Dante menatap penampilan remaja laki-laki yang kini disebutnya sebagai adik itu.
"Hoodie hijau dan sendal neon itu benar-benar mengganggu!" nilai Dante, tidak bisa menahan rasa ingin menghinanya.
"Sudah siap?"
Dazen yang dari tadi cukup sensitif, semakin tidak senang dengan ucapan Dante. Bukankah jika dia sudah disini, artinya dia sudah siap!
Melihat kusut wajah Dazen, Dante terkekeh. Anak itu terlalu mudah di baca.
"Mau apa?"
"Ayo pergi belanja!" Kata Dante, lalu mematikan rokoknya dan masuk kedalam mobil.
Dazen yang masih kesal, masuk mengikuti tanpa banyak bicara. Namun, Dazen yang mengalami kehidupan sulit, tidak tahu bahwa belanja yang Dante maksud adalah pergi ke mall bukan ke pasar ikan.
Karena sesampainya mereka setelah lima belas menit perjalanan, Dazen langsung merasa menyesal. Tadi saking kesalnya pada Dante dan Ibunya, Dazen dengan sengaja memakai kombinasi yang menyakiti mata. Kini dia menjadi pusat perhatian semua orang.
Dia merasa bahwa dia mirip anak pembantu, yang sedang menerima kemurahan hati majikannya.
"Kau saja yang masuk! aku akan tunggu disini."
"Turunlah dan beli beberapa barang untukmu juga."
Mendengar hal ini, Dazen tidak tahu harus berkata apa. Sejujurnya, karena keterbatasan ... jarang bagi Dazen untuk memiliki sesuatu untuk dirinya sendiri.
"Tidak, jangan repot-repot! aku tidak perlu."
Dante tertawa lagi, mendengar Dazen. "Sudah cepatlah! waktuku tidak banyak. Hanya hari ini dan esok. Hari Senin aku harus kembali ke kampus."
Dazen terkejut dengan kata Kampus. Namun belum pulih dari keterkejutannya, Dante telah berjalan meninggalkannya.
Karena rasa penasaran, dia mulai menyusul.
"Apa kau serius? kuliah? tidakkah kau sudah bekerja?"
Dante menyatukan kedua alisnya, "Kenapa aku harus bekerja?"
"APA?" Dazen kaget dengan jawaban Dante. Dia yang sempat terdiam, kembali mengejar langkah Kakaknya itu.
"Kenapa? Aku dua puluh tiga tahun dan dalam pendidikan Magister, kenapa aku harus bekerja dalam kesusahan untuk belajar?"
"Tunggu! Tunggu!!" Dazen tanpa sadar langsung menahan Dante.
Dia dengan cepat memikirkan satu hal. Jika Dante tidak bekerja dan malah menjalani kehidupan terbaiknya tanpa susah payah, bukankah artinya dia memiliki cukup uang.
'Jadi bukankah uang itu adalah milik, Ayahnya?' Memikirkan hal itu, Dazen merasa tak nyaman.
"Dengar pasti Ayahmu cukup kaya untuk itu, tapi jangan menambah beban dengan kehadiran kami. Kau sudah memberikan tempat dan makan, selebihnya aku akan mengurus antara aku dan Ibu."
Dante tahu itu lebih dari ego pada Dazen, dia tahu anak itu tulus dan tidak mau merepotkan nya. Tapi faktanya, Ayahnya tidak kaya dan dia juga tidak merasa di repotkan.
Sulit bagi Dante merasa direpotkan. Ya, Dante tahu rasanya bersusah payah, tapi tidak tahu rasanya berjeri lelah untuk uang.
Susah payahnya hanya pada mendapatkan hati wanita, untuk mendapatkan keuntungan. Itulah kenapa dia bisa hidup dengan sangat damai sampai hari ini.
"Aku tidak merasa terbebani. Jangan terlalu mengkhawatirkan hal itu! dan soal Ayahku, dia sudah meninggal."
"APAAA?" Lagi-lagi Dazen dibuat menjatuhkan rahang oleh Dante. Selain itu, cara Dante mengemukakan kematian ayahnya dengan santai, masih tidak biasa bagi Dazen.
"Mm, kenapa kau begitu terkejut?"
"Maaf, maafkan aku." Dazen merasa tidak nyaman. Dia sudah bicara terlalu banyak, tapi ternyata salah.
'Ah, mungkin saja Dante memiliki bisnis yang tidak diketahui,' pikir Dazen. Dia mengambil kesimpulan itu, secara sepihak! karena dia tidak mau bertanya lagi. Dazen tidak mau dianggap kepo oleh pria itu.
Berjalan mengelilingi mall, Dazen hampir saja terjatuh karena sibuk menatap langit-langit gedung mewah itu. "Wow, ini luar biasa." Dia tidak bisa menahan kekagumannya lagi. Kota tempat tinggal Kakaknya ini bagai langit dan bumi dari tempatnya berasal.
"Belilah beberapa hal, seperti laptop atau handphone! atau mungkin beberapa pakaian juga."
"La-laptop?"
Dengan tangan di saku, Dante hanya mengangguk sambil melihat-lihat tempat lain.
Mendengar kata Laptop, kepala Dazen seperti akan pecah karena kesenangan. Dia secara pribadi menyukai komputer dan komponen-komponennya. Namun karena keterbatasan dia hanya bisa meminjam dari teman-temannya atau belajar otodidak dari warung internet kala itu.
Dan sekarang seseorang dengan entengnya menawarkan hal itu padanya! Dazen, mau tidak mau menjadi berharap.
Mengejar langkah Kakaknya, yang ternyata benar-benar masuk ke toko elektronik, Dazen benar-benar sangat senang.
Sementara dengan gaya ala pria kaya, Dante menyuruhnya ... "Pilih yang kau sukai dengan cepat."
Tidak. Dazen tidak bisa ragu-ragu lagi. Dia takut Dante akan menarik ucapannya.
"Ini yang ini, tapi aku mau tipe X-21"
Melihat kecepatan Dazen, Dante mengejek ... "Sepertinya seseorang sudah memimpikan ini sejak lama."
Dazen ingin malu, tapi otot-otot wajahnya hanya bisa terangkat karena senang.
Ketika laptop baru itu sampai pada tangannya, mata remaja laki-laki itu sedikit basah. "Terimakasih! Terimakasih banyak!"
Dante yang sedikit iseng, mendekati adiknya itu dan berbisik ... "Katakan lebih kuat! katakan terimakasih banyak Kakak! Kau yang terbaik di dunia."
Dante tentu saja hanya bermain-main. Dia hanya ingin menggoda, berpikir Dazen tidak mungkin melakukan itu.
Namun Dazen yang terlalu senang, bereaksi di luar perkiraan Dante.
"TERIMAKASIH BANYAK KAK, KAU YANG TERBAIK DI DUNIA!!! AKU MENYANGIMU!!!"
Dante membulatkan matanya tidak percaya, refleks membekap mulut Dazen.
Sementara teriakan itu cukup kuat, sehingga membuat mereka menjadi pusat perhatian saat ini.
"Dasar idiot, apa yang kau lakukan!" maki Dante karena kesal. Tapi Dazen yang masih senang, tidak peduli ... dia asik memandangi laptopnya.
Sementara Dante yang baru saja menjadi pusat perhatian, tidak tahu bahwa salah satu pendukung terbesarnya baru saja melihat dia.
Drrttttt .... Drrttttt ...
Melihat nomor yang masuk, Dante sedikit panik. Mengeluarkan kartu kredit contactless-nya, lalu memberikan kepada Dazen. "Lihat disitu, ada supermarket. Belilah beberapa kebutuhan di rumah. Cepat sana. Aku akan menunggu."
Dazen terpaksa berjalan pergi. Hanya bisa menengok laptopnya pada Dante yang sedang duduk sambil mengangkat panggilan.
"Halo, Yessie!"
-- Dimana? --
"Di Mall, dengan adikku."
Yessie yang mendengar tidak langsung menjawab. Dia pikir Dante akan membohonginya tapi ternyata tidak.
-- "Aku di dalam resto M! tepat di belakangmu." --
Dante berbalik dengan terkejut, benar saja resto M, tepat di belakangnya.
Dante pun masuk kesana. Tapi baru saja masuk, dia sudah disambut seorang pelayan.
"Mari Tuan, ikuti saya."
Dante hanya bisa menarik nafas tertahan, 'Kehidupan Nona muda benar-benar sesuatu.' pikirnya.
Tidak dalam keramaian, Dante masuk lebih jauh kedalam sebuah ruangan khusus. Ketika dia membuka pintu ada gadis cantik dengan setelan jas disana.
"Halo Yess," ucap Dante. Berbeda dengan para wanita sebelumnya! jika itu Yessie, Dante tidak berniat menjadi pecicilan atau mencoba menebar pesona.
Dulu dia pernah, itulah kenapa dia terjebak dengan Yessie sekarang.
"Kenapa tidak membalas pesanku kemarin?"
"Maaf, adik dan Ibuku baru saja tiba. Ada sedikit kesalahpahaman tapi sudah terselesaikan."
"Masalah apa?"
Untung saja Yessie seorang yang cerdas dan pembicara yang baik. Atau akan sulit bagi Dante, menghadapi gadis itu dan keingin-tahuannya.
Dante secara perlahan-lahan mulai menjelaskan kisah klise keluarganya yang ala film-film. Hanya saja, dalam kehidupan nyata ini, Dante memilih untuk tidak mempersulit situasi dengan menerima keluarganya.
Yessie yang mendengar hal ini semakin kagum kepada Dante. Dante sebenarnya, adalah orang paling baik yang dia temui. Yessie diingatkan dulu, bagaimana kisah mereka berawal ....
Kala itu, Yessie mau dijodohkan Orangtuanya dengan seorang pria. Namun karena tidak mau, Yessie membuat onar dengan membawa kekasih sewaannya ke hari pertemuan keluarga.
Dan siapa lagi pria itu, kalau bukan Dante Juan Zios. Pria yang akan melakukan segalanya untuk mendapatkan uang saat itu. Perjodohan berhasil dibatalkan, namun Dante tidak lepas begitu saja. Ayah Yessie membuat Dante dipukuli habis-habisan oleh para pengawal saat itu.
Yessie yang melihat kejadian, namun tertahan hanya bisa merasa bersalah kepada Dante. Tapi alih-alih marah karena semua yang terjadi diluar perjanjian, Dante malah menghibur Yessie yang menangis saat itu, karena rasa bersalah.
Semenjak saat itu, Dante tanpa sadar telah merebut hati Yessie.
Yessie yang menyadari betapa sukanya Dante menebar pesona karena mencari keuntungan, tetap tidak menyerah. Yessie ingat, dia pernah menyatakan cintanya pada Dante, tapi ditolak pria itu karena perbedaan diantara mereka.
Dia terus-menerus menawarkan banyak hal untuk Dante, tapi pria itu tetap menolak. Hingga suatu kesepakatan terjadi.
“Yessie akan mendukung Dante secara finansial, jika pria itu mau melanjutkan pendidikannya. Sementara mulai saat itu, Dante tidak boleh memiliki kekasih dan harus menjadi kekasih pura-pura Yessie, kapan saja di butuhkan.”
Sedikit konyol dan klise memang, tapi itu semua untuk menjaga Yessie dari perjodohan lainnya juga. Sementara ada sisi lain perjanjian mereka, yang menyatakan ... Jika mereka berada pada usia siap menikah dan tidak memiliki pasangan masing-masing! maka mereka setuju untuk menjadi pasangan saat itu.
Inilah yang paling Yessie harapkan dari Dante. Bagi Yessie, Dante tidak seburuk itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments