Bab 17

Masih ada sejam lebih sebelum keberangkatan, namun entah kenapa Dante sudah membawa mereka kesini. Dazen menatap jengkel Kakaknya, yang sedang asyik minum boba.

"Kak, kenapa tadi begitu terburu-buru, kalau masih ada sejam lebih?"

Dante menatap sinis adiknya itu. Dia tiba-tiba memiliki ide, "Sweetie, sudahlah! datang lebih awal bukanlah masalah. Yang masalah itu kalau datang terlambat."

Sus Naya tidak bisa menahan tawanya. Selain ucapan konyol Dante, dia juga tertawa dengan panggilannya kepada Dazen.

Josephine yang melihat Dazen hampir menangis karena rasa malu, mau tidak mau harus mengambil jalan tengah. "Dante, jangan seperti itu. Jangan memanggil adikmu di depan orang lain begitu."

Bukannya menyesal, Dante merasa terkikik. "Kau dengar itu Dazen. Aku tidak bisa memanggilmu seperti tadi di depan orang lain, yang artinya aku bisa memanggilmu begitu, jika hanya berdua."

Dante menyeruput minumannya, "... Oh, aku tidak sabar jika kita kembali ke rumah. Kita berdua ... kau dan aku!" Kata Dante dengan kerlingan mata pada akhir kalimat.

Membuat Dazen membayangkan, akan merobek mata penggoda Kakaknya itu. 'Tenang Dazen! kau harus tenang.' pikirnya mencoba menjadi tenang.

Melihat adiknya yang mencoba menghirup udara secara teratur, Dante tertawa lagi. Namun sayang, tawanya tidak berlangsung lama, ketika seseorang memanggil namanya.

'Oh, ****! Yessie!' Dante langsung mengenali suara wanita itu. Wajahnya berubah menjadi tegang, manakala bukan hanya Yessie seorang diri, tapi juga bersama temannya.

Seperti yang diketahui oleh lingkaran pergaulan Yessie, bahwa Dante adalah kekasihnya. Jadi mau tidak mau, Dante harus memperkenalkan Yessie sebagai pacar pada Ibunya.

"Yessie? kau disini?"

Yessie mengangguk dengan senyuman, "Aku mau mengambil belanjaan titipan dari Luar Negeri, tapi tidak sengaja melihatmu, jadi aku kemari."

Nada, teman Yessie, bercelutuk ...

"Lagipula kalian ini aneh, pacaran tapi saling tidak tahu keberadaan masing-masing."

"Nada!" peringat Yessie. Dia tahu benar batasan hubungannya dengan Dante, jadi dia tidak ingin membuat pria itu tidak nyaman, apalagi oleh teman-temannya.

Sementara itu semua yang disekitaran menajamkan telinga mendengar. Josephine menilai Yessi, gadis itu nampak cantik dan baik dimatanya.

Sementara bagi Dazen, Kakaknya ini nampak tidak beres. Kemarin-kemarin dia memeluk Dokter Lira dengan santai dan mencari muka pada wanita mobil, yakni Calista. Lalu ternyata tiba-tiba memiliki kekasih? "Cih." Dazen memicingkan matanya.

Sementara Dante yang sedikit bingung, tanpa sadar menatap kebelakang, ketika matanya bertemu mata Josephine. Hal ini membuat Dante tidak nyaman. Karena mata Josephine bicara seolah-oleh, dia ingin mengenal kekasih anaknya.

Sedikit berat, Dante akhirnya menyerah. Dia juga tidak tahu kenapa dia begini! dulu, jika dia tidak ingin, maka dia tidak akan. Tapi entah kenapa kali ini, dia ingin mengikuti permintaan sang Ibu.

"Eh, Yessie ... mari, aku perkenalkan pada seseorang." Mendengar ini, jantung Yessie berpacu dengan kebahagiaan. Dia tahu bahwa orang-orang di belakang Dante adalah keluarganya. Dia pikir hari ini tidak akan tiba, karena sebelumnya Dante hidup sendirian. Tapi segera, itu akan menjadi kenyataan bagi Yessi.

Dia senang bahkan jika hanya diperkenalkan sebagai sahabat, seperti yang selalu Dante lakukan sebelum-sebelumnya. Ya, walaupun dia mungkin akan segera menanggung malu, jika Nada mendengar Dante memperkenalkan dirinya sebagai sahabat.

"Ibu ini perkenalkan Yessie, dia adalah pacarku."

Dante menatap Yessie yang syok, tapi tetap melanjutkan. "Yes, ini Ibuku."

"Halo Nona Yessie," Josephine menyodorkan tangannya lebih dahulu. Membuat Yessie yang ling-lung, hanya menatap tangan wanita itu.

"Yessieee!" Panggil Dante berusaha menyadarkan wanita itu. Terlihat sekali ketidak fokusan-nya.

"Kau kenapa, apa ada masalah?" Dante membelai rambut Yessie, namun segera di tepis gadis itu. Dia adalah seorang terpelajar dan konvensional, sangat malu melakukan hal-hal mesra di depan orang lain.

Yessie mengambil tangan Josephine cepat. "Maafkan aku tadi Bibi, aku tidak sengaja. Aku Yessie."

Josephine tersenyum lembut. Dia adalah wanita tua dengan pengalaman, dia tahu gadis di depannya ini cukup baik dan sopan. "Yessie, senang bertemu denganmu. Kau cantik sekali."

Segera aliran darah di wajah Yessie meningkat, membuat wajahnya memerah karena malu.

"Dan ini Dazen, dia adikku!"

"Halo Dazen ... Yessie."

Untuk pertama kalinya Dazen merasa senang, senyuman yang Yessie berikan nampak sangat tulus. Dan untuk pertama kalinya, dia berkenalan dengan seseorang yang tidak menilai penampilannya.

Begitu pula dilihat Dazen, ketika Yessie berkenalan dengan Sus Naya, dia nampak nyaman dan percaya diri sebagai sesama perempuan. Walaupun penampilan Sus Naya, cukup mencolok ... namun tidak ada penghakiman di matanya.

Dazen dengan segera memuji kekasih Kakaknya ini.

Tapi sayangnya tidak begitu dengan Dante, dia berusaha menyembunyikan ketidaknyamanan-nya, apalagi di depan Nada. Dia tidak ingin mempermalukan Yessie.

Mereka berbincang cukup lama, sampai Nada harus permisi terlebih dahulu. Tapi tak lama jua Yessie mendapatkan panggilan telepon, untuk segera pergi. Sayangnya, disaat itu Dante sedang ke Toilet, membuatnya harus permisi tanpa menunggu pria itu. "Bibi, sepertinya aku harus segera permisi sekarang." Jelas Yessie yang masih sungkan.

Tapi Josephine lebih dari lembut, dia sempat menggenggam tangan Yessie sebelum dia pergi. "Berhati-hatilah di jalan, Oke? Bibi senang sekali bisa bertemu dengan Yessie."

Mendengar hal ini, hati Yessie mengalir seperti sungai. Hubungan yang buruk dengan orangtua menjadi salah satu penyebab, betapa mudahnya dia tersentuh dengan kasih sayang seperti ini.

Yessie sudah berada cukup jauh ketika dia teringat sesuatu. Dia kemudian menengok kebelakang, tepat saat Dazen juga sedang menatapnya.

Semburat merah keluar dari wajah Dazen, dia hendak memalingkan wajah, tapi terhenti ketika melihat lambai panggilan dari Yessie.

"Aku?" tanya Dazen memastikan sambil menunjuk dirinya sendiri, yang mendapat anggukan dari Yessie.

Dazen hendak izin, namun melihat Ibunya sudah menutup mata berisitirahat, dia langsung pergi saja.

"Ada apa Kak?" tanya Dazen canggung.

Dengan senyuman, Yessie mengeluarkan sebuah amplop coklat dan langsung menaruhnya ditangan Dazen. "Berikan pada Ibumu, jika Kakakmu marah, suruh saja dia memarahiku langsung."

Dazen terdiam, dia belum bereaksi tapi Yessie sudah berlalu sambil melambaikan tangannya. Dazen sudah memiliki firasat, tapi dia tetap memutuskan membuka ..., "Astaga! tidak bisa dipercaya." Dia menepuk dahinya, tahu bahwa Dante mungkin akan merasa marah. Lagipula wajar bagi Kakaknya untuk merasa tidak enak bukan.

"Dazen?"

Dazen terkejut dengan panggilan mendadak itu, dia segera berbalik dan tanpa sadar menyembunyikan amplop itu.

"Kakak?"

"Apa yang kau sembunyikan?"

"Eh, tidak ti-tidak ada."

Dante menarik nafas tertahan, "ayo Kakak ingin lihat"

Mengerti dia tidak bisa berbohong lagi, Dazen menunjukkan amplop itu, "Jangan marah pada Kak Yessie."

Melihat itu sejumlah uang, Dante tahu itu dimaksudkan untuk apa. "Kenapa harus marah? memangnya itu uangku?!"

Dante tersenyum dan merangkul bahu adiknya pergi, membuat Dazen tak habis pikir.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!