William tersenyum miring saat mendengar perdebatan Briana dan Reyhan dimeja makan.
Ia sudah hafal dengan tabiat wanita angkuh seperti Briana. Wanita seperti itu sangat sulit untuk bisa menghargai orang lain terlebih lagi orang itu tidak sebanding dengan dirinya.
William memilih keluar lebih dulu dari rumah itu dan akan menunggu Briana diteras garasi sembari memanaskan mesin mobil yang akan ia gunakan.
Dimeja makan, perdebatan ayah dan anak itu masih berlanjut karena Reyhan belum selesai berbicara dengan Briana.
"Daddy tidak pernah mengajarimu seperti itu. Dari dulu Daddy selalu mengajari kamu dan Brian untuk bisa menghargai orang lain. Mau orang itu tua atau muda, mau miskin atau kaya hargailah orang lain," ucap Reyhan dengan menekan semua kata yang keluar dari mulutnya.
Briana terdiam, ia tidak berani menyahuti ucapan Reyhan. Ia tahu sekali bila Reyhan sedang marah padanya.
Briana akui kedua orang tuanya memang selalu mengajarinya untuk bisa menghargai orang lain. Tapi entah kenapa ia berat sekali untuk melakukannya.
"Daddy tidak mau mendengar kamu berbicara seperti itu lagi. Mulai sekarang belajarlah menghargai orang lain. Tanpa orang lain kamu bukan siapa-siapa," ucap Reyhan lagi, tapi Briana masih saja diam.
"Dengar tidak?" tanyanya kemudian.
"Dengar Dad," jawab Briana.
"Sekarang kamu sarapan dan segeralah pergi ke kantor bersama Liam yang akan menyupirimu," titahnya kemudian.
Briana menganggukkan kepala, kemudian memulai sarapan yang sempat tertunda karena berdebat dengan Reyhan.
Sejak tadi Larissa tidak berani buka suara, padahal Ia ingin sekali berbicara pada Briana mengenai luka di wajah William.
Larissa bangkit dari duduknya untuk pergi kekamar, Ia akan mengambil sesuatu disana.
"Mau kemana Mom?" tanya Briana.
"Mau ke kamar dulu, kalian sarapan saja duluan," titah Larissa kemudian melangkahkan kakinya meninggalkan Briana dan Reyhan yang memulai sarapannya.
Larissa membuka laci nakas didalam kamar, lalu mengambil sesuatu di dalamnya. Sesuatu itu ialah salep obat luka.
Setelah mendapatkan apa yang ia cari, Larissa bergegas keluar dari dalam kamar dan kembali kemeja makan.
Salep itu Larissa sodorkan dihadapan Briana yang tengah sarapan.
"Kamu obati luka diwajah Liam pakai salep itu," titahnya pada Briana.
Sejujurnya Briana ingin menolaknya tapi ia tidak berani karena Reyhan masih menatap serius kearahnya.
"Baiklah," ucap Briana pasrah kemudian mengambil salep tersebut dan ia genggam dengan tangan kirinya.
Setelahnya tidak ada perdebatan di antara mereka. Ketiga orang disana menikmati sarapannya dengan tenang. Tapi tidak dengan hati Briana.
Briana merasa hidupnya tidak tenang semenjak ia bertemu dengan William.
"Aku sudah selesai." Briana bangkit dari duduknya.
Briana mengambil tasnya yang tadi ia letakkan di kursi sebelah kemudian menyalimi Reyhan dan Larissa bergantian, lalu keluar dari rumah untuk segera berangkat ke kantor.
Tiba di teras rumah, Briana melihat mobilnya sudah terparkir didepan teras dengan William yang sedang mengelap mobil itu.
"Hehh sopir," panggil Briana pada William.
William menoleh pada Briana yang memanggilnya, dan saat itu juga Briana melempar salep yang tadi Larissa berikan padanya.
William dengan sigap menangkap salep tersebut.
"Obati wajahmu pakai salep itu," titah Briana.
"Salep apa ini?" tanya William.
"Salep luka supaya wajahmu bisa tampan lagi," jawab Briana ketus.
"Oohh." William menganggukkan kepala.
"Cepat buka pintu mobilnya," titah Briana.
"Baik Nona." William membukakan pintu mobil untuk Briana.
Sebelum masuk ke dalam mobil, William terlebih dahulu mengobati luka diwajahnya menggunakan salep yang tadi Briana berikan padanya.
Sreekk!
Briana membuka kaca jendela mobil lalu sedikit mengeluarkan kepalanya dari dalam mobil.
"Cepat jalankan mobilnya," titah Briana pada William yang sedang bercermin di depan spion.
"Baik Nona." William buru-buru menutup salep tersebut kemudian masuk ke dalam mobil.
Disaat mobil sudah melaju dijalan raya, William melirik sekilas pada kaca spion di atas kepalanya yang memperlihatkan Briana sedang sibuk dengan ponselnya.
Sejak tadi suasana di dalam mobil itu begitu sunyi, hanya terdengar suara notifikasi diponsel Briana saja.
Ternyata Briana sedang berbalas pesan dengan seseorang. Briana juga senyum-senyum sendiri membaca pesan dari lawan chatnya.
Ckitt!
Dugh! Aww!
William merasa aneh melihat Briana tersenyum seperti itu. Ia lebih sering melihat wajah ketus Briana dibandingkan senyuman wanita itu, hingga tidak sengaja ia menginjak pedal rem mobil dan membuat mobil tersebut berhenti mendadak.
"Kamu bisa nyupir tidak sih?" tanya Briana kesal karena kepalanya terbentur jendela mobil disebelahnya.
"Maaf Nona, tadi saya tidak sengaja menginjak pedal gas," jawab William menoleh pada Briana dibelakangnya.
"Lihat nih, kepala saya jadi benjol." Briana menunjuk kepalanya yang tadi terbentur.
"Maaf Nona," ucap William.
"Sudah cepat jalankan lagi mobilnya," titahnya kemudian.
"Baik Nona."
William menarik nafasnya terlebih dahulu dan menghembuskannya.
'Sabar,' batinnya
Pria itu kemudian melanjutkan lagi perjalanan menuju kantor Darwin Properties.
Tiba disana William mengikuti Briana masuk ke dalam kantor, karena ia akan mulai berperan sebagai pengawal wanita itu.
Briana sebetulnya tidak suka William mengikutinya, tapi apa boleh buat, sekarang ini ia hanya bisa patuh pada perintah Reyhan yang menjadikan William sebagai sopir sekaligus pengawal untuknya.
"Jangan masuk ke ruangan saya," titahnya pada William saat tiba di depan pintu ruang kerjanya.
"Kalau tidak masuk, saya nunggu anda dimana Nona. Bukannya saya juga harus mengawal anda kemanapun anda pergi," ucap William.
"Saya tidak butuh pengawal. Kamu tunggu saja di sini," titahnya lagi kemudian masuk ke dalam ruangan tersebut dan menutup pintu dengan sedikit membantingnya.
William menggelengkan kepala, kemudian membalikkan tubuhnya dan berjalan mendekati kursi kosong di depan meja sekretaris Briana.
"Boleh saya duduk disini?" tanya William pada sekretaris Briana.
"Iya silahkan duduk," ucapnya mempersilahkan William duduk disebrangnya.
William mengangguk, kemudian menduduki kursi tersebut.
"Anda sopir Nona Briana ya?" tanya sekretaris Briana.
Wanita bernama Linda itu melihat William mengenakan seragam sopir sehingga ia bisa menebak bila pria di hadapannya itu sopir atasannya.
"Iya, saya sopir sekaligus pengawalnya Nona Briana," jawab William.
"Nona Briana memang butuh sopir sekaligus pengawal karena dia selalu pulang larut malam," ucap Linda.
"Memangnya apa yang Nona Briana kerjakan hingga dia pulang larut malam?" tanya William.
"Banyak Mas. Sebenarnya Nona Briana itu belum mampu menjabat Direktur Utama, tapi dia menginginkan jabatan itu sehingga Pak Reyhan menyerahkan jabatan tersebut pada Nona Briana," ucap Linda mengecilkan suaranya takut Briana mendengarnya.
William mengangguk pelan, pantas saja Briana selalu pulang larut malam, ternyata dia kesulitan dengan pekerjaannya.
"Sekarang saja Nona Briana belum menyelesaikan pekerjaan yang kemarin, padahal Pak Agung sudah menanyakan karena hendak dilaporkan pada Pak Reyhan," ucap Linda.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Sri Siyamsih
ujung"nya tar liam yg turun tangan bantuin
2025-01-25
0