoh, bagi Matthew. Dia tahu benar ... walaupun Dante pandai bicara, tapi itu hanya bicara yang merayu saja. Sementara untuk bicara mengungkapkan isi hatinya, pria itu adalah yang paling payah.

"Pria malang!" Ucap Matthew.

Selama hampir dua puluh menit perjalanan, mereka akhirnya tiba di kompleks apartemen. Disambut sang penjaga, Matthew segera mendorong sahabatnya itu.

"Keluar dan naiklah ke apartemenmu!"

"Ba-bagaimana dengan mobilku?"

"Perduli setan denganmu." Kekeh Matthew, sambil melarikan mobil Dante. Dia tersenyum senang, bisa membalas pria itu.

Sementara Dante, yang melihat mobilnya dilarikan hanya bisa berdecak kesal. Masih dengan sempoyongan, dia terpaksa berjalan masuk.

"Tuan? apa anda perlu bantuan?"

Dante menggeleng, "Tidak apa! aku bisa."

"Kau yakin?"

"Tentu saja. Aku sudah menghabiskan tahun-tahun hidup sendirian. Kenapa aku membutuhkan orang lain sekarang?"

Sang penjaga menggaruk kepala, tidak mengerti. "Tuan anda terlalu mabuk. Kembalilah!"

"Cih!" Dante melangkah masuk. Dia terus-menerus menggumamkan, bahwa dia tidak mabuk. Tapi tentu saja tidak akan ada yang percaya.

Ketika dia akhirnya sampai ke depan apartemen, Dante ragu-ragu untuk masuk. Ada dua orang asing yang masih terhubung, di dalam rumahnya.

Namun karena terlalu haus, Dante akhirnya masuk. Dia membuka pintu secara perlahan. Ruangan masih menyala seperti yang ditinggalkannya, tapi ketika dia melihat barang-barang di atas meja, baru nampak perbedaannya.

Barang-barang bawaan mereka kini tampak lebih rapi dan tertata. Seolah-olah siap untuk pergi, saat fajar menyingsing nanti.

Ada sekilas perasaan tak terjelaskan, namun di acuhkan Dante. Dia melangkah ke dapur dan mengambil minum.

Tiga gelas air, barulah dia merasa lebih baik. Tapi hanya hausnya saja, bukan perasaannya.

"Astaga, ada apa denganku?" geram Dante. Kakinya terasa lunglai, menghentar tubuhnya ke lantai. Dengan panas akibat alkohol, Dante tak bisa merasakan lagi dinginnya lantai.

Kepalanya sedikit sakit, tapi dia masih sadar ketika melihat sepasang kaki berdiri di depannya. Sedikit berat, Dante mengangkat kepala.

"Kau rupanya! ada apa?"

"Aku haus."

"Minumlah."

Dazen pun melewati Dante dan mengambil air untuk dirinya. Bahkan setelah minum, hanya ada kesunyian diantara mereka. Namun Dazen, belum juga beranjak.

"Maafkan aku. Tidak! tepatnya maafkan kami."

Dante terdiam. Melihat tidak ada balasan, Dazen mendudukkan dirinya di kursi yang dibawahnya Dante berada.

"... Ibu sudah menceritakan semua tentangmu. Aku juga baru mengetahuinya beberapa hari yang lalu, saat itu---"

"Tentangku?" Dante memotong ucapan Dazen.

Dazen mengangguk. Membenarkan kacamata, dia mencoba melihat wajah Dante dengan benar. Dazen adalah orang yang cerdas. Ketika dilihatnya ekspresi Dante, dia tiba-tiba merasa ada yang salah.

"Apa kau tahu kenapa orangtuamu berpisah?"

Menghindari tatapan Dazen, Dante hanya membuang muka, tidak menjawab.

Hal ini juga mengejutkan Dazen. Rupanya pria itu tidak mengetahui apapun.

"Mmh, entah kau percaya atau tidak. Tapi kata Ibu, dulu ayahmu dan ibu bukanlah kekasih atau apapun. Mereka berdua adalah orang asing, yang terjebak one night stand. Tapi nenekmu yang berbudaya, tidak mengizinkan ayahmu untuk lari dari tanggungjawab ... apalagi setelah diketahuinya bahwa ibu mengandungmu."

Dante langsung mengangkat kepalanya, menatap Dazen. Tanpa sadar, menunggu kelanjutan cerita orangtuanya.

"Hanya saja, pernikahan tanpa landasan cinta itu, jelas tidak kuat. Ibu bilang, ayahmu adalah orang yang baik. Hanya saja, mereka sama-sama tidak bahagia waktu itu. Apalagi ayahmu juga memiliki wanita yang di cintainya."

Dante mengerut dahi, mendengar soal cinta Ayahnya. Dalam ingatan Dante, dahulu ada seorang wanita yang sangat dekat dengan Ayahnya, hanya saja wanita itu sudah menikah sekarang.

"... aku tidak tahu, bagiamana kelanjutannya hubungan Ayahmu dengan wanita itu. Tapi yang jelas, Ibu telah melanjutkan hidup dengan menikahi Ayahku. Sayangnya dia melakukan kesalahan fatal dengan menikahi pria itu." Dazen tiba-tiba tertunduk dengan senyum getir.

"Kenapa?" tanya Dante pelan.

"Ayahku pria yang buruk. Seorang pecandu, pemabuk dan penyuka kekerasan. Dia meninggalkan kami saat aku berusia empat belas tahun. Setelah kepergiannya, aku akhirnya bisa bernafas dengan lega."

Air bening, tiba-tiba jatuh dari pelupuk mata Dazen. Dia sudah berusaha, tapi masih tidak bisa menahan sakit hatinya.

"... tapi kelegaan kami hanya sebentar saja, ketika Ibu mendapatkan vonis kanker darah, stadium lanjut."

Dante tertegun. Perasaannya tiba-tiba hampa, tak terjelaskan.

"... Saking takutnya dia tidak akan memiliki kesempatan, Ibu menjual satu-satunya tanah peninggalan nenek untuk berangkat kemari. Dia bilang, akan menitipkan aku disini karena takut suatu saat Ayahku akan kembali. Tapi itu jelas hanya satu alasan kecil yang tidak masuk akal!"

Dazen menatap Dante, "Karena aku tahu lebih dari siapapun, dia kemari karena dia ingin melihatmu. Dengar, bukannya dia tidak datang karena dia tidak ingin! hanya saja kehidupan kami sangat sulit hampir sepanjang waktu ... Jadi, jika bisa maukah kau memaafkan dia untuk hal itu?"

"... aku tahu itu tidak akan mudah. Tapi---"

"Aku sudah memaafkan, jadi lupakan saja." Dante berdiri. Kali ini, seperti semua mabuknya telah terserap.

Dia melangkah meninggalkan dapur tanpa mengatakan hal lain, lalu masuk ke kamar begitu saja.

Bagi Dante, percakapan tadi cukup mencekiknya. Percakapan emosional, dua arah benar-benar membuatnya mual. Namun begitu, dia masih memikirkan hal tadi dengan serius.

Sementara Dazen yang ditinggal begitu saja, hanya bisa tersenyum getir. Satu-satunya yang dia harapkan, adalah sang Ibu bisa pergi dari sini tanpa beban.

•••

Tidak lama, setelah perbincangan itu, fajar segera menyingsing. Baik Dante dan Dazen sama-sama tidak menutup matanya semalaman.

Dante memeras otaknya berkali-kali, mencari jalan keluar yang terbaik. Sementara di satu sisi, Dazen mengkhawatirkan keputusan Dante.

Dia tidak berharap lebih, hanya berharap Ibunya dan Dante, akan saling berdamai untuk setiap rasa sakit mereka.

Saat keduanya sibuk dengan pemikiran mereka masing-masing. Tiba-tiba suara ribut di dapur, berubah menjadi bau harum yang membuat lapar.

Ya, sebelum fajar benar-benar bersinar ... Josephine telah mulai memasak di dapur. Dia ingin menyediakan sarapan bagi Dante. Hal terakhir yang mungkin bisa dia lakukan bagi putranya.

"Dazen? kau sudah bangun?"

Dazen hanya tersenyum.

"Duduk dan makanlah. Ibu akan memanggil Kakakmu."

Tuk.tuk.tuk...

Ketukan yang Dante tahu akan datang, akhirnya tiba juga. Tanpa membuka Dante bertanya, "ada apa?"

"Keluarlah dan sarapan. Sebentar lagi, kami akan pergi, jadi Ibu mohon keluarlah sebentar."

Hati Dante begitu berat. Dia hanya ingin wanita itu meninggalkan tempatnya segera, bukan membuat sarapan. Hal ini hanya akan membawa kegoyahan bagi Dante.

"Tidak perlu. Segeralah sarapan lalu pergi."

Air mata Josephine jatuh. Namun begitu dia tidak ingin memaksa, atau membuat kesal Dante.

"Baiklah. Tapi jangan lupa makan sarapanmu. Ibu telah membuatnya."

Dengan memaksakan senyuman, Josephine berbalik ke meja makan. "Ayo makan dengan cepat. Kita harus segera pergi, baru Kakakmu akan keluar. Jika kita berlama-lama, makanan Kakakmu akan dingin."

Dazen yang mendengar itu, kehilangan selera makannya dengan cepat. Tapi begitu, dia tetap menjaga ketenangannya di depan Sang Ibu.

"Kalau begitu ayo, pergi sekarang Bu. Aku juga sudah kenyang."

Josephine tahu, Dazen sedang berbohong. Namun kali ini dia hanya bisa membiarkan sang adik mengalah.

"Maafkan Ibu." Kata Josephine tertunduk.

Dazen memegang tangan Ibunya, "Tidak apa. Ayo kita kembali Bu. Aku janji semuanya akan baik-baik saja."

Dengan berat hati, Josephine setuju. Berkali-kali dia menengok pintu kamar Dante, berharap sang Putra akan keluar. Tapi sampai dia menutup pintu apartemen, harapannya pupus.

Sementara Dante yang telah memasang telinga sejak tadi, menyadari bahwa diluar sudah tidak orang.

Dengan perlahan dia membuka pintu kamarnya dan keluar. "Ya, akhirnya mereka pergi." Kata Dante dengan nafas tertahan.

Dia melangkah kearah dapur dan menemukan semangkuk bubur dan kue di atas meja.

"... Makanlah dan hidup dengan baik. Ibu mencintaimu!"

Dante terkekeh dengan sepenggal nota itu. Perasaannya saat ini tak terjelaskan.

Dia duduk dan mulai mengaduk-aduk bubur itu. Setiap adukan bubur itu, juga mengaduk hatinya.

Ketika akhirnya rasa bubur itu, menyentuh lidahnya. Dante tertawa pahit. Hatinya sakit tanpa dia mengerti.

Dengan sangat cepat dia, segera berlari menuju keluar. Matanya mengedar kemana-mana, mencari sosok yang baru saja pergi.

Dante sudah di lobi utama, ketika dilihatnya kedua orang itu sudah menaiki taksi.

"Tuan, ada yang bisa aku bantu?"

Dante kebingungan, dia juga baru teringat bahwa Matthew membawa mobilnya.

Otak Dante berpacu. Ketika dilihatnya seorang wanita baru saja menghentikan mobilnya di depan, dia segera datang kesana.

Sang wanita bersiap, memberikan kunci pada penjaga untuk memarkirkan mobilnya, ketika Dante tanpa malu, menyambar kunci itu.

"Maaf Nona, biarkan aku meminjam mobilmu sebentar?" kata Dante dengan nafas tersengal.

Wanita itu terkejut dan semakin terkejut, tatkala Dante langsung masuk ke kursi pengemudi.

"Hey! Apa yang kau lakukan?"

"Maafkan, aku. Ini sangat penting Nona! sebentar saja. Semua pekerja di gedung ini akan memastikan bahwa aku akan bertanggungjawab." Kata Dante, sambil mengerlingkan matanya sebelum melajukan mobil itu.

Wanita itu sangat syok, sampai seorang penjaga segera mendekatinya. "Jangan khawatir Nona, kami akan menjamin semuanya untuk anda."

"Dasar kalian ...!" katanya tertahan. Ingin sekali rasanya dia berteriak.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!