William menyunggingkan bibirnya saat melihat resepsionis memberikan kunci kamar kost padanya.
Memang wajah tampan yang Ia miliki selalu membuat wanita terkagum padanya bahkan menjadi lemah dihadapannya.
"Jangan bilang-bilang ya Mas kalau saya menyewakan kamar kost tanpa identitasnya Mas," ucap resepsionis.
"Aman." William menerima kunci kamar kost tersebut.
"Itu kamarnya ada dilantai 3 ya, Mas. Mulai sekarang Mas sudah bisa menempatinya," ucap resepsionis itu.
"Ok. Terima kasih ya, Mbak." William mengangkat kunci yang ada ditangannya.
"Sama-sama Mas," ucapnya.
William membalikkan tubuhnya dan bergegas menaiki anak tangga untuk menuju lantai tiga dimana kamarnya berada.
Satu persatu pintu kamar kost William lihati nomornya, hingga ia menemukan pintu kamar bernomor 114 sesuai dengan kunci kamar yang ia pegang.
William membuka pintu kamar itu lalu masuk kedalamnya.
"Ahh, akhirnya aku bisa bebas." William merebahkan tubuhnya diranjang single kamar itu.
Rasanya begitu lega setelah keluar dari rumah orang tuanya. Ia jadi tidak dituntut lagi untuk menikah dan punya anak.
William terus menyunggingkan bibirnya membayangkan kebebasan yang tengah ia rasakan.
"Ternyata enak juga ya jadi orang biasa," gumamnya.
Posisi tubuh yang terlentang dengan kaki yang ia silangkan, William menatap langit-langit kamar itu.
Di saat orang lain ingin kaya, William justru ingin menjadi orang biasa. Ia sama sekali tidak menyesal meninggalkan rumah kedua orang tuanya.
Karena baginya bahagia itu bukan karena harta yang melimpah melainkan karena kepuasan didalam hatinya, bebas dari tuntutan serta penatnya pekerjaan.
Kring.. Kring..
Ponsel William berdering, pria itu merogoh saku celananya untuk mengeluarkan ponsel tersebut.
"Mamah," gumam William melihat ponselnya.
Pria itu mengabaikan panggilan telepon tersebut hingga akhirnya panggilan itu terlewatkan. Tapi sayangnya dering ponsel William terus saja berbunyi sehingga William mau tidak mau menjawab panggilan telepon tersebut.
"Kamu dimana sekarang? Ayo pulanglah," bujuk Irene di sambungan telepon.
"Tidak Mah. Aku tidak akan pulang karena aku sudah bertekad ingin menjadi orang biasa." William mengakhiri sambungan telepon tersebut, lalu mendudukkan tubuhnya di atas ranjang.
Agar Irene tidak lagi menghubunginya, William mematikan ponsel tersebut lalu menyimpannya kedalam tas.
Disaat hendak bangkit dari ranjang, William melihat sepatu miliknya berada di lantai. Sepatu mahal yang ia bawa dari rumah.
William membuka lagi tas miliknya lalu mengeluarkan cutter dari dalam sana.
Mata cutter sengaja William goreskan pada sepasang sepatu miliknya membuat sepatu mahal itu robek dibeberapa bagian.
"Nah, kalau beginikan aku beneran jadi orang biasa." Pria itu mengenakan lagi sepatu yang sudah robek itu, hingga jempol kakinya sedikit keluar.
William geli sendiri, melihat penampilan dirinya yang jauh berbeda dari sebelumnya.
Setelah puas dengan penampilan barunya, William bergegas keluar dari kamar untuk mencari makan malam.
William akan mencari makanan yang sesuai dengan isi kantongnya sekarang ini.
Mie ayam menjadi pilihan William, selain harganya terjangkau, rasanya juga enak, membuat pria itu kini mengantri didepan warung mie ayam.
"Pak, didaerah sini ada lowongan pekerjaan tidak ya?" tanya William pada pedagang mie ayam tersebut.
Pria itu baru saja menyebutkan pesanannya yakni 1 porsi mie ayam bakso, dan 1 gelas es jeruk.
Jiwa pembisnis yang William miliki tidak pernah hilang kapanpun dan di manapun ia berada, William akan memanfaatkannya. Seperti sekarang ini, sembari menunggu pesanannya jadi dibuatkan pria itu bertanya mengenai lowongan pekerjaan untuknya.
"Memangnya Mas mau kerja apa?" tanya pria yang ditanyai William.
"Apa saja Pak. saya tidak pilih-pilih pekerjaan kok. Mau pekerjaan kasar atau tidak saya akan mengerjakannya," ucap William yakin.
"Jadi tukang cuci mangkok di warung saya mau?" tawarnya.
William mengangkat sebelah alisnya, lalu melirik pada tempat pencucian piring tak jauh dari tempatnya berdiri.
Tak terhitung ada berapa jumlahnya mangkok, sendok dan gelas kotor disana, yang jelas itu sangat banyak karena sejak warung dibuka satupun belum ada yang dicuci.
"Tidak apa-apa, Pak. Saya mau kok jadi tukang cuci mangkok," ucap William.
Pria itu benar-benar tidak pilih-pilih pekerjaan, meski jadi tukang cuci mangkok juga akan ia lakukan.
"Kalau begitu sehabis makan, Mas langsung cuci semua mangkok disana ya," titah pedagang mie ayam itu menunjuk pada tempat pencucian piring .
"Iya Pak," ucap William.
Tidak lama kemudian mie ayam dan es jeruk pesanan William sudah jadi dibuatkan.
Pria itu membawa sendiri makanan dan minuman itu ke salah satu meja kosong dan memakannya di sana.
Sesuai dengan apa yang sudah ia sepakati dengan pedagang mie ayam tersebut, William kini sedang mencuci mangkok dan perabotan lainnya.
*
*
Ditempat berbeda ada seorang wanita sedang bergelut dengan pekerjaannya. Tidak perduli hari sudah semakin malam wanita itu tetap saja bekerja seorang diri dikantornya.
"Pulang malam lagi?" tanya Larissa disambungan telepon.
"Iya Mom, aku pulang malam lagi. Ini pekerjaanku masih banyak," jawab Briana.
"Tinggalkan saja pekerjaanmu, Bri. Dilanjutkan besok saja," titah Larissa.
"Tidak bisa, Mom. Aku harus menyelesaikannya sekarang, karena besok pagi harus aku bawa meeting dengan klien," ucapnya.
Terdengar helaan nafas keluar dari mulut Larissa bisa didengar oleh Briana.
"Ya sudah, kamu hati-hati kalau pulang," ucapnya kemudian.
"Siap Mom! Mommy tidur aja duluan tidak usah nunggu aku pulang," ucap Briana.
"Heem."
Sambungan telepon itu berakhir.
Saat ini jam sudah menunjukkan pukul 09.00 malam tapi Briana enggan untuk bangkit dari tempat duduknya.
Briana melanjutkan lagi pekerjaan yang masih menumpuk di meja kerja. Rasa lapar di perutnya juga ia abaikan, fokusnya hanya pada pekerjaan saja.
Wanita itu ingin menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan mendapat hasil yang terbaik.
Menjadi Direktur Utama Darwin properties membuat Briana jadi semakin sibuk, mengingat kendali perusaahan ada diposisinya saat ini yang mengharus ia bekerja dengan baik.
Sebelumnya Briana hanya menjabat sebagai Manajer Personalia dan baru dua minggu ini ia dilantik menjabat Direktur Utama menggantikan sang kakak kembar yang memutuskan membangun usaha sendiri.
Kretek.
Briana meregangkan otot tangan dan leher yang terasa pegal karena sudah terlalu lama bergelut dengan pekerjaannya.
"Tidak terasa udah jam 11.00 aja." Briana melihat jam di ponselnya.
Briana mematikan laptop yang masih menyala, lalu merapikan semua map yang ada di meja, menumpuk jadi satu lalu meletakkan ditempat semula.
Briana bergegas bangkit dari duduknya dan segera pulang ke rumah.
Wanita itu mengemudikan mobil seorang diri. Meski malam begitu larut tapi Briana sama sekali tidak merasa takut.
Berbeda dengan Briana yang tidak merasa takut. Kedua orang tua wanita itu justru sangat mengkhawatirkannya, dan takut terjadi sesuatu pada putri mereka saat perjalanan pulang ke rumah.
Kedua orang tua Briana berniat mencarikan sopir sekaligus pengawal untuk putri mereka.
Bersambung...
*
*
Jangan lupa tinggalkan jejak, vote, like dan komentarnya ya..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Citra Kamila
aku mampir thor
2024-01-22
0
queensya laura
semangaat
2023-12-03
0
As Lamiah
masih menyelami nih Kaka otour 💪💪💪 semangat untuk karyamu tour 💪😘
2023-09-05
2