16

"Jadi kamu tahu dari mana kalau Pak Cik punya ilmu magic?" tanya Amanda ketika Rangga sudah mulai membahas soal Pak Cik.

"Aku yakin aja, kak," jawab Rangga.

Amanda merasa kurang puas dengan jawaban Rangga, dan berusaha untuk mencari jawaban yang pas.

"Iya, tapi bagaimana cara kamu membuktikan? Kan harus ada alasannya. Terus kalau pun dia punya ilmu itu, dia tidak menggunakannya untuk merugikan orang lain, kan?" ujar Amanda yang masih berpikir positif tentang Pak Cik.

Rangga terdiam, masih ragu-ragu untuk bercerita. Dia memikirkan bahasa yang tepat untuk disampaikan pada Amanda.

Melihat Rangga diam, Amanda mencoba mencairkan suasana dengan menawarinya minum.

"Eh, ayo minum dulu, ntar keburu dingin." Amanda menyodorkan cangkir teh yang masih panas pada Rangga.

Rangga menerima dan meminum teh yang telah dibuatkan oleh ibu Amanda. Setelah merasa agak rileks, akhirnya Rangga memberanikan untuk menceritakan persoalan yang selama ini ditanggungnya sendiri.

"Sebelumnya aku mau nanya dulu sama Kak Amanda soal kejadian-kejadian aneh yang menimpa kakak," ucap Rangga.

"Hmmm, ya." Amanda mengiyakan. Dia menurut saja tanpa tahu maksud Rangga yang sebenarnya.

Amanda kembali menceritakan setiap kejadian aneh yang telah dialami.

"Kakak mengerti ga, kenapa kakak yang didatangi arwah mereka?" tanya Rangga setelah Amanda mengakhiri cerita.

"Kalau kata Datuk, mereka mungkin memang butuh pertolongan aku, tapi pertolongan apa? Dan apakah Bu Mala dan Mayang itu benar-benar sudah meninggal atau belum, aku sendiri tidak tahu. Bahkan aku tidak tahu wajah mereka seperti apa? Apakah yang datang itu benar-benar mereka atau bukan?" terang Amanda panjang lebar.

"Ibu dan adikku itu memang sudah meninggal, kak. Dan aku yakin...." Rangga mulai mengatakan sesuatu hal yang selama ini disimpannya. Dan itu jelas membuat Amanda sangat syok.

"A-apa? Ibu dan adikmu?" potong Amanda dengan raut yang sangat terkejut.

Rangga membalas tatapan Amanda dengan wajah sendu. "Ya, kak. Bu Mala dan Mayang itu adalah keluargaku," jawab Rangga yang sungguh di luar perkiraan semua orang termasuk Amanda.

Amanda tidak dapat berkata-kata saat itu. Pikirannya kembali berkecamuk dengan informasi yang baru didengarnya ini.

"Ja-jadi?" Amanda seperti kehabisan kata-kata.

"Ibu dan adikku itu sudah meninggal, kak. Dan sepertinya mereka telah dibunuh," lanjut Rangga yang semakin membingungkan Amanda.

"Sumpah, aku ga paham," jawab Amanda kebingungan.

"Apa maksud dari semua ini? Dan...?" Begitu banyak pertanyaan yang ingin disampaikan Amanda pada Rangga, tapi dia tidak tahu pertanyaan mana yang musti disampaikan terlebih dahulu.

Seolah memahami kekalutan Amanda, Rangga mulai menguraikan satu per satu untuk menemukan benang merahnya, dan agar Amanda juga mulai paham.

"Jadi begini, kak." Rangga mulai yakin untuk mau bercerita.

Pandangan Amanda tak lepas dari wajah Rangga, seolah tidak mau melewatkan satu kata saja yang akan diucapkan oleh Rangga.

"Tapi, kakak janji untuk tidak bercerita pada siapapun. Karena ini harus tetap menjadi rahasia kita sampai waktunya tiba." Rangga memperingatkan Amanda.

Amanda yang masih belum paham, mengiyakan permintaan Rangga.

"Ya," jawabnya singkat.

"Selama ini, aku memendam ini seorang diri kak. Aku menyimpan ini sendirian. Sekarang, aku merasa bahwa kakak orang yang tepat untuk berbagi kisah ini. Jujur, aku juga butuh kakak untuk bercerita, karena sebenarnya aku sudah tidak mampu memendam sendiri kak. Dan aku juga sangat butuh pertolongan kakak." Rangga menyampaikan isi hatinya pada Amanda.

Amanda yang masih dalam kebingungan, hanya mengangguk-anggukkan kepala. Dia belum tahu ke mana arah pembicaraan Rangga. Tapi hati Amanda sudah bersedia untuk memenuhi permintaan Rangga.

"Ya, aku akan mendengarkan ceritamu, dan jika memang aku mampu, aku akan membantumu juga." Amanda menyanggupi permintaan Rangga, meskipun dia belum tahu cerita apa yang akan disampaikan Rangga.

"Begini kak. Sekitar tiga tahun yang lalu, Bu Miranti datang ke rumah untuk menawari ibu dan adikku, Mayang, pekerjaan. Tapi, waktu Bu Miranti datang ke rumah, aku sedang pergi merantau, jadi dia tidak mengenaliku." Rangga memulai kisahnya.

"Terus?" Amanda benar-benar tidak sabar menunggu kelanjutannya.

"Waktu itu, Restoran Dapur Miranti baru dibuka. Katanya, Bu Miranti baru beli bangunan itu, dan butuh pekerja untuk bersih-bersih. Jadi, ibuku di sana bekerja sebagai petugas bersih-bersih, sedangkan Mayang bekerja sebagai pelayan restoran," lanjut Rangga.

Sesekali Rangga meminum teh untuk melegakan tenggorokannya. Sementara Amanda terus bersabar menunggu kelanjutan cerita.

"Selama bekerja, ibu dan Mayang sempat pulang ke rumah 3 kali untuk mengunjungi keluarga. Dan jika ibu tidak pulang, bapaklah yang datang ke sana untuk menjenguk ibu dan Mayang. Karena tidak punya handphone, jadi ibu dan bapak saling berkabar melalui surat, sehingga komunikasi mereka tidak pernah terputus. Pokoknya, ibu selalu mengirimkan surat minimal satu kali dalam sebulan, bahkan kadang dalam sebulan itu bisa sampai 3 kali," lanjut Rangga.

"Terus?" desak Amanda.

"Jadi melalui surat itulah bapak tahu kalau ibu tidak bisa pulang, sehingga bapaklah yang datang mengunjungi ibu dan Mayang," ujar Rangga.

"Owh, iya," balas Amanda.

"Lalu, sampai di suatu masa, di mana ibu tidak pernah lagi mengirimi surat untuk bapak, dan tidak lagi membalas surat-surat dari bapak. Awalnya bapak berpikir, mungkin ibu dan Mayang terlalu sibuk. Bapak membiarkan saja. Tapi setelah 4 bulan, ibu masih tidak memberi kabar, akhirnya bapak gelisah juga dan memutuskan untuk datang ke tempat Bu Miranti...." Rangga berhenti sampai di situ.

"Lalu...?" desak Amanda.

Rangga termenung sejenak, ingatannya kembali pada masa-masa sedih dulu.

"Tapi bapak tidak bertemu ibu...." Rangga menahan napas untuk menahan gejolak kesedihan.

"Kenapa?" tanya Amanda pelan sambil meneliti raut Rangga.

Tatapan Rangga tampak kosong dan sendu. Sungguh tidak sanggup melanjutkan ceritanya, tapi sudah terlanjur.

"Kata Bu Miranti, ibu dan Mayang sudah pulang kampung."

Kening Amanda kembali berkerut. "Padahal engga?" Amanda mencoba menebak.

"Engga," jawab Rangga disertai gelengan kepala.

"Lalu?" lanjut Amanda tidak sabar.

"Itulah yang kami heran," ujar Rangga.

☕☕☕

Terpopuler

Comments

𝓚ˢᵍⁿ🍁ᗰᗩᕼᗴՏ ʷᵃʳᶦ ❣️

𝓚ˢᵍⁿ🍁ᗰᗩᕼᗴՏ ʷᵃʳᶦ ❣️

rangga anak bu mala rupanya

2024-02-25

0

neng ade

neng ade

jadi Miranti itu memakai pesugihan agar restoran nya sukses dan menumbalkan anak suami dan karyawan nya itu

2024-02-14

1

Syahrudin Denilo

Syahrudin Denilo

emang mereka dibunuh buat tumbal

2024-01-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!