Nao berusaha mengambil potion dan painkiller di tas kulitnya dengan gemetar. Tangan kanannya terasa berat karena cedera. "Si..al! Badanku, sakit sekali. Aku harus.. Uh!" Nao berusaha menggerakkan tubuhnya untuk mengambil obat di tas. Sementara itu, Anna bertarung dengan Sinestra, mencoba fokus pada Nao. "Oi..Oi..Oi! Kenapa? Gak bisa melukai gw? Hanya itu kemampuanmu gadis kadal?" Sinestra mencemooh, terus mencambuk Anna.
"Seranganmu belum seberapa. Kamu cuma mengandalkan senjatamu yang panjang aja agar aku tidak bisa mendekati ayahku," Anna menangkis serangan Sinestra. "Ya ampun monster ini kuat sekali, gimana caranya kita bisa melukai anjing liar ini?" Rion berkomentar tentang Fang Wolf. Syilfie berniat menyembuhkan Nao dan berkata, "Rion, bisakah kau menahan monster itu? Sementara aku akan pergi menyembuhkan Nao."
"Emang-nya dia bisa apa? Dia sekali diserang sama makhluk itu aja sudah tepar. Kita tidak perlu orang kayak dia dari awal," Rion menyuarakan keraguan. Syilfie tak bisa lagi menahan perasaannya dan langsung menampar pipi Rion. "Cukup Rion! Aku sudah muak dengan ocehanmu itu. Kenapa kau sangat membenci sekali padanya? Dia sudah banyak mengorbankan dirinya buat melindungi kita tanpa pikir panjang karena mementingkan keselamatan kita. Dan kau tidak punya rasa terima kasih padanya. Apa yang membuatmu menjadi seperti ini?"
Fang Wolf menembakkan sihir es lagi ke arah Syilfie dan Rion, menciptakan hantaman keras yang menghasilkan asap tebal. Nao berhasil mengambil painkiller, membuka penutup helm, dan meminum obat tersebut. "Ah... Akhirnya badanku tidak terasa sakit lagi." Dia meraih potion dari tasnya. "Sudah agak mendingan sekarang, waktunya bangkit lagi dan membantu yang lain."
Nao bangkit, memutar posisi perisai dan mengambil pedang pendeknya, beralih menjadi mode hunter. Anna, melihat ayahnya bangun, mencoba memprovokasi Sinestra. "Oh.. Jadi kau merasa sudah menang, kau lupa aku di sini masih hidup," ejek Anna. "Hah! Kau masih aja songong, padahal teman-temanmu sudah pada mati jadi bisa berbuat apa sekarang?" Sinestra menyindir.
"Berbuat seperti ini." Nao membungkam mulut Sinestra, memeluknya, dan menodongkan pedangnya ke lehernya. "Kerja bagus, Anna."
"(Orang keparat ini masih hidup, gimana bisa?)" batin Sinestra, kewalahan. "Anna, jangan khawatir sama mereka. Mereka masih hidup, jadi tenang aja," kata Nao. "Ayah, gimana bisa mereka bisa..?" tanya Anna, mencari penjelasan.
Nao mengangguk ke asap tebal tersebut, dan mereka melihat seorang kesatria dengan zirah hitam dan pedang panjang, Undead Knight Syilfie, tiba tepat waktu.
"Master, apa kau baik-baik saja?" tanya Aoron. "Iya, terima kasih Aoron," jawab Syilfie. "Sudah berapa kali aku bilang jangan memanggil aku dengan nama asliku," kata Aoron. "Aku lebih suka memanggil nama aslimu ketimbang julukanmu," seru Syilfie. "Kalau master menyebut itu, aku tidak keberatan. Yang lebih penting sekarang yaitu makhluk itu adalah lawanku sekarang." Aoron menghadap Fang Wolf. "(Tidak mungkin mereka masih selamat? Ini tidak sesuai rencana gw. Ini tidak mungkin terjadi.)" pikir Sinestra, panik. "Seperti-nya kondisi kita sudah berputar. Jadi, lebih baik lu diam dan nikmati acara ini," kata Nao, mendekati Sinestra. "(Keparat! Ini tidak dimaafkan. Aku harus.)" batin Sinestra, gelisah. "Tidak ada gunanya untuk melawan. Kau sudah kalah, jadi jangan bergerak atau pedang ini akan langsung menggorok lehermu." Nao menguatkan bungkaman dan mendekatkan pedangnya.
"Ayah! Aku senang ayah tidak apa-apa. Aku pikir aku tidak bisa sempat menyelamatkanmu," ucap Anna. "Permintaan maaf bisa nanti aja, Anna. Tolong ambilkan aku kertas gulungan yang ada di tas aku," pinta Nao. "Tentu, aku akan ambilkan." Anna memberikan kertas gulungan yang diminta.
"Terima kasih, Anna." Nao memukul tengkuk Sinestra, membuatnya pingsan. "Baiklah, saatnya kita mulai. Anna, tolong ikat dia di tiang sana dengan tali." "Baiklah, ayah! Aku akan ikat dia dengan sangat kencang." Anna membawa Sinestra ke tiang dan mengikatnya. "Syilfie, Rion, tolong bukakan aku celah untukku. Aku punya rencana B," kata Nao. "Nao!" seru Syilfie. "Baiklah, Aoron, kumohon!" "Dengan senang hati, master." Aoron menerjang Fang Wolf.
Ketika Aoron menerjang, Fang Wolf menyerangnya dengan sihir es. Aoron membalas dengan serangan pamungkas, "Ini saatnya, SLASH IMPACT!" Gelombang tebasan angin melukai Fang Wolf di bagian bawahnya. "Aku juga akan membantu, wahai para jiwa berkumpullah menjadi satu kekuatan untuk bisa mengalahkan musuh kuat yang ada hadapan kita, SOUL FIRE!" Serangan Syilfie menjatuhkan Fang Wolf. "Benar-benar menyebalkan. Aku ikut bantu, EARTH GRAPPLE!" seru Rion, menahan kaki Fang Wolf. Nao, Anna, dan Aoron menyatukan kekuatan mereka dalam serangan pamungkas. "Ini waktu-nya." Ucap Nao.
mengarahkan kertas gulungan ke depan, keluar semburan api besar. "GIGA FIRE BREATH!" seru Anna, mengeluarkan semburan api. Benturan antara sihir es Fang Wolf dan semburan api Nao dan Anna terjadi, menciptakan hantaman keras yang mempengaruhi mereka semua. Fang Wolf, kesulitan menghadapi serangan api, terbakar sampai gosong dan akhirnya mati. "Sudah selesai?" Ucap Nao lalu melepas kertas yang terbakar. "Huh... Huh... Apa kita berhasil? Woah!" Ujar Anna hampir jatuh ke depan karena kelelahan. "Ya, kita berhasil mengalahkannya. Kerja bagus, Anna," kata Nao, menangkap Anna.
"Hehehe... Ayah juga, aku paling tidak akan kuat kalau sendiri," kata Anna sambil tersenyum. "Nao, Anna, kalian baik-baik saja?" tanya Syilfie. "Tadi itu apa yang kau pegang di tangan?" tanya Rion.
"Tadi adalah kertas sihir. Kami membelinya di toko peralatan petualang. Harganya cukup murah, jadi kami membeli 3 jenis kertas tersebut," jelaskan Nao. "Nao, kau memang sesuai dengan rumor orang. Kau selalu punya banyak cara untuk setiap keadaan genting seperti tadi," puji Syilfie. "Master, apa kau terluka?" tanya Aoron. "Aku tidak apa-apa. Terima kasih, Aoron, sudah melindungi aku dan Rion," kata Syilfie. "Itu sudah dari tugas aku sebagai pengawal pribadi kamu, master," ucap Aoron.
"Baiklah, kita istirahat dulu baru kita lanjutkan perjalanan kita. Mungkin kita sudah dekat dengan mereka karena wanita tersebut muncul secara tiba-tiba," saran Nao. "Wanita itu bilang ini semua demi tuannya, yaitu Islan. Seperti apa orangnya dia?" tanya Anna.
Nao dan anggota party telah mengalahkan musuh yang tak terduga. Namun, seseorang menunggu mereka di sana bersama dengan anggota kelompoknya. Apa yang akan terjadi selanjutnya?
BERSAMBUNG......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments