18.

...♨♨♨...

Matahari adalah salah satu ciptaan Tuhan yang paling menarik. Dia tetap berusaha menyinari, walaupun awan menutup seluruh biru langit dan menantang sinar itu untuk melewati celah sempit.

Begitu hari ini diawali dengan awan gelap di ufuk timur sampai barat. Menaungi bumi dan mendukung udara dingin merayap ke rumah, membuat semua orang tidak rela meninggalkan tempat tidur walaupun sekejap. Seakan gravitasi melawan niatnya untuk bangun, walaupun sebenarnya niat itu tidak ada. Yang ada hanya mengulur waktu sampai kapan dia bertahan di bawah selimut sangking dinginnya.

Mendung ini benar-benar menyebalkan. Selain membuat hawa terasa membekukan bibir, dia juga memberi harapan palsu pada manusia yang merasakan pagi itu. Pasalnya awan tidak langsung menurunkan hujan saja, biar sekalian. Awannya malah membendung air yang sudah mau terjun itu, dan tidak membiarkannya jatuh pada tanah. Kalau pun dia tidak akan membiarkannya membasahi jalanan bumi, setidaknya awan hitam itu bisa pergi dan menghilang dari atas desa.

Bass menilik sekali lagi dari balik selimut. Kamarnya yang tidak terlalu besar ternyata cukup untuk menghemat udara hangat. Kecuali kalau Helen datang dan membuka jendela kamar, pasti dingin akan menguasai lelaki itu. Untung Helen paham soal pemikiran Bass, pukul tujuh anggap saja masih pukul empat pagi. Waktunya tidur kembali.

Tapi! Tunggu! Pukul tujuh?

Bass langsung terkesiap duduk di tempat tidurnya, dan dia sadar kalau sekarang benar-benar pukul tujuh pagi.

Walaupun udara langsung menusuk ke tulang-tulang serta aliran darah, Bass tidak lagi peduli. Dia segera melesat menuju ruang tamu dan melihat Cleo duduk di sofa sambil membaca sebuah novel remaja, bisa ditebak pasti temanya tentang cinta-cintaan.

"Cleo, Tante Helen mana?" tanyanya sembari mendekat pada Cleo.

"Ada. Baru siap nyuci piring."

Bass mengangguk kemudian berjalan menuju dapur. Sejenak bau masakan hangat membuat Bass terhenyak akan kenikmatannya. Pasti masakan itu enak dinikmati kalau lagi dingin begini, pasti tambah selera.

"Tante!" panggilnya saat Helen datang menuju meja makan, membawa sebuah rantang kosong yang siap diisi makanan.

"Bass mau nganter rantangnya?" Helen menaikkan sebelah alis.

"Iya, Tante tau aja."

"Ya udah, mandi dulu!" perintah Helen tiba-tiba membuat Bass menciut. Apa serius Helen menyuruh Bass mandi di kala udara serasa kutub begini?

"Tapi—"

"Ga ada tapi-tapi."

Dengan sigap Bass meraih handuk dan bajunya dari kamar, terbirit-birit masuk kamar mandi sebelum Cleo mendahului. Tapi tampaknya Cleo tidak merasa terbebani kalau mandi pagi di cuaca begini. Mungkin sudah terbiasa atau hanya pura-pura kuat saja.

Selesai mandi, Bass mengenakan bajunya. Sebuah kaos oblong hitam dan celana selutut serta jaket warna hitam polos. Dia berjalan perlahan menuju meja makan dan mendapati semua sudah tersedia, termasuk makanan yang akan diantar ke rumah Oma. Dia senang kalau bagian ini, mendekati Anggi dan meraup keuntungannya.

"Ga makan dulu Bass?" tanya Helen saat lelaki itu beranjak dari kursi. Dia tampak bersemangat empat lima.

"Ngantar kan bentar doang, Tan. Entar siap langsung pulang kok. Lagian kan—"

"Udah jangan banyak omong lagi! Anterin tuh keburu dingin!"

"Siap!" ujarnya.

Bass melewati Cleo yang sama sekali tidak mendelik ke arahnya. Mungkin karena masih kesal karena mereka bertengkar habis-habisan soal masalah Anggi kemarin malam. Begini ceritanya:

"Jujur aja kali kalau intinya lo itu seneng karna ada Anggi. Lo naksir yakan?" goda Cleo.

Bass menghela napas frustasi, "Denger ya Cleo. Gue itu cuma malu doang buat ngakuin kalau gue ga suka tinggal disini."

"Yakali!"

"Lo ngajak berantem mulu ya, Kotoran Kambing!" pekik Bass.

Helen membulatkan matanya, "Heh, Bass! Udah-udah! Kamu juga Cleo, kamu kalau ga paham jangan nyial-nyialin Bass lagi."

"Kok yang salah jadi Cleo sih?"

"Iya kan emang lo yang salah!" balas Bass merasa puas.

Cleo mengernyit kesal kemudian melanjutkan acara nontonnya. "Terserah lo!"

Bass terkekeh mengingat hal itu. Tapi sekesal apa pun dia pada Cleo, tetap saja dia sayang. Sepupu itu adalah saudara sedarah yang memang harus seru pertemanannya, seperti berantam setiap hari contohnya.

Beralih dari sana, Bass meraih sepedanya yang ada di depan teras rumah. Mulai dari tempat duduk sampai tiap sisi sepeda itu berembun dan dingin, beda sekali dengan sisi rantang yang dia pegang. Lelaki itu juga sempat melirik ke arah langit mendung yang seakan mengejeknya dan bilang kalau dia akan menurunkan hujan tiba-tiba nanti. Nanti, ada saatnya.

Mengayuh sepeda di jalanan yang terbilang masih sepi —mungkin karena orang belum ikhlas melepaskan tempat tidur—. Sepeda itu seolah berjalan di tengah padang pasir yang sepi. Kalau biasanya anak-anak sudah keluar dan tertawa bersama sebaya mereka, kali ini beda. Mereka tidak keluar rumah karena memang dingin.

Sampai di depan rumah Oma, dia masuk ke dalam halaman. Sepedanya tidak pernah ikut masuk melainkan selalu menunggu di depan gerbang sambil bersandar nyaman.

"Oma!" panggilnya dengan kuat.

Tidak menunggu waktu lama, pintu segera terbuka dan menampakan seorang Anggi berdiri masih dengan baju tidur yang sama dengan semalam. Bass tersenyum lebar, Anggi tidak. Jangan senyum, mengeluarkan sedikit raut dan dia tidak mau. Dia lelah, memikirkan lelaki itu semalaman.

"Belum mandi?" tanya Bass. Entah apa yang membawnaya langsung terpikir kesitu.

"Belum!" jawab Anggi cepat.

"Baguslah!" kata Bass.

"Kok bagus?"

"Karna kalau lo mandi, lo pasti sakit. Dinginnya luar biasa loh, Anggi. Gue udah rasain tadi sensasinya pas kena air dingin...... Euhhh!"

"Gue mandi make air hangat!" balas gadis itu cepat.

Sebenarnya Anggi bersifat begitu ya sengaja, karena ingin membuktikan pada dirinya sendiri kalau dia tidak peduli pada Bass. Dia tidak baper dengan lelucon Bass yang tidak lucu kemarin.

"Oh gitu?"

"Iya! Sekarang minta rantangnya, karna gue mau makan sama Oma."

"Kenapa muka lo kaya lagi maskeran gitu? Ga ada ekspresi. Lo lagi acting ya?"

Perkataan Bass yang satu itu sontak membuat Anggi nyaris tersedak ludahnya sendiri, ia segera membuang raut datarnya. Dia masih sempat memilih, raut apa ya? Senang dan ramah atau cuek dan kesal. Baiklah, dia memilih kesal. Sekedar melanjutkan kekesalan soal kejadian kemarin pada lelaki itu.

"Gue biasa aja."

"Bagi lo biasa aja, tapi bagi gue luar biasa." sahut Bass.

Anggi tersenyum kecil, tapi segera sadar dan membangun lagi wajah kesalnya. "Oh, gitu?"

"Oma mana?" tanya Bass.

"Di dapur, lo ga perlu masuk. Karna Oma lagi ga butuh bantuan apa-apa.."

Namun, tiba-tiba seorang wanita ikut berdiri di samping Anggi di ambang pintu. Oma tersenyum ramah pada Bass dan meraih tangan anak yang sedang menyalim itu. Oma tampak sangat sayang pada Bass, Anggi saja heran bagaimana caranya Oma bisa akrab dalam waktu hanya beberapa hari dengan Bass.

"Oma!" sapanya.

"Ada Bass rupanya! Kok ga diajak masuk Anggi?" Oma mengarah ke gadis itu.

"Lupa Oma!"

Bass terkekeh pelan, "Bukan lupa. Tapi katanya tadi kalau Oma lagi ga butuh sama Bass. Jadi Bass ga boleh masuk."

"Anggi!" Oma menatap Anggi tajam, sedang Anggi linglung mau jawab apa.

"Jangan ngarang ya!" gadis itu mengernyit pada Bass.

"Iya Oma, Bass ngarang." katanya berdusta, padahal memang benar kalau Anggi tidak memperbolehkannya masuk tadi.

Merasa menang, Anggi tersenyum ke arah Oma, bukan pada Bass. "Denger kan Oma?"

"Yaudah, kamu masuk dulu Bass! Oma butuh uluran tangan kamu buat cobain kopi susu racikan Oma, kesukaan Anggi. Ayo masuk, bawa rantangnya!" ajak nenek tua itu.

Oma masuk duluan, sedangkan Bass malah merasa menang karena bisa melewati garis pintu sekarang. Dia lewat sambil menatap ke mata Anggi dengan tatapan jenaka sekaligus mengejek, sedang gadis itu masih memasang raut wajah kesal.

Namun tidak lagi saat Bass berlalu. Anggi tersenyum bahkan tertawa kecil menyadari kalau gombalan Bass tadi lebih lucu dari kemarin. Apa benar Anggi luar biasa di mata Bass? Ini bukan lelucon, tapi lucu.

Sesaat setelah Anggi menutup pintu, dia langsung menemui Oma dan Bass. Di dapur, mereka sedang membuat kopi yang menjadi kesukaan Anggi selama ini, dan naasnya malah Bass yang diajak untuk minum bersama. Namun tidak masalah bagi Anggi, toh dia tidak merasa kalau kasih sayang Oma malah beralih ke lelaki tinggi itu.

Anggi meraih rantang yang sudah diletakkan oleh Bass di meja. Dia membuka tiap bagian yang ada dan melihat isinya. Mulai dari soup ayam, ayam gulai, dan sayur lodeh siap disana. Hangat sekali, membuat Angin jadi tidak sabar untuk makan.

Setelah membuka rantang, dia beralih untuk menyendokkan nasi ke piring, begitu juga untuk Bass. Entah mengapa dia terpikir untuk membuatkan kepada Bass, karena seharusnya dia mengusir Bass dari rumah ini. Tapi hatinya benar-benar tidak tega melihat Oma yang tampaknya sangat bahagia.

"Siap!" kata Oma saat kopi yang baru dia buat telah selesai.

"Oma hebat!" kata Bass saat nenek itu menuangkan minuman ke tiga gelas yang disiapkannya.

"Kita makan dulu yuk Bass!" aja Oma lagi.

Sebenarnya dia tidak mau berlama-lama karena dia punya janji dengan Tante Helen untuk makan pagi bersama. Tapi melihat Anggi begitu menerimanya, Bass langsung memanfaatkan waktu dengan baik-baik.

Bersama Oma dia duduk bersebrangan dengan Anggi yang dari tadi tidak melirik ke arahnya. Ini antara tidak berani atau malu, Bass tidak peduli. Yang penting dia berusaha mendekati Anggi duku dengan segala upaya dan usaha yang akan dia lakukan.

Mereka sarapan dengan jarum jam yang sudah merayap ke pukul setengah delapan sampai genapnya. Dan selama itu pula Bass tidak berhenti memperhatikan Anggi.

Anggi. Difa Anggita yang selama ini dikenal Bass sebagai gadis pendiam ternyata salah duga. Dia bukan pendiam, dan seketika juga Bass menyadari kalau tidak ada manusia yang benar-benar pendiam. Mereka diam hanya karena mereka merasa kalau iyu bukan tempat untuk mengeluarkan sifat asli.

Cantik. Cukup menggambarkan bagaimana rambutnya yang terurai dan wajahnya yang sangat jutek kala itu. Matanya yang cepat menangkap lirikan mata Bass dan segera dialihan ke arah lain. Anggi pintar, makanya Bass membuat dia sebagai sarana untuk mengerjakan tugas skorsing ini. Lagian, kalau pun gadis itu tidak terlalu pintar, toh saja mau tidak mau Bass harus belajar padanya. Ke siapa lagi?

Setelah siap makan, Bass dan Oma segera menuju ke ruang tengah untuk nonton dan ngobrol bersama. Mereka tampak tertawa bahagia sambil Oma merajut syal biru yang dia teruskan dari kemarin. Sedang Anggi mencuci piring di wastafel karena tidak mau lama-lama dengan udara dingin yang mencekam. Sesaat sesudah siap, dia ikut duduk di ruang tengah untuk menemani Oma dan Bass.

"Jadi kalian ini satu sekolah, masa sih ga akrab sama sekali? Katanya kelas kalian deket." kata Oma.

"Oma tanya aja sama guru kenapa waktu istirahat singkat banget, sampe-sampe Bass ga sempat kenalan sama semua anak sekolahan." jawab Bastian dengan santai.

Anggi mengernyit, dia berpikir kalau Bastian ngaco jawabannya. Ya emang kalau lo ajak kenalan, mereka mau apa? Yang ada malah ketakutan. Dasar!

Oma tertawa, "Kamu ini. Kan juga waktu SMP barengan."

"Iya Oma!" balas Anggi ingin ikut hanyut dalam percakapan.

"Yaudah, kok bisa ga akrab?"

"Kenapa ya Anggi?" tanya Bass Pada Anggi yang tiba-tiba terkejut karena lelaki itu mengajaknya bicara.

"Eh? Apa?"

"Kenapa kita ga akrab?" tanya Bass lagi.

Gadis itu menerawang ke pikirannya, di harus jawab apa ya? "Ya karna itu, waktu istirahat waktu SMP kan cuma lima belas menit." Anggi menjawab asal-asalan.

"Iya."  balas Bass cepat.

Sesaat setelah Bass menjawab, terdengar suara rintikan hujan dari langit. Makin lama makin deras, membuat Bass sadar kalau dia harusnya pulang dari tadi. Dia takut kalau Bagas menelepon dan dirinya tidak di rumah, bisa gawat!

"Hujan Bass! Kamu tunggu ya sampai reda ya?" ujar Oma sambil beranjak.

"Oma mau kemana?" Anggi bertanya seolah dia kaget karena ditinggal bersama Bass.

"Ke kamar, mau ngambil benang lagi, yang ini udah kusut nih!"

"Oh!"

Anggi kembali duduk bersama Bass. tanpa berkutik walaupun keduanya sama-sama ada yang ingin disampaikan.

"Sebenernya—"

"Ehh bukannya—"

Mereka sama-sama terpotong kalimatnya karena sudah mengucapkan bersamaan. Tadi diam, sekarang mau bicara malah bersamaan.

"Lo duluan!" kata Bass.

"Engga, lo aja!" Anggi mempersilahkan

"Lo aja!"

"Engga! Lo aja!"

Bass mengalah, yaudah oke. "Sebenernya gue mau bilang kalau gue suka kok tinggal disini, tante Helen ngaco jawabnya kemarin."

Anggi mengerutkan dahi, darimana Bass tahu kalau Helen yang menceritakan ini semua. Apa dia bertanya pada Helen atau Helen yang memberi tahu, Anggi tidak tahu. Dia mengerti kalau lelaki itu bohong. Katena sudah terkenal Bass yang selalu mengekor dengan sahabatnya kemana pun pergi kala sedang liburan.

"Gue mau bilang yang lebih penting Bass!" Anggi memasang wajah serius, membuat Bass melakukannya juga.

"Apa?"

"Gue mau bilang kalau sepeda lo di luar, apa ga kedinginan karna hujan?"

Bass diam.

Anggi juga.

Hening.

"Astaga!" pekik Bass. Dia langsung terbirit-birit menuju keluar dan diikuti oleh Anggi, benar-benar Bass yang malang.

...♨♨♨...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!