6

Amanda mengabaikan laptop yang menyala di atas meja kerjanya. Dia tampak melamun. Pikirannya mulai terusik dengan rangkaian peristiwa yang dialami.

"Kenapa semua kejadian itu berentet? Sepertinya bukan sebuah kebetulan," ucapnya dalam hati.

Pikiran Amanda dipenuhi tanda tanya yang amat besar, ditambah dengan cerita Nina tadi pagi.

"Apakah ini semua benar-benar kebetulan, atau memang ada sesuatu yang terjadi?" tanyanya dalam hati.

"Putri sudah ga ada, lalu kenapa gadis kecil itu datang menemui Amanda di dalam mimpinya. Dan mengatakan mamanya tidak menyayanginya?"

Amanda benar-benar bergulat dengan berbagai pertanyaan yang tidak mampu untuk dijawab sendirian.

"Manda." Miranti masuk ke ruang kerja Manda. Amanda sedikit kaget, karena dia tengah melamun. Amanda menoleh ke pintu. Terlihat Miranti membawa beberapa berkas di tangannya.

"Eh Mir. Apa itu?" tanya Amanda berusaha menenangkan diri.

"Ini beberapa surat-surat perusahaan. Aku ingin bercerita sedikit tentang perusahaan denganmu," ujar Miranti sambil duduk di kursi yang terletak di seberang meja kerja Amanda.

Amanda membuka salah satu berkas itu, lalu membolak-balik lembar demi lembar.

"Owh restoran ini kamu beli sejak 3 tahun yang lalu?" tanya Amanda kemudian.

"Iya. Bangunannya yang kubeli sejak 3 tahun yang lalu. Kalau restoran, aku sudah buka di kota lain sebelum itu." Miranti memberikan penjelasan.

"Jadi, kamu sudah punya restoran di tempat lain?" tanya Amanda menatap Miranti.

"Ya, bukan di sini. Tapi kami menyewa tempat waktu itu, dan itu pun belum layak dikatakan restoran. Karena penjualan kurang bagus di sana, makanya kami kembali ke sini, dan kebetulan tempat ini dijual dengan harga tidak terlalu mahal, sementara posisinya sangat bagus. Jadi kami memberanikan diri untuk membeli. Yaaa meskipun dengan cara berhutang ke bank." Lanjut Miranti panjang lebar.

"Tapi aku salut denganmu. Kamu berani mengambil tindakan. Kalau ingin maju memang harus begitu," timpal Amanda memberikan dukungan.

"Tapi kami harus jungkir menjalani semua. Tidak mudah melewati prosesnya. Kami harus mencicil hutang ke bank. Dan aku harus menghandle semua sendiri, karena suamiku sakit." Miranti tampak sedih seketika.

Amanda terkejut mendengar penuturan Miranti. "Suami kamu sakit? Pantas aku tidak pernah melihatnya."

"Ya, dia hanya bisa duduk di kursi roda," jawab Miranti lemah dan sedih.

Amanda menggenggam tangan sahabatnya itu. "Kamu yang sabar, ya. Allah tahu kamu mampu menjalani semuanya. Buktinya, meskipun menghandle sendiri, tapi kamu bisa membangun restoran sehebat ini."

Miranti hanya tersenyum tipis. Sekelebat rasa sakit melintasi hatinya.

"Aku tidak sehebat yang kamu pikir," ucapnya.

"Kalau menurutku, kamu sangat hebat." Amanda menekankan dengan kesungguhan. Ada rasa kagum terselip di hati Amanda pada Miranti.

"Oiya, kalau aku boleh tahu, sudah berapa lama Putri ngga ada?" tanya Amanda.

Jantung Miranti berdegup kencang mendapat pertanyaan itu. Pertanyaan yang tidak ingin didengarnya. Suasan hati Miranti terganggu jika sudah membahas soal Putri.

Melihat itu, Amanda merasa tidak enak. "Maaf jika pertanyaanku membuat kamu tidak nyaman. Kalau kamu tidak ingin menjawab, aku paham kok." Amanda kembali menggenggam tangan Miranti.

Miranti menarik napas berat dan dalam. "Tidak apa-apa," ujarnya.

Kecamuk hati Miranti tergambar jelas di wajahnya. Tampak kesedihan yang mendalam. Tetapi yang dirasakan oleh Miranti lebih dari itu.

"Oiya, kamu bawa berkas ini, untuk apa? Apa ada sesuatu yang harus ku kerjakan?" tanya Amanda mengalihkan topik.

Miranti mengarahkan tatapan pada berkas di atas meja.

"Pajak perusahaan belum selesai. Aku belum sempat mengerjakannya. Aku mau minta tolong sama kamu." Miranti menatap penuh harap pada Amanda.

Amanda mengangguk. "Oke. Akan ku pelajari dulu. Semua laporan keuangan sudah aman atau...?"

Miranti langsung menggeleng. "Kita harus menghitung semua aset terlebih dahulu untuk bisa menyelesaikannya," sahut Miranti dengan senyum kecut.

"Hmmm," lirih Amanda.

"Sepertinya kamu harus bekerja sedikit ekstra untuk itu semua. Harus merekap semua aset perusahaan lalu mengkonversi semua aset itu ke dalam rupiah, baru kita bisa menyelesaikan laporan keuangan," terang Miranti.

"Hmm, oke," jawab Amanda.

"Tapi, aku boleh minta salah satu karyawan untuk membantuku dalam menyelesaikan ini? Untuk merinci semua aset yang ada, atau kamu sudah punya catatan semua aset yang kamu punya?" lanjut Amanda.

Miranti menggeleng. "Catatan arsip untuk aset belum lengkap. Apalagi ada banyak penambahan aset termasuk bangunan."

"Oh ok kalau begitu. Aku akan kerjakan dengan sebaik mungkin," jawab Amanda penuh keyakinan.

"Kamu boleh ajak karyawan untuk membantumu. Aku yang pilihkan, atau kamu cari sendiri orangnya?" tanya Miranti seolah menyerah pada Amanda.

Miranti sangat paham kemampuan Amanda. Dia memang sangat berharap pada Amanda untuk membantu menyelesaikan masalah pajak yang masih terbengkalai. Sudah sejak lama Miranti terkendala soal ini. Selama ini selalu berkelit setiap diminta untuk menyelesaikan pajak perusahaan.

"Nanti aku akan ajak seseorang yang menurutku bisa untuk membantu," terang Amanda.

Miranti merasa lega sekarang. Satu permasalahan yang selama ini masih menyulitkan dirinya, akan segera teratasi.

Sekarang harapannya untuk bisa menjalankan bisnis dengan baik dan nyaman akan segera terlaksana. Dia akan mengandalkan skill Amanda yang juga sudah sangat berpengalaman dalam bidang ini.

Terpopuler

Comments

𝓚ˢᵍⁿ🍁ᗰᗩᕼᗴՏ ʷᵃʳᶦ ❣️

𝓚ˢᵍⁿ🍁ᗰᗩᕼᗴՏ ʷᵃʳᶦ ❣️

dia numbalin anak nya sendiri ya?

2024-02-25

0

Syahrudin Denilo

Syahrudin Denilo

lanjutkan Thor

2024-01-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!