Bab 15

"Kak mau kemana?"

Dante masih asyik memilih baju-bajunya, "Mana menurutmu yang lebih bagus?"

"Mm, mungkin abu-abu."

Dante langsung mencoba jas informal berwarna abu-abu itu, dan benar saja ... nampak sangat pas dengan sepatu model slip on, yang sedang dia kenakan.

 "Wow, seleramu telah mengalami perkembangan!" pujinya yang jelas tidak terdengar begitu bagi Dazen.

Dante menatap Dazen dari kaca, "kenapa kau mengikat rambutmu?"

Dazen memegang rambut gondrongnya yang diikat cepol, sedikit bingung harus menjawab apa. Dia sebenarnya datang, untuk menanyakan barbershop rekomendasi Dante.

Melihat keterdiaman adiknya itu, Dante berbalik dengan wajah cemas. Ia lalu melangkah kearah Dazen, dan dengan tiba-tiba menangkup kedua pipi remaja itu ... "Sweetie ada apa?"

"BRENGSEK!" Dorongan Dazen, menyambut tingkah absursd Kakaknya itu, membuat Dante sampai mundur beberapa langkah.

Dazen benar-bena kesal, sampai tidak bisa menahan makiannya lagi. Namun hal itu, nampaknya menjadi hiburan tersendiri buat Dante.

Dazen menggeram kesal melihat Kakaknya yang tertawa terpingkal-pingkal. Rasanya dia memang harus berjuang sekarang, atau pria ini akan membulinya di dalam rumah.

Dazen akhirnya pergi tanpa mendapat jawaban. Jangankan jawaban, dia bahkan belum sempat bertanya.

"Dazen ada apa?" tanya Josephine, yang melihat wajah kusut putra bungsunya.

"Tidak Bu! tidak apa! Apa Ibu sudah mengatur barang bawaan?" tanya Dazen, mengalihkan pembicaraan.

"Iya sudah ... kata Kakakmu, perawatnya akan datang besok."

"Mm, Ibu jangan lama disana. Kalau sudah selesai, langsung kembali saja."

Josephine mengangguk, membawa Dazen kedalam pelukannya. Meskipun sudah besar, tapi Dazen masih senang mendapat pelukan dan manjaan Ibunya.

‘Aku harap Ibu berumur panjang!’ pinta Dazen dihatinya. Namun begitu, dia hanya berharap yang terbaik. Dazen tahu benar, sang Ibu sering menyembunyikan rasa sakitnya diam-diam, dan hanya mengandalkan obat penghilang rasa sakit.

Ingin sekali dipaksa-nya untuk berobat, tapi dia bisa apa? ... ketika yang sakit sendiri tidak ingin.

Ehem! Suara berdehem Dante, mengurai pelukan ibu dan anak itu.

"Temanku berulang tahun, jadi aku mungkin akan pulang terlambat!"

Josephine memberanikan diri mendekati Dante. Dia memegang kedua pundak putranya itu, yang membuat Dante sendiri terkejut.

"Berhati-hatilah! jangan minum terlalu banyak!"

Dante mengangguk canggung. "Jangan tunggu aku, beristirahatlah lebih dahulu. Aku pergi!" katanya, yang langsung menyambar kunci mobil.

•••

Matthew bertatapan dengan Lucas, penuh pertanyaan.

"Dimana para gadis?" tanya Matthew pelan.

Lucas menggeram tertahan, karena kesal. "Tutup mulutmu! bagaimana kalau mereka mendengar?"

Saat ini keduanya sedang berada dalam undangan ulang tahun Sean. Sebuah Resort di bibir pantai, tepat di pinggiran kota.

Ekspetasi keduanya benar-benar di buat hancur. Apalagi untuk Matthew, yang sudah sangat siap untuk bersenang-senang.

Alih-alih para gadis pengisi pesta, saat ini mereka malah ada dalam Ibadah bergaya gospel. Masih baik bagi Lucas yang datang dari keluarga konservatif, dia masih cukup akrab dengan ibadah dan tradisi.

Berbeda bagi Matthew, yang hanya terdengar religius oleh namanya. Nyatanya pria itu, adalah seorang penganut ateisme, dan dia nampak bodoh saat ini.

Di depan Resort, Dante memarkirkan mobilnya. Dia yang memiliki pembawaan santai dan moto ‘pemeran utama datang terahkir’ datang dengan santainya.

Dante menatap pintu besar di depannya, menurut arahan pelayan acaranya diadakan dibalik pintu ini.

"Kenapa begitu sunyi?" Dante sampai menempelkan telinganya ke dekat pintu. Dia tiba-tiba memukul dahinya, "... Bodoh! mungkin saja itu kedap suara."

Dante sempat merutuki dirinya, sebelum masuk dengan santainya.

Dua belas detik berlalu, Dante baru sadar saat Matthew memanggil namanya. Dengan wajah menunduk, dia berjalan kearah dua sahabatnya itu.

Sungguh, sampai dia terduduk pun. Dia tidak mau mengangkat kepalanya. Mendengar khotbah kembali di perkatakan, dia baru mengangkat kepalanya.

Sementara disampingnya, Matthew sudah mau pingsan karena menahan tawa.

Untuk pertama kalinya, dia bisa melihat seorang Dante menjadi konyol dan bodoh. Pria itu masuk sambil bersiul-siul, tepat saat sedang khotbah. Yang secara otomatis mengambil alih seluruh perhatian.

Dante sendiri tiba-tiba merasa trauma. Senyum di wajah Sean yang duduk paling depan tadi, takkan pernah dilupakannya.

‘Sial! bagaimana pesta liar-nya berubah menjadi Ibadah khusyuk begini?' Pikir Dante tak menerima.

Namun begitu dia tidak punya pilihan, selain duduk diam dan mendengarkan khotbah. Hingga akhirnya acara selesai dan ditutup makan-makan.

"Hei,hei! pemilik pesta religius datang!" Pemberitahuan sarkas Matthew, melihat kedatangan Sean.

Matthew sudah bersiap dengan menampakkan wajah garang. Dipikirnya, Sean akan meminta maaf karena acara pestanya berubah menjadi Ibadah.

Tapi bukannya permintaan maaf, mereka malah mendapatkan terimakasih.

"Bro, terimakasih banyak untuk datang." Kata Sean yang mulai bersalaman satu persatu dengan mereka.

Dari situ mereka sadar. Bahwa Sean tidak berbohong, hanya saja standar pesta mereka yang berbeda. Pesta yang dimaksud Sean, benar-benar pesta tiup lilin dengan Ibadah.

"Ayo, ayo makan!" ajak Sean pada ketiganya.

Lucas benar-benar akan pecah dengan tawa, melihat wajah Dante dan Matthew yang masih syok.

Tapi akhirnya mereka memutuskan untuk melepaskan itu semua dan mulai menikmati makanan. Untung saja, makan benar-benar enak, sampai ketiganya makan berkali-kali.

"Ini adalah pembalasan dendam!" Ucap Matthew, dalam porsi ketiganya.

Dante mengangguk dengan sepiring puding cokelat penuh fla, "Itu benar! ayo makan sampai puas."

Ketiganya pun makan dengan bersemangat, saat Sean pergi menyapa tamu-tamu yang lain.

Namun tidak lama, lagu pengiring yang diputar tiba-tiba berhenti. Seorang wanita paruh baya naik ke atas panggung.

"Meminta waktu sebentar. Diucapkan terimakasih banyak kepada semua yang sudah datang dalam pesta ulang tahun anak saya. Sekali lagi terimakasih!"

Lucas menatap Dante memberitahu, "Ibunya Sean."

"Tentu saja bodoh! Kau mau itu neneknya?!" balas Dante sengit, dengan informasi tidak penting Lucas.

"Ehm, untuk itu saya juga memiliki pengumuman lain saat ini! Putra saya Sean beberapa waktu yang lalu, telah resmi bertunangan dengan---"

"IBU" Panggilan lantang Sean, memotong pembicaraan Ibunya.

Tanpa aba-aba, diikuti banyaknya pasang mata ... Sean naik ke panggung dan menarik Ibunya turun. Hal ini membuat suasana menjadi tegang seketika.

Dante masih memandangi Sean yang nampak sangat kesal dan membawa Ibunya keluar.

"Sean bertunangan?" tanya Lucas mengulang.

"Wow, dia nampak sangat kesal. Kalau di dalam film, ini biasanya jenis pertunangan paksa." sanggah Matthew.

"Akh! Brengsek." Maki Matthew pada Dante. Dia tidak terima kepalanya di toyor begitu saja.

"Tutup mulutmu itu, tidak enak di dengar orang lain." Peringat Dante, yang hanya diterima Matthew dengan wajah cemberut.

•••

Entah masalah apa yang terjadi, sampai acara selesai, Sean tidak kembali lagi. Hanya Ibunya yang kembali dan mulai menangani tamu.

Dante sudah duduk di mobil, bersiap untuk kembali. Dilihatnya jam tangan dengan frustasi, pikirnya dia akan kembali subuh, tapi ini bahkan belum pukul sepuluh malam.

Ketika Dante sedang memikirkan akan kemana, karena Lucas dan Matthew tiba-tiba punya urusan mendadak. Dia tiba-tiba melihat sosok yang dikenalinya.

"Bukankah dia gadis mobil itu? Calista kan?" tanpa menunggu Dante turun dari mobil mendapati Calista yang sedang berjalan sendirian disitu.

"Calista?"

Calista yang menatap tanah sedari tadi, mengangkat wajahnya. Betapa terkejutnya dia mendapati, tetangganya.

"Dante?"

Dante mengangguk dengan senyuman terbaiknya.

"Kau bisa disini?" tanya Calista terlebih dahulu.

"Aku ada undangan ulang tahun disini."

Mendengar jawaban Dante, Calista terkejut.

'Jadi dia adalah teman Sean!' pikir Calista.

"Maaf Nona Krain, sepertinya ini milik anda." Ucap seorang pelayan yang menginterupsi pembicaraan mereka.

Namun bagi Dante, interupsi itu seperti keberuntungan tujuh turunan. Nama belakang Calista telah diketahui dan terkonfirmasi sebagai gadis yang dicarinya selama ini.

"Ca-calista?" panggil Dante tergagap.

Calista menengok menatap Dante yang matanya sudah berair. "Dan, ada apa?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!