Dinikahi Supir Sendiri
Happy Reading..😍
*
*
"Will."
"Will," panggilnya lagi.
Tapi seseorang yang dipanggil itu sama sekali tidak mengherani. William terus melangkahkan kakinya menjauh dari ruang tamu dimana ayah dan ibunya masih duduk disana.
Kedua orang tua William sedang membahas hal yang sangat dibenci olehnya, yaitu menikah.
Berulang kali William menegaskan bila dirinya tidak mau menikah tapi tetap saja kedua orang tuanya itu terus memintanya menikah.
William bahkan dipaksa mengikuti kencan buta dengan anak rekan bisnis ayahnya seolah ia tidak bisa mencari wanita untuk ia jadikan istri.
Sebenarnya William bukan tidak bisa mencari, melainkan tidak mau mencari, karena pria itu benar-benar tidak mau mencari seorang istri untuknya.
William melangkahkan kaki menaiki anak tangga untuk segera tiba di kamarnya.
Tiba di kamar, pria itu langsung membuka pintu lemari, mengambil ransel didalamnya lalu mengemasi beberapa pakaian miliknya masuk kedalam ransel tersebut.
William berniat pergi dari rumah itu.
"William kamu mau kemana?" tanya Irene.
Wanita bernama Irene itu rupanya menyusul sang putra yang pergi meninggalkan dirinya dan Jullian yang sedang membahas pernikahan untuk William.
"Aku mau pergi dari rumah," jawab William tanpa menatap pada ibunya.
"Apa kamu akan tinggal di apartement?" tanyanya lagi.
"Tidak," jawab William.
"Lalu?" tanya Irene.
"Aku akan pergi dari rumah menjadi orang biasa. Aku tidak mau terus-terusan dituntut menikah dan memiliki keturunan." William terus memasukkan pakaiannya kedalam tas.
Irene terperangah dengan apa yang baru saja William katakan padanya. Menjadi orang biasa itu artinya William tidak akan menggunakan nama keluarga dan harta yang dimilikinya.
Irene dengan cepat menggelengkan kepala, hal itu tidak boleh terjadi. William anak satu-satunya yang ia miliki dan tentunya penerus keluarga ini.
"Kamu tidak boleh pergi." Irene menghentikan tangan William yang sedang memasukkan pakaian ke dalam ransel.
"Keputusanku sudah bulat, Mah. Aku akan pergi dari rumah ini dan meninggalkan semua harta kekayaan yang aku miliki termasuk harta Mamah dan Papah." William melepas cekalan tangan Irene dari tangannya.
William menggendong ransel yang sudah terisi pakaiannya, kemudian berlalu pergi dari hadapan Irene.
Irena buru-buru mengejar William yang sudah keluar dari kamar, ia tidak mau bila putranya pergi dari rumah.
William terus melangkahkan kakinya menuruni anak tangga tanpa mengherani panggilan Irene yang mengikutinya dari belakang.
Tiba di lantai satu, William langsung dihadang oleh Julian yang sejak tadi memperhatikan dari ruang tamu.
"Mau ke mana kamu?" tanya Julian.
"Pergi dari rumah," jawab William tanpa menatap ayahnya yang sudah menatap tajam kearahnya.
"Papah dan Mamah memintamu menikah itu demi kebaikanmu. Usiamu sudah 30 tahun, usia yang sudah matang untuk menikah. Selain itu setelah menikah kamu akan memiliki pendamping hidup yang akan memberi warna dalam hidupmu serta memberi keturunan untukmu," jelas Julian.
"Sudah aku katakan, aku tidak mau menikah." William kembali melangkahkan kakinya semakin menjauh meninggalkan Irena dan Julian yang menatapnya dengan bingung.
"Kalau kamu pergi dari rumah bagaimana dengan perusahaan yang susah payah kamu bangun sendiri?" tanya Julian tapi tidak diherani oleh William.
William terus melangkahkan kakinya keluar dari rumah itu dengan tas ransel miliknya yang ia gendong di punggung.
Julian kira William akan membawa salah satu mobil atau motornya tapi ternyata tidak. William hanya berjalan kaki keluar dari pintu gerbang dan benar-benar meninggalkan rumah.
William terus menyusuri jalanan kompleks perumahan itu, tanpa menoleh ke belakang sedikitpun.
Iya sudah bertekad pergi dari rumah maka ia tidak akan menoleh ke belakang apalagi kembali ke rumah.
Menjadi orang biasa ialah tujuan pria itu saat ini. Karena menjadi orang biasa ia tidak akan dituntut menikah dan memiliki anak.
Dengan sisa uang tunai yang ia miliki, William akan menggunakan uang itu sebaik mungkin.
Tidak terasa langkah kaki William tiba di jalan raya. Pria itu segera menyetop angkutan umum yang lewat dihadapannya lalu menaikinya.
"Mau ke mana, Bang?" tanya supir angkot.
"Jalan aja dulu Bang, nanti saya stop kalau sudah sampai," jawab William.
"Ok." Sopir angkot itu segera melajukan mobilnya.
William melirik pada pergelangan tangan kirinya dimana ia masih mengenakan jam tangan mewah membuatnya cepat-cepat melepaskan jam tangan tersebut.
William beralih melihat pada pakaian yang ia kenakan. Sangat-sangat tidak cocok, bila dirinya mengaku sebagai orang biasa. Ia kemudian meminta sopir angkot untuk menurunkannya di sebuah pasar.
Karena hari sudah pukul setengah empat sore, pasar yang William datangi sudah banyak yang tutup, sehingga ia hanya membeli baju seadanya yang dijual di sana.
"Hufftt, dapat juga nih baju," gumam William.
Pria itu langsung masuk kedalam WC umum, untuk mengganti pakaian yang ia kenakan dengan pakaian yang baru saja ia beli.
Setelahnya William segera keluar dari pasar itu berniat mencari kos-kosan untuk ia tinggali.
Berjalan kaki kurang lebih 2 KM dari pasar, William akhirnya menemukan gedung kos-kosan yang cukup elit.
"Darwin Kost." William membaca nama bangunan kost tersebut.
Nama Darwin cukup familiar di kepala William, tapi pria itu tidak tahu siapa Darwin itu. Selain karena William tidak pernah bertemu, ia juga belum pernah bekerja sama dengan pemilik nama Darwin tersebut.
Tiba di pintu gerbang kost berlantai 5 itu, William dibukakan pintu gerbang oleh satpam disana, dan dipersilahkan masuk untuk menemui resepsionis bila hendak mendaftar menghuni di kosan tersebut.
"Bisa saya sewa satu kamar?" tanya William pada resepsionis disana.
"Mau sewa berapa lama? Satu bulan, tiga bulan atau 6 bulan?" tanya resepsionis.
"Satu bulan saja," jawab William.
"Bisa Mas. Boleh saya pinjam kartu identitas anda," pinta resepsionis tersebut.
"Nah, itu dia Mbak. Saya tidak punya identitas, karena saya baru saja datang ke Jakarta dan langsung kecopetan," ucap William bohong.
William juga memasang wajah sedih seolah ia benar-benar kecopetan, padahal semua itu hanya untuk meyakinkan resepsionis di sana.
"Aduh, bagaimana ya Mas? Kalau anda tidak memiliki identitas kami tidak bisa menyewakan kamar kost di sini," ucap resepsionis.
"Ya ampun Mbak, masa Mbak tidak kasihan sama saya. Saya jauh-jauh datang dari Kalimantan ke Jakarta berniat cari pekerjaan disini, tapi sampai disini saya justru kecopetan. Saya bahkan tidak bisa menghubungi keluarga dikampung karena ponsel saya juga ikut dicopet. Dan sekarang Mbak justru tidak memperbolehkan saya menyewa kamar di sini, hanya karena tidak memiliki identitas. Mana saya tahu bila akan terjadi musibah seperti ini. Saya juga tidak menginginkan identitas saya hilang," cerocos William dengan wajah sedihnya.
Resepsionis disana menggaruk kepala yang tidak gatal. Wanita itu bingung hendak menyewakan kamar kost di sana atau tidak pada pria di hadapannya.
Bila menyewakan kamar kost tanpa identitas penyewa, ia akan dikenai sanksi. Tapi bila tidak menyewakan kamar kost disana, maka pria tampan di hadapannya akan tidur di jalanan, dan ia tidak tega.
Bersambung...
*
*
Jangan lupa tinggalkan jejak, vote, like dan komentarnya ya..😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
ayu nuraini maulina
kenapa y cwo d novel2 paling anti dengan kata menikah
2023-09-25
2
SUKARDI HULU
Jangan lupa mampir kk y, like, follow dan beri hadiah ya🫰❣️
2023-09-24
0